tag:blogger.com,1999:blog-71932692112595168982024-02-19T22:15:59.003+07:00Pionir BooksBlog penerbit Pionir Books. Kabar terkini, resensi, filosofi, dan hal lainnya yang berkenaan dengan Pionir Books.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/04269689326635512561noreply@blogger.comBlogger99125tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-87558976561242056022017-12-30T03:15:00.002+07:002017-12-30T03:30:30.585+07:00Mengupas 'Anna Karenina' Karya TolstoyTerbit pada akhir abad ke-19, <i>Anna Karenina</i> adalah mahakarya penulis Rusia <b>Leo Tolstoy</b>. Dalam mengupas novel ini saya akan menggunakan apa yang saya sebut 'model buah apel'. Dengan menggunakan model ini cerita akan saya bagi menjadi tiga taraf: kulit, daging, dan inti.<br />
<br />
Novel yang saya punya adalah edisi bahasa Inggris terbitan Wordsworth Classics dengan kata pengantar <b>E.B. Greenwood</b> (Universitas Kent, Canterbury). Novel diterjemahkan oleh <b>Louise</b> dan <b>Aylmer Maude</b> (1918).<br />
<br />
Saya membelinya karena membutuhkan tantangan: dari apa yang saya tangkap di sana sini, <b>Leo Tolstoy</b> adalah penulis besar yang karyanya begitu padat dan (oleh karena itu, tentunya) sulit untuk dipahami. Setelah sekian lama menjadi murid <b>John Grisham</b>, <b>Michael Crichton</b>, dan <b>George Pelecanos</b> saya siap untuk naik kelas: <b>Leo Tolstoy</b> (dan penulis kelas berat lainnya seperti dia).<br />
<br />
Betapa herannya saya ketika pada saat membaca halaman-halaman pertama buku saya justru tertawa geli: Steve Oblonsky kedapatan berbuat serong dengan pengasuh anak, dan sekarang dia harus tidur di atas sofa. Adegan itu, bahasa yang dipakai, begitu ringan, begitu mudah, dan sungguh jenaka. Apakah yang dikatakan oleh orang-orang mengenai <b>Leo Tolstoy</b> hanya lelucon, apakah saya telah menjadi korban <i>practical joke</i> dunia kesusastraan?<br />
<br />
Namun, setelah bab pertama itu, dan ketika saya terus membaca, saya pada akhirnya mendapati diri saya menyudahi setiap bab dengan tercengang. Memangnya ada orang bisa menulis sehebat ini?<br />
<br />
Ada kalanya ada bab yang terasa mubazir dalam buku setebal 800 halaman lebih itu, tetapi ketika saya untuk pertama kalinya menemui bab seperti itu saya sudah telanjur berpasrah diri pada kepiawaian <b>Tolstoy</b>: yakin, ini pasti ada maknanya, yakin, ini pasti ada gunanya, entah untuk mengembangkan tokoh, entah untuk mengerucutkan motif, pokoknya, yakin saja. Dan setiap kali keyakinan itu berbalas. <b>Tolstoy</b> mengembangkan tokoh-tokoh utamanya hingga menjadi sosok yang tulen, dengan perangai yang terasa wajar dan mantap. Saking tulennya, malah, (begitu sudah masuk jauh ke dalam dunia novel itu) saya jadi merasa seperti sedang menguping dan mengintai orang alih-alih membaca sebuah novel.<br />
<br />
Untuk mencapai realisme seperti itu <b>Tolstoy</b> mestilah seorang pengamat yang sangat jeli. Orang-orang terdekatnya dia jadikan model, tabiat mereka dia rekat-salin dari kehidupan nyata ke atas kertas. Kebiasaan menulis jurnal pribadi selama bertahun-tahun mestinya telah melatih dia menyelami isi hati dia sendiri; dia telah memahami diri dia sendiri hingga pada taraf batin, dan itu lantas menjadikannya peka dan tanggap terhadap orang lain, juga hingga pada taraf batin.<br />
<br />
Termasuk terhadap perempuan. <b>Tolstoy</b>, seorang laki-laki, mestilah memodelkan Anna Karenina, tokoh utama buku, pada seorang perempuan yang waktu itu pernah atau sedang dia idamkan, dan yang gerak geriknya lantas dia cermati untuk kemudian dia abadikan di atas kertas dalam rangka memajukan alur cerita.<br />
<br />
Misal, cara Anna, dengan gugup dan salah tingkah, di hadapan suaminya berusaha mencari dan melepaskan sebuah jepitan rambut--suaminya yang hingga malam buta menunggukan dia pulang dari acara dansa tanpa menyadari bahwa di sana Anna dan seorang bujang muda, Vronsky, telah saling jatuh cinta. Atau cara <b>Tolstoy</b> melukiskan Anna, Vronsky, dan rombongan berkuda mereka berderap mendekat dan bagaimana pandangan mata sekumpulan buruh tani mengikuti mereka dengan takzim. Atau cara Anna menyikapi dan dengan mudahnya mengendalikan seorang laki-laki muda yang perlente dan kurang adat yang tengah bertamu di kediamannya.<br />
<br />
Saya tidak ingin berhenti membaca tentang Anna, tetapi dalam buku dia harus berbagi alur cerita dengan dua tokoh utama lainnya, yaitu Steve Oblonsky (kakak kandung Anna) dan Levin (sahabat dekat Steve). Ketiganya memiliki lingkaran keluarga masing-masing dan novel ini diisi oleh interaksi dalam dan antara ketiga keluarga itu (<b>Tolstoy</b> sendiri mengaku bahwa <i>Anna Karenina</i> bertemakan keluarga), dan itulah bagian 'kulit' pada buah apel saya: kehidupan berkeluarga.<br />
<br />
Dengan memanfaatkan interaksi yang terjadi dalam dan antara ketiga keluarga itu, <b>Tolstoy</b> membangun dua alur cerita utama yang menjalin secara terpisah satu dengan yang lain, yaitu alur cerita Anna dan alur cerita Levin, yang lantas dihubungkan oleh satu alur cerita pendamping: alur cerita Steve Oblonsky. Baik Anna maupun Levin mendambakan kasih dan alur cerita mengisahkan pencarian mereka akan hal itu. Anna telah menikah dan dikaruniakan seorang anak, tetapi Anna tidak mencintai suaminya, yang berusia lebih tua dan yang oleh Anna digambarkan berperangai lebih mirip mesin, dan Anna menemukan apa yang dia dambakan pada diri Vronsky. Levin (yang dimodelkan atas diri <b>Tolstoy</b> sendiri) masih membujang dan dia berusaha memperistri seorang gadis muda bernama Kitty.<br />
<br />
Apabila sekadar mengisahkan pencarian kedua insan itu akan kasih, buku ini kemungkinan tidak akan menyandang status sebagai novel terbaik, atau salah satu novel terbaik, sepanjang masa. Namun, pencarian akan kasih itu ibarat menjadi 'daging' novel, yaitu bagian yang lazim dipahami sebagai hal utama pada cerita.<br />
<br />
'Inti' cerita niscaya mengisahkan pencerahan spiritual Levin yang dia alami kala sedang menderita depresi berat (dia sampai harus menyembunyikan tambang dan senapan di rumah), yang <b>Tolstoy</b> persandingkan dengan nasib Anna yang mengalami depresi yang sama beratnya tetapi yang pada akhirnya melakukan bunuh diri. Sumber depresi Anna adalah suaminya yang tidak ingin melepaskan anak mereka dan yang tidak kunjung menceraikannya dengan resmi, yang lantas menjadikan status Anna terkatung-katung dan sekaligus menjadikannya bahan pergunjingan dalam lingkaran sosialita (hampir semua tokoh dalam <i>Anna Karenina</i> berdarah biru), yang menciptakan tekanan sosial dan perasaan diluarkan.<br />
<br />
Sebaliknya, sumber depresi Levin adalah kematian kakak kandungnya dan, mestinya, juga kematian Anna. (<b>Tolstoy</b> sendiri semasa kecil mengalami kematian sejumlah kerabat dekat.) Peristiwa-peristiwa itu menjadikan Levin mempertanyakan makna hidup yang lantas (namun, tanpa dia menyadarinya sendiri) menyingkap selubung alam kesunyataan.<br />
<br />
Anna dalam depresinya mengarahkan sorotan ke luar; Levin ke dalam. Anna memersekusi orang lain; Levin diri sendiri. Anna menyerahkan kendali; Levin mempertahankannya.<br />
<br />
<i>Anna Karenina</i> konon memiliki akhir yang tragis. Anggapan itu keliru. Walaupun nasib tokoh Anna Karenina betul mengalami akhir yang tragis, bukunya sendiri, lewat Levin, justru berakhir dengan sangat gemilang.<br />
<br />
<br />
<b>Laurens Sipahelut</b><br />
Tangerang, 30 Des 2017Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/04269689326635512561noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-56532131296900822142017-03-31T23:29:00.004+07:002017-04-01T03:55:22.381+07:00Film 'Silence' dalam Model E-I<div style="text-align: center;">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitk4X9GaZp7H7MC-6-13VJcJ-0LUeWBF0R4N44ZjW4Y9eZgeSgMIiruN60FrFgs5OSdMjUq9JIvCn2a1ujG4qNLLgKHQuEzgAH9Stq8ErYHvZq5y5jh4jpQzzWViLqkdpW_YZVCukPjDs_/s1600/Inoue.png" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Inoue, samurai tua. Foto: awardsdaily.com." border="0" height="165" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitk4X9GaZp7H7MC-6-13VJcJ-0LUeWBF0R4N44ZjW4Y9eZgeSgMIiruN60FrFgs5OSdMjUq9JIvCn2a1ujG4qNLLgKHQuEzgAH9Stq8ErYHvZq5y5jh4jpQzzWViLqkdpW_YZVCukPjDs_/s400/Inoue.png" title="Inoue, samurai tua. Foto: awardsdaily.com." width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Inoue, samurai tua. Foto: awardsdaily.com.</td></tr>
</tbody></table>
<br />
***Spoiler Alert***</div>
<br />
Dalam <i>Silence</i> (2016) yang disutradarai oleh <b>Martin Scorsese</b>, yang mengambil tempat di Jepang abad ke-17, Inoue (<b>Issei Ogata</b>), magistrat Nagasaki, melancarkan penindasan agama Katolik. Film ini ternyata tidak mengisahkan transformasi diri dari Yesus yang eksoterik ke Buddha yang esoterik (sebagaimana saya duga pada saat menonton film ini: lihat <a href="http://bit.ly/2nkRvlU" target="_blank">Memahami 'Silence'</a>), tetapi... itu tidak berlaku dari sudut pandang Inoue. Dari sudut pandang Inoue, kehadiran para misionaris Katolik di negaranya justru berkenaan dengan transformasi diri <i>terbalik</i> dari Buddha yang esoterik ke Yesus yang eksoterik. Inoue tidak menghendaki itu terjadi pada masyarakat Jepang. Hanya itu yang bisa menjelaskan hal-hal yang dilakukan oleh dia sepanjang film.<br />
<br />
Pada babak ketiga film, Bapa Rodrigues (<b>Andrew Garfield</b>), yang ditangkap dan ditahan atas perintah Inoue, diharuskan menghadap Inoue dan sejumlah pejabat teras lainnya. Rodrigues lantas diberi tahu bahwa mereka, para pemimpin dan tokoh agama di Nagasaki, sesungguhnya sudah mendalami agama yang tengah disebarkan oleh para misionaris Barat itu, dan berkesimpulan bahwa ajaran tersebut tidak sesuai untuk Jepang.<br />
<br />
Adegan itu menarik sebab Inoue, sebagai perwakilan kalangan elite Jepang, yang ditampilkan sebagai sosok bengis yang bertanggung jawab atas sederet aksi keji terhadap rakyat kecil maupun misionaris Barat, ternyata melandasi itu semua pada suatu rasionalisasi yang mengedepankan kebaikan umum: dia tidak ingin masyarakat berpaling dari tarekat spiritualitas guna merangkul akidah religiositas. Di mata Inoue, ajaran agama Katolik ialah suatu kemunduran lantaran mengajarkan penganutnya untuk menafikan dunia batin dan mengandalkan dunia fana, untuk mencari Tuhan lewat iman alih-alih lewat tafakur.<br />
<br />
Dalam <a href="http://bit.ly/2ld88NE" target="_blank">Model E-I</a>, inklusivisme diraih apabila <a href="http://bit.ly/2mynD5g" target="_blank">unsur atasan meladeni unsur bawahan</a>, sehingga apabila unsur Ekonomi meladeni unsur Sosial, antara keduanya dikatakan terjalin inklusivisme. Hal yang sama dapat diinduksi untuk hubungan antarunsur lainnya, seperti antara unsur Politik dan unsur Sosial.<br />
<br />
Pertanyaannya adalah, apakah dalam film ini Inoue, sebagai perwakilan unsur Politik, menjadi peladen rakyat kecil Nagasaki, perwakilan unsur Sosial? Jawabannya: tidak. Walaupun bertujuan membina hal ihwal dunia internal/ nonfisik penduduk Nagasaki, tindakannya tidak membina emansipasi berpikir penduduk Nagasaki. Meskipun berniat baik, tindakannya yang otoriter mengklaim pekerjaan berpikir dari penduduk Nagasaki, dan lewat kebengisannya dia memberikan kesan bahwa berpikir malah sesuatu yang berbahaya. Padahal, tujuan akhir Model E-I adalah menunjukkan jalan keluar dari Gua Plato dan syarat untuk dapat meninggalkan Gua Plato adalah dimilikinya keterampilan berpikir bebas.<br />
<br />
Kesimpulan: dalam <i>Silence</i>, unsur Politik bersifat eksklusif--unsur Sosial meladeni unsur Politik (bawahan meladeni atasan). Seandai bersifat <i>in</i>klusif, Inoue bakal memercayakan warganya untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi diri mereka sendiri. Akan tetapi, hal itu kemungkinan juga berarti bahwa unsur Filsafat telah berhasil membina suatu masyarakat dengan keterampilan berpikir bebas, yang telah merasa mantap dan mapan dengan ajaran yang dianut, dan yang mampu menyikapi perubahan dan pengaruh luar dengan tingkat kedewasaan tertentu. Seandai bersifat inklusif, alih-alih seorang tokoh fisik, Inoue, samurai tua itu, bakal digambarkan sebagai suatu daya metafisik pada diri kita.<br />
<br />
<br />
<b>Laurens Sipahelut</b><br />
Tangerang, 31 Maret 2017Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/04269689326635512561noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-90625562876023195002017-03-25T01:10:00.000+07:002017-03-26T09:15:36.072+07:00Memahami 'Silence'<div style="text-align: center;">
***Spoiler Alert***</div>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjm5_dGsUgqheqe3bz1HVod-hDk294Z7-lf-IKviyj_aERxGv8cr8c7iX5dNInyGJ8KrT01ClaXJACFKGINt2jg7yJXrcCXK7RBigSG3RhFMEuipOoLj2QNoqqnAuxyiHe1c9wKiKNy0XO4/s1600/silencecover.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Iman Bapa Ferreira (Liam Neeson) diuji dalam 'Silence'." border="0" height="199" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjm5_dGsUgqheqe3bz1HVod-hDk294Z7-lf-IKviyj_aERxGv8cr8c7iX5dNInyGJ8KrT01ClaXJACFKGINt2jg7yJXrcCXK7RBigSG3RhFMEuipOoLj2QNoqqnAuxyiHe1c9wKiKNy0XO4/s320/silencecover.jpg" title="Iman Bapa Ferreira (Liam Neeson) diuji dalam 'Silence'." width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Iman Bapa Ferreira (Liam Neeson) diuji dalam 'Silence'.</td></tr>
</tbody></table>
Disutradarai oleh <b>Martin Scorsese</b>, <i>Silence</i> (2016) berkisah tentang Bapa Ferreira (<b>Liam Neeson</b>), seorang misionaris Yesuit asal Portugis di Jepang abad ke-17, yang dikabarkan telah membuang iman, dan bagaimana Bapa Rodrigues (<b>Andrew Garfield</b>) memutuskan untuk menyusul Ferreira dalam rangka mencari kebenaran kabar tersebut dan, bilamana perlu, membalikkan apostasi mantan mentornya itu. Penonton menjadi saksi bagaimana Rodrigues justru mengalami hal yang sama seperti yang dialami oleh Ferreira, yaitu pembuangan iman.<br />
<br />
Pasal, di Jepang, seperti halnya Ferreira, yang ternyata betul telah mengingkari agamanya, Rodrigues mengalami cobaan berat karena penindasan agama yang tengah dilancarkan oleh Inoue (<b>Issei Ogata</b>), magistrat Nagasaki. (Hubungan antara Rodrigues dan Inoue mirip hubungan antara Yesus dan Pontius Pilatus.) Dalam rangka membasmi ajaran agama Katolik, Inoue menangkapi dan menyiksa rakyat jelata yang diduga telah masuk Katolik, bukan untuk menjadikan mereka membuang iman, tetapi, lewat penganiayaan mereka, justru untuk menjadikan misionaris membuang iman. Dalam mata Inoue, itu cara paling mangkus membersihkan Jepang dari agama itu.<br />
<br />
'Harga kemasyhuran kamu adalah penderitaan mereka!' ujar Inoue kepada Rodrigues, yang harus menyaksikan penderitaan orang kecil di tangan Inoue. Rodrigues bisa mengakhiri penderitaan mereka dengan menginjakkan kakinya di atas gambar Yesus dan dengan begitu membuang iman dia, seperti yang sebelumnya juga telah dilakukan oleh Ferreira, yang melakukannya karena percaya Yesus akan melakukan hal yang sama apabila hal itu dapat menyelamatkan orang-orang yang sedang disiksa itu.<br />
<br />
Sampai di situ saya menduga bahwa <i>Silence</i> mestinya berkisah tentang penyudahan ilusi yang fana dan peraihan kebenaran yang kekal, suatu ikonoklasme keagamaan dalam bentuk perjalanan pada ranah batin yang menampilkan roman Rodrigues sebagai tengaran; suatu transformasi dari Yesus yang eksoterik ke Buddha yang esoterik. Pada pertengahan film, seorang pengalih bahasa (<b>Tadanobu Asano</b>) berujar kepada Rodrigues:<br />
<blockquote class="tr_bq">
'Hanya orang Kristen yang menganggap mereka, para Buddha itu, manusia belaka. Buddha kami niscaya sesuatu yang bisa diwujudkan oleh manusia. Sesuatu yang lebih agung dari dirinya, asal dia bisa menyudahi semua ilusi dia. Tetapi kamu justru merangkul ilusi-ilusimu dan menyebutnya iman. Pencipta kamu maha pengasih lagi maha penyayang, bukan begitu? Jadi, mengapa dia memberikan orang yang sedang menuju surga begitu banyak penderitaan?'</blockquote>
Apakah lewat film ini <b>Scorsese</b> hendak mengatakan bahwa spiritualitas menudungi religiositas, sehingga keberanjakan dari religiositas ke spiritualitas--dari Katolik ke Buddha, dari akidah ke tarekat--ialah suatu evolusi yang alamiah saja? Apakah <b>Scorsese</b> hendak mengupas perbedaan antara agama Buddha dengan agama Katolik, antara spiritualitas dengan religiositas--spiritualitas yang menekankan tafakur, religiositas yang menekankan iman?<br />
<br />
Akan tetapi, seandai <i>Silence</i> betul merupakan bahasan mengenai transformasi diri dari pola pikir religiositas ke pola pikir spiritualitas, <b>Scorsese</b>, pada pengujung film, mestinya tidak menyertakan suatu adegan yang menyiratkan bahwa Ferreira, dan juga Rodrigues, ternyata masih berpaku pada pola pikir lama mereka: religiositas. Jadi, ucapan si pengalih bahasa tadi hanya bertujuan membangun pernyataan yang pada pengujung film bisa dirontokkan lewat suatu adegan yang dirancang oleh <b>Scorsese</b> untuk menyampaikan pesan: iman mengalahkan segalanya.<br />
<br />
<i>Silence</i> adalah pengakuan iman <b>Scorsese</b> terhadap agama Katolik. Hanya itu yang bisa menjelaskan isi film ini.<br />
<br />
<br />
<b>Laurens Sipahelut</b><br />
Tangerang, 25 Maret 2017Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/04269689326635512561noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-56391880661110004722017-03-12T08:07:00.000+07:002017-03-12T08:07:17.812+07:00Pengertian Inklusivisme, Eksklusivisme dalam Model E-I<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihXncRNq2JOYu8Gyigl8klasfadi9Ecf0sKwkLN6IN63czFOta26YC1RnNgnnFIy8OHtlExTyvVDchWUIZhhdfl0a867vkYgKjgyEixR-E9ZfL-dVDElzmjYUT1c0X7xs5PmsMwsTfM0Yb/s1600/heinrich-hoffmann-hitler-nazi-party-rally.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Dalam fasisme, unsur bawahan meladeni unsur atasan. Foto: Time.com." border="0" height="229" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihXncRNq2JOYu8Gyigl8klasfadi9Ecf0sKwkLN6IN63czFOta26YC1RnNgnnFIy8OHtlExTyvVDchWUIZhhdfl0a867vkYgKjgyEixR-E9ZfL-dVDElzmjYUT1c0X7xs5PmsMwsTfM0Yb/s320/heinrich-hoffmann-hitler-nazi-party-rally.jpg" title="Dalam fasisme, unsur bawahan meladeni unsur atasan. Foto: Time.com." width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Dalam fasisme, unsur bawahan meladeni unsur atasan. Foto: Time.com.</td></tr>
</tbody></table>
Dalam inklusivisme, pada suatu permutasi, Filsafat meladeni unsur-unsur bawahan (Politik, Ekonomi, Sosial), tetapi dalam eksklusivisme yang terjadi ialah kebalikannya: unsur-unsur bawahan-lah yang meladeni Filsafat.<br />
<br />
Sebagai contoh, dalam fasisme, unsur bawahan (sebagaimana ditulis oleh <b>Robert O. Paxton</b> dalam <i>The Anatomy of Fascism</i>) diharapkan menjadikan takdir nasional sebagai pemenuhan tertinggi, sementara dalam demokrasi, kepada unsur-unsur bawahan dicurahkan kebebasan dalam rangka melindungi hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang seorang. Dengan demikian, yang satu meladeni hal ihwal dunia internal/ nonfisik manusia, yang satu lagi hal ihwal dunia eksternal/ fisik manusia. (Tugas negara bangsa adalah membina yang disebutkan pertama itu.)<br />
<br />
Oleh karena itu, dalam konteks Model E-I, bisa diinduksi bahwa inklusivisme adalah keadaan tempat unsur atasan menjadi peladen unsur bawahan, sementara eksklusivisme adalah keadaan tempat unsur bawahan menjadi peladen unsur atasan.<br />
<br />
<br />
<b>Laurens Sipahelut</b><br />
Tangerang, 12 Maret 2017<br />
<br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmlTwZZfatmaT0UsiOb8qZEssvHSQwNNfBAtgUYaLahKO3zIYjM5ZNYnhAA2ethyphenhyphenBV6RCpxzvqTMecJkETAisKUv62CHiPQmpo0LtJ-ulM-7LNu1KvFOa1ZN7juBwCDKHg5ob_odF1QgTn/s1600/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="'Kekekalan Laten Fasisme' karya Rob Riemen." border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmlTwZZfatmaT0UsiOb8qZEssvHSQwNNfBAtgUYaLahKO3zIYjM5ZNYnhAA2ethyphenhyphenBV6RCpxzvqTMecJkETAisKUv62CHiPQmpo0LtJ-ulM-7LNu1KvFOa1ZN7juBwCDKHg5ob_odF1QgTn/s320/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" title="'Kekekalan Laten Fasisme' karya Rob Riemen." width="200" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kekekalan Laten Fasisme</td></tr>
</tbody></table>
<i>Tulisan di atas ditulis dalam rangka terbitnya </i>Kekekalan Laten Fasisme<i> karya <b>Rob Riemen</b> yang diluncurkan pada Sabtu, 4 Juni 2016, di Toko Buku Gunung Agung Margocity, Depok, dengan menghadirkan narasumber <b>Rocky Gerung</b> (FIB UI). Buku dapat dibeli pada Toko Buku Gunung Agung cabang:</i><br />
<ul>
<li><i>Jakarta Pusat (Atrium, Kwitang 06, Kwitang 38)</i></li>
<li><i>Jakarta Barat (Trisakti)</i></li>
<li><i>Jakarta Timur (Arion, Kramat Jati, Pondok Gede, Tamini Square)</i></li>
<li><i>Jakarta Selatan (Blok M Plaza, Senayan City)</i></li>
<li><i>Tangerang Selatan (BSD)</i></li>
<li><i>Tangerang (Tangcity Mall)</i></li>
<li><i>Bandung (BIP)</i></li>
<li><i>Bekasi (Bekasi CyberPark)</i></li>
<li><i>Depok (Margo City)</i></li>
<li><i>Semarang (Citraland Semarang, Paragon Mall)</i></li>
<li><i>Surabaya (Galaxy Surabaya, Surabaya Delta)</i></li>
<li><i>Denpasar (LIBBI Denpasar)</i></li>
</ul>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/04269689326635512561noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-26311261679033098542017-03-10T07:27:00.001+07:002017-03-10T08:08:16.621+07:00The Salton Sea<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCCgY5XL_KILPeY7u6nstM73JJKSJtNtsZ9z1wi7YF1UH2ByVy3ArPpMY2cbeuqHApdOnl9doQGOpmF0EwbtSF3UcTHFzGtGcgJY1plfBWfY5NOOg2YP0oDhyphenhyphenCLRGtcb9HXbMTnEdCDs81/s1600/salton-kilmer-goldberg.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Val Kilmer dalam 'The Salton Sea'." border="0" height="184" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCCgY5XL_KILPeY7u6nstM73JJKSJtNtsZ9z1wi7YF1UH2ByVy3ArPpMY2cbeuqHApdOnl9doQGOpmF0EwbtSF3UcTHFzGtGcgJY1plfBWfY5NOOg2YP0oDhyphenhyphenCLRGtcb9HXbMTnEdCDs81/s320/salton-kilmer-goldberg.jpg" title="Val Kilmer dalam 'The Salton Sea'." width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kita melihat tanpa memahami. Foto: joblo.com.</td></tr>
</tbody></table>
Pukul empat subuh saya terbangun dan karena merasa jenuh dengan berbagai hal saya memutuskan untuk menonton film saja. Saya membongkar-bongkar koleksi VCD dan menemukan satu yang sesuai dengan suasana hati saya pada jam itu: <i>The Salton Sea</i> (2002) dengan bintang utama <b>Val Kilmer</b>.<br /><br />Selagi menonton salah satu kucing saya menangkring di bendul jendela, mengharapkan makanan, tentunya. Dari luar kepala si kucing berunggang-anggit memandang ke dalam rumah, kepada saya, dan ke pesawat televisi. Mungkin kobaran api yang menyala-nyala pada layar kaca membuatnya berpaling ke situ dan menyita perhatiannya sesaat.<br /><br />Kucing saya tidak mungkin tahu bahwa yang sedang dia tatapi itu adalah sebuah pesawat televisi yang tersambung ke pemutar VCD, yang dijalankan oleh tenaga listrik. Dia tidak mungkin tahu bahwa apa yang sedang dia amat-amati itu–film itu–ada pengarahnya, penyandang dananya, industrinya.<br /><br />Pagi itu saya menjadi sadar bahwa kita tidak mungkin sendirian di jagat raya ini. Kita tidak <i>bisa</i> memahami apa yang menjalankan jagat raya, apa yang tersambung padanya, dan sebagainya. Kita memandangi langit seperti halnya kucing saya memandangi pesawat televisi itu, dan kita memahaminya hanya sejauh ego kita membuat kita memahaminya.<br /><br />Hanya setelah kita bisa menciptakan jagat raya akan kita bisa memahaminya. Hanya setelah kucing saya memiliki kemampuan seperti manusia akan dia pahami adegan yang dia simak tadi.<br />
<br /><br /><b>Laurens Sipahelut</b><br />Tangerang, 10 Maret 2017Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/04269689326635512561noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-44161955954783400562017-02-28T22:52:00.001+07:002017-03-01T00:21:16.290+07:00Populisme, Fasisme seturut Model E-I<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj69CwZKegnOJYjmHDEl4AvxpyKeiiwnEii_9swkdVFIzCknc3ImNXkKxBVIx_OoSgLGgzeoOXG06KBRwXnVa_jsG_joq1CscIOcTPJinRQfUDxpjFvJrPDB8COGHqvAypZcZ8KJcn26S7C/s1600/la-na-tt-trump-fascist-inclinations-20151209-001.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Definisi fasisme dan populisme masih rancu dan acap dipertukarkan." border="0" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj69CwZKegnOJYjmHDEl4AvxpyKeiiwnEii_9swkdVFIzCknc3ImNXkKxBVIx_OoSgLGgzeoOXG06KBRwXnVa_jsG_joq1CscIOcTPJinRQfUDxpjFvJrPDB8COGHqvAypZcZ8KJcn26S7C/s320/la-na-tt-trump-fascist-inclinations-20151209-001.jpg" title="Definisi fasisme dan populisme masih rancu dan acap dipertukarkan." width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Definisi fasisme dan populisme masih rancu dan acap dipertukarkan.<br />Foto: LA Times.</td></tr>
</tbody></table>
Saya harus memodifikasi <a href="https://pionirbooks.blogspot.co.id/2017/02/the-i-e-model-as-objective-benchmark-to.html" target="_blank">Model E-I</a>. Di dalam Gua Plato nilai 'E' adalah ekspresi asli sementara nilai 'I' adalah ekspresi palsu. Tingkat teratas pada segitiga di dalam gua, yaitu unsur Filsafat, sebagai puncak (<i>apex</i>), lantas membagikan nilai 'E' atau nilai 'I' pada permutasi tertentu. Itu berarti bahwa, pada awalnya, unsur Politik, Ekonomi, dan Sosial pada suatu permutasi adalah kosong--mereka tidak memuat nilai apa pun. Mereka menantikan puncak, yaitu unsur Filsafat, untuk membagikan nilai 'I' ataupun 'E' pada mereka. Masalahnya, hal itu keliru karena bertentangan dengan pernyataan semula, yaitu bahwa, di dalam gua, nilai 'E' merupakan ekspresi asli.<br />
<br />
Apabila nilai 'E' adalah ekspresi asli, nilai 'E' di dalam Gua Plato haruslah merupakan nilai bawaan (<i>default value</i>). Artinya, pada awal mula, alih-alih tidak memuat nilai apa pun alias kosong, unsur Politik, Ekonomi, Sosial, dan juga Filsafat sebagai unsur puncak pada suatu permutasi haruslah memuat nilai asli 'E'. Jadi, permutasi bawaan di dalam gua pun menjadi [E, E, E, E]. Sehingga, di dalam gua, 'E' sebagai ekspresi asli adalah nilai bawaan sementara 'I' sebagai ekspresi palsu adalah nilai alihan. Nilai alihan dibagikan lewat pendekatan atas-bawah dari puncak segitiga dan sewaktu-waktu dapat berbalik ke nilai bawaan (sebagaimana akan dijelaskan di bawah).<br />
<br />
Modifikasi di atas perlu dilakukan untuk menjelaskan hubungan antarunsur pada suatu permutasi. Untuk menjelaskannya saya akan memakai fenomena fasisme dan populisme sebagai contoh.<br />
<br />
Fasisme adalah 'mengunci'-nya unsur Politik pada unsur Sosial dalam suatu permutasi kala unsur Sosial dilanda Keadaan Takut. Keadaan Takut mengembalikan nilai alihan 'I' pada unsur Sosial tersebut menjadi nilai bawaan 'E'. Peniadaan Keadaan Takut pada unsur Sosial itu akan mengembalikan nilai seperti sediakala, yang dapat berupa 'I' maupun 'E'.<br />
<br />
Populisme adalah menguncinya unsur Politik pada unsur Sosial tanpa adanya faktor Keadaan Takut. Tidak seperti fasisme, populisme memiliki segitiga tersendiri di dalam Gua Plato dan berjalan menurut unsur Filsafat yang termuat pada puncak segitiganya. Dengan demikian, populisme berjalan menurut filsafat yang mengaturnya, tetapi fasisme tidak memiliki filsafat sehingga tidak membentuk segitiga tersendiri di dalam Gua Plato. (Faktor Keadaan Takut ibaratnya memungkinkan suatu unsur untuk membajak permutasi induknya.)<br />
<br />
Dari dua pengertian tersebut bisa diinduksi bahwa unsur pada suatu permutasi bebas mengunci pada sembarang unsur di bawahnya. Selain itu, unsur yang lebih tinggi dapat mengenakan Keadaan Takut ataupun Cinta Kasih pada unsur yang lebih rendah. Keadaan Takut tersebut bersifat sementara sehingga nilai-nilai pada permutasi yang terdampak sewaktu-waktu dapat berbalik ke nilai semula. Dengan demikian, ada tujuh cara unsur Filsafat bisa mengunci pada unsur di bawahnya (<b>P</b>olitik-<b>E</b>konomi-<b>S</b>osial, P-E, P-S, E-S, P, E, S); tiga cara untuk unsur Politik (E-S, E, S); dan hanya satu untuk unsur Ekonomi (S), yaitu dengan atau tanpa mengenakan Keadaan Takut atau Cinta Kasih.<br />
<br />
<br />
<b>Laurens Sipahelut</b><br />
Tangerang, 28 Februari 2017<br />
<br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzJgGnxCNMbWtnS4FV0hnTcfrXMDrgMMpUnZqhUQ1Lw4xdRASiR8YIGpq39Szjhfrh2KLA30SlOiggjZ7QugSXXubJMTMP6qvib8StbuXsbbgJlk5EVtkc_91FKp5AtwhVWMZTW4A0qBHH/s1600/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Kekekalan Laten Fasisme karya Rob Riemen." border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzJgGnxCNMbWtnS4FV0hnTcfrXMDrgMMpUnZqhUQ1Lw4xdRASiR8YIGpq39Szjhfrh2KLA30SlOiggjZ7QugSXXubJMTMP6qvib8StbuXsbbgJlk5EVtkc_91FKp5AtwhVWMZTW4A0qBHH/s320/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" title="Kekekalan Laten Fasisme karya Rob Riemen." width="200" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kekekalan Laten Fasisme</td></tr>
</tbody></table>
<i>Tulisan di atas ditulis dalam rangka terbitnya </i>Kekekalan Laten Fasisme<i> karya <b>Rob Riemen</b> yang diluncurkan pada Sabtu, 4 Juni 2016, di Toko Buku Gunung Agung Margocity, Depok, dengan menghadirkan narasumber <b>Rocky Gerung</b> (FIB UI). Buku dapat dibeli pada Toko Buku Gunung Agung cabang:</i><br />
<ul>
<li><i>Jakarta Pusat (Atrium, Kwitang 06, Kwitang 38)</i></li>
<li><i>Jakarta Barat (Trisakti)</i></li>
<li><i>Jakarta Timur (Arion, Kramat Jati, Pondok Gede, Tamini Square)</i></li>
<li><i>Jakarta Selatan (Blok M Plaza, Senayan City)</i></li>
<li><i>Tangerang Selatan (BSD)</i></li>
<li><i>Tangerang (Tangcity Mall)</i></li>
<li><i>Bandung (BIP)</i></li>
<li><i>Bekasi (Bekasi CyberPark)</i></li>
<li><i>Depok (Margo City)</i></li>
<li><i>Semarang (Citraland Semarang, Paragon Mall)</i></li>
<li><i>Surabaya (Galaxy Surabaya, Surabaya Delta)</i></li>
<li><i>Denpasar (LIBBI Denpasar)</i></li>
</ul>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/04269689326635512561noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-81443774410422878212017-02-20T06:45:00.000+07:002017-02-20T06:45:01.315+07:00Surat Terbuka PM Belanda Mark Rutte<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrPGDX7mu9-5PlImkWQw5Y0y9jsRRLJWjIIz8s4AEXamcPwEKzLdvt0o5eAEMbPOB4Z8ksz_qk6Sg1BBAxCm3rKKwFyOQhF_9WaiC4jPNDY9C98b_EAn_dA8o4b-UETHDpFEKEhjQs8r2Z/s1600/Mark-Rutte-23091201-e1420640010199.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Mark Rutte" border="0" height="189" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrPGDX7mu9-5PlImkWQw5Y0y9jsRRLJWjIIz8s4AEXamcPwEKzLdvt0o5eAEMbPOB4Z8ksz_qk6Sg1BBAxCm3rKKwFyOQhF_9WaiC4jPNDY9C98b_EAn_dA8o4b-UETHDpFEKEhjQs8r2Z/s320/Mark-Rutte-23091201-e1420640010199.jpg" title="Mark Rutte" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Mark Rutte. Foto: weekbladparty.nl.</td></tr>
</tbody></table>
<i>Kepada semua orang Belanda,</i><br />
<br />
<i>Ada sesuatu yang tidak beres dengan negara kita. Mengapa sebagai negara kita begitu makmur, tetapi ada yang kelakuannya seperti orang susah? Orang-orang yang semakin lama semakin menentukan suasana di negara kita ini. Orang-orang yang siap menghempaskan apa saja yang selaku negara Belanda telah kita bangun lewat kerja keras. Apa mau kita biarkan?<br /> </i><br />
<i>Sebagian besar dari kita berniat baik. Para mayoritas-diam. Niat kami tulus terhadap negara kita. Kami bekerja keras, kami bergotong royong, dan kami merasa bahwa Belanda negara yang cukup kerenlah. Namun, kami juga khawatir akan cara kita bermasyarakat. Kenapa ya, kadang-kadang semua orang kok seperti berubah menjadi orang sok?<br /><br />Anda pasti paham. Orang-orang yang tingkah lakunya seperti semakin asosial saja. Ya dalam berlalu lintas, di angkutan umum, di jalan. Yang merasa dirinya selalu harus didahulukan. Yang membuang sampah di jalan. Yang meludahi kondektur. Atau yang ramai-ramai menongkrong kemudian menjaili, mengancam, atau bahkan mengasari orang yang lewat. Soklah, pokoknya.<br /><br />Kita merasa semakin gerah bila ada orang-orang yang menyalahgunakan kebebasan kita untuk membuat onar di sini, padahal alasan mereka telah datang kemari ya karena kebebasan itu juga. Orang-orang yang tidak mau menyesuaikan diri, mencela kebiasaan-kebiasaan kita, dan menolak nilai-nilai kita. Yang merecoki orang homo, menyoraki perempuan dengan rok pendek, atau mengatai orang Belanda kebanyakan rasis. Saya sangat bisa mafhum mengapa orang-orang jadi berpikir: kalau sampai sebegitunya kamu menampik negara kami, kenapa enggak angkat kaki sekalian? Pasal, perasaan saya sama. Kalau mau jadi orang sok, sok angkat kaki.<br /><br />Tingkah laku seperti itu pantang kita anggap biasa di negara kita. Namun, solusinya bukanlah menyamaratakan kelompok-kelompok masyarakat tertentu, mencela mereka, atau serta-merta mengusir mereka secara massal dari negara kita. Kalau seperti itu caranya bagaimana kita mau membina kehidupan bermasyarakat? Solusi terutama berkenaan dengan mentalitas. Kita mesti mensosialisasikan secara ajek dan bernas apa saja yang dianggap biasa dan apa saja yang dianggap sok di negara ini. Kita harus dengan giat membela nilai-nilai kita.<br /><br />Pasal, di Belanda berjabat tangan dan memperlakukan semua orang dengan sama itu biasa. Tidak mengusik petugas sosial, itu biasa. Menghormati guru dan tidak menghasut orang lewat vlog. Bekerja mencari nafkah dan menggali potensi diri: biasa. Saling membantu dalam keadaan susah dan melipur orang yang tengah dirundung masalah. Berikhtiar dan tidak lari dari permasalahan, biasa. Saling mendengarkan dengan santun. Alih-alih berperang mulut pada saat kita tidak sependapat tentang sesuatu. Biasa.<br /><br />Dalam waktu dekat arah negara kita bakal ditentukan. Pertanyaan yang perlu dijawab cuma satu: negara seperti apa yang kita inginkan?<br /><br />Mari kita berjuang agar kita tetap kerasan di negara kita yang permai ini. Mari kita terus mensosialisasikan apa yang dianggap biasa dan apa yang dianggap sok. Saya yakin kita bisa. Saya yakin bahwa segala sesuatu yang telah kita bangun bersama ini bisa kita kawal bersama. Anda, saya, kita semua. Mari bekerja sama menjadikan negara ini lebih baik. Soalnya, asli: negara kita keren banget. Disuruh pindah pun saya tidak mau. Kalau Anda?<br /><br /><b>Mark Rutte</b></i><br /><br /><br />Naskah di atas adalah terjemahan surat terbuka Perdana Menteri Belanda <b>Mark Rutte</b> yang dirilis pada 22 Januari 2017 dalam rangka pemilu Belanda yang akan berlangsung pada 15 Maret 2017. (Unduh naskah <a href="https://vvd.nl/content/uploads/2017/01/briefvanmark.pdf" target="_blank">sumber</a>.) <br /><br />Bila menyimak isi surat, hal yang menarik ialah bahwa solusi yang ditawarkan oleh <b>Rutte</b> tidak berkenaan dengan perubahan sistem atau pengetatan peraturan, tetapi dengan mentalitas: solusinya berkenaan dengan ranah batin, ranah nonfisik. Hal itu bertolak belakang berbeda dengan pendekatan <b>Geert Wilders</b>, politikus anti-Islam yang menjadi penantang terkuat <b>Rutte</b> dalam bursa calon PM Belanda. Solusi <b>Wilders</b> berkenaan dengan hal ihwal yang berada pada ranah fisik.<br /><br />Solusi dalam konteks ini berkaitan dengan keresahan dalam masyarakat Belanda yang diakibatkan oleh kelompok masyarakat pendatang asal Maroko, krisis migran Eropa, dan ancaman terorisme. Ada suatu ketidaknyamanan yang sedang dirasakan oleh masyarakat Belanda yang bersinggungan langsung dengan hal kesintasan. <b>Wilders</b> hendak mengatasinya dengan menutup perbatasan dan mendeportasi mereka yang melanggar hukum, <b>Rutte</b> dengan komunikasi sosial.<br /><br />Keduanya melakukan apa yang menurut hemat saya menjadi tugas utama suatu negara, yaitu mengelola hasrat egoistis bangsa. Hasrat egoistis: kesintasan, kekayaan, kekuasaan, dan keilmuan.<br /><br />Tata negara telah berkembang sedemikian rupa sehingga berpola pada hasrat-hasrat tersebut, tetapi hal itu--akibat ketidaktahuan--tidaklah diakui secara gamblang sehingga terkesan menjadi kebetulan belaka. Karena hasrat egoistis manusia tidak diakui, yaitu karena ketidaktahuan, negara menjadi sekadar pengelola sumber daya, alih-alih pengelola hasrat bangsa.<br /><br />Pendekatan <b>Rutte</b> sudah tepat, <i>relatif</i> terhadap pendekatan <b>Wilders</b>. Namun, pendekatan <b>Rutte</b> akan lebih afdal apabila ditambahkan dengan upaya untuk memahami mereka-mereka yang dianggap meresahkan itu. (Pemahaman diraih dari pengetahuan dan adalah jalan menuju kecendekiaan.)<br /><br />Dengan berusaha memahami, kita justru mengadakan perubahan pada diri kita sendiri, alih-alih mengimbau orang lain untuk berubah. Menurut saya, seseorang hanya akan berubah apabila ada panggilan dalam diri dia sendiri untuk berubah; sebelum itu terjadi segala imbauan hanya akan jatuh di pasir.<br /><br />Bergiat melakukan pemahaman juga menjadi kunci untuk menggalakkan inklusivisme (lihat <a href="http://bit.ly/2ld88NE" target="_blank">I-E Model</a>)--inklusivisme berakar pada tepa salira--dalam, setidaknya, ranah sosial. Untuk menggalakkan inklusivisme pada seluruh ranah kehidupan (permutasi [I, I, I, I] pada I-E Model) dibutuhkan pemahaman mengenai diri kita sebagai manusia. Menurut saya, adalah tugas negara untuk menggalakkan peraihan pemahaman demikian lewat penyelenggaraan sistem pendidikan. Itulah pendidikan yang sesungguhnya; hal-hal lain mestinya disebut pelatihan saja. Dan seharusnya itu pula yang mesti menjadi tugas besar PM Belanda baru yang akan terpilih nanti: membuka jalan untuk Abad Pencerahan II.<br />
<br />
<br />
<b>Laurens Sipahelut</b><br />Tangerang, 20 Februari 2017<br />
<br />
<br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhU4CBvaxFgpVYsVY4gpEkQxH4uLU9AHw9xQPS1Mqbd85CtEmWDBWWE4a0V3crzEb3aTQah2j3DYFmaTOBBZag9Ps7g1G982b3sbturMrxE7i15AAnf0HWThbUEsnj5eg46F31UDeh2LW8s/s1600/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Kekekalan Laten Fasisme karya Rob Riemen." border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhU4CBvaxFgpVYsVY4gpEkQxH4uLU9AHw9xQPS1Mqbd85CtEmWDBWWE4a0V3crzEb3aTQah2j3DYFmaTOBBZag9Ps7g1G982b3sbturMrxE7i15AAnf0HWThbUEsnj5eg46F31UDeh2LW8s/s320/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" title="Kekekalan Laten Fasisme karya Rob Riemen." width="200" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kekekalan Laten Fasisme</td></tr>
</tbody></table>
<i>Tulisan di atas ditulis dalam rangka terbitnya </i>Kekekalan Laten Fasisme<i> karya <b>Rob Riemen</b> yang diluncurkan pada Sabtu, 4 Juni 2016, di Toko Buku Gunung Agung Margocity, Depok, dengan menghadirkan narasumber <b>Rocky Gerung</b> (FIB UI). Buku dapat dibeli pada Toko Buku Gunung Agung cabang:</i><br />
<ul>
<li><i>Jakarta Pusat (Atrium, Kwitang 06, Kwitang 38)</i></li>
<li><i>Jakarta Barat (Trisakti)</i></li>
<li><i>Jakarta Timur (Arion, Kramat Jati, Pondok Gede, Tamini Square)</i></li>
<li><i>Jakarta Selatan (Blok M Plaza, Senayan City)</i></li>
<li><i>Tangerang Selatan (BSD)</i></li>
<li><i>Tangerang (Tangcity Mall)</i></li>
<li><i>Bandung (BIP)</i></li>
<li><i>Bekasi (Bekasi CyberPark)</i></li>
<li><i>Depok (Margo City)</i></li>
<li><i>Semarang (Citraland Semarang, Paragon Mall)</i></li>
<li><i>Surabaya (Galaxy Surabaya, Surabaya Delta)</i></li>
<li><i>Denpasar (LIBBI Denpasar)</i></li>
</ul>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/04269689326635512561noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-87924969169353046382017-02-13T02:16:00.000+07:002017-02-13T15:23:55.658+07:00Selamat Datang, Marco van Basten<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLXS_Pr8E7EC3HZPq_G57Gvk1ErcJWUA6KpivwegpRpfcqt-bEPwK4H_6bQLLFDZFqNoQCDM0tg9xnqIMLISnU52Xi1ZHXp_wV6G80LvZwaBk32r3FoTtILlnlukZbnD5FSfXe67i8yYUA/s1600/MVB-FIFA.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Selamat datang di Indonesia, Marco van Basten." border="0" height="179" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLXS_Pr8E7EC3HZPq_G57Gvk1ErcJWUA6KpivwegpRpfcqt-bEPwK4H_6bQLLFDZFqNoQCDM0tg9xnqIMLISnU52Xi1ZHXp_wV6G80LvZwaBk32r3FoTtILlnlukZbnD5FSfXe67i8yYUA/s320/MVB-FIFA.jpg" title="Selamat datang di Indonesia, Marco van Basten." width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Selamat datang di Indonesia, Marco van Basten. Foto: © Foto-net</td></tr>
</tbody></table>
Seperti dilansir oleh <a href="http://www.en.netralnews.com/news/sport/read/826/as.fifa.envoy..dutch.legend.is.coming.to.indonesia" target="_blank">Netralnews.com</a>, striker legendaris Belanda <b>Marco van Basten</b> bakal mengunjungi Indonesia pada 17 Februari mendatang dalam rangka mengkaji program kerja PSSI selaku Direktur Bina Teknis FIFA, jabatan yang <a href="http://www.fifa.com/about-fifa/news/y=2016/m=9/news=marco-van-basten-appointed-fifa-chief-officer-for-technical-developmen-2836245.html" target="_blank">dia emban</a> sejak September 2016. Menurut rencana, mantan striker AFC Ajax dan AC Milan itu akan berada di Indonesia sampai dengan 20 Februari.<br />
<br />
Kala masih aktif merumput, teknik <b>Van Basten</b>, dengan gol <a href="https://youtu.be/Soi-MugOAGs" target="_blank">saltonya</a> ke dalam gawang FC Den Bosch pada Minggu, 9 November 1986, selaku penggawa Ajax dan gol <a href="https://youtu.be/Ly3mSsHg9T0" target="_blank">volinya</a> ke dalam gawang USSR pada Sabtu, 25 Juni 1988, selaku penyerang timnas Belanda, sudah terbukti andal, tetapi yang menjadikan sosok yang pada 1992 dibaiat Pemain Terbaik Dunia FIFA itu diakui sebagai salah satu striker terhebat dunia sepanjang masa ialah kecerdasan sepak bolanya. <b>Van Basten</b> tipe pemikir. <b>Van Basten</b> juga tipe kepala batu. Alhasil, dia senantiasa mengikuti jalan yang ditunjuk oleh hasil akhir proses pemikirannya; apa dan bagaimana tanggapan dan anggapan orang lain, itu urusan nanti.<br />
<br />
Sebagaimana ditulis oleh <b>Zeger van Herwaarden</b> dalam biografi <i>Marco van Basten. Era AC Milan dan Oranye</i>, sifat <b>Van Basten</b> tersebut mengejawantah dalam bentuk sikap dinginnya kepada media massa dan, kala memperkuat Milan, kegemarannya berdebat soal taktik dengan pelatih <b>Arrigo Sacchi</b>, sesuatu yang pada waktu itu di Italia dianggap kurang lumrah. Dan ternyata, dalam karier sepak bolanya setelah gantung sepatu, baik selaku pelatih (Jong Ajax, timnas Belanda, Ajax, sc Heerenveen, AZ) maupun sekarang sebagai petinggi FIFA, dia tetaplah sama: nyeleneh, kepala batu, cerdas.<br />
<br />
Simak saja usul perubahan-perubahan aturan main sepak bola yang belum lama ini dia lemparkan kepada khalayak ramai:<br />
<ul>
<li>bagi lama permainan 90 menit menjadi empat suku jam;</li>
<li>batasi pemain pada 60 pertandingan dalam setahun;</li>
<li>gantikan adu penalti dengan duel satu-lawan-satu berdurasi delapan detik yang dimulai 22,86 meter dari gawang;</li>
<li>hilangkan waktu tambahan;</li>
<li>naikkan jumlah pemain pengganti yang boleh diturunkan dari tiga menjadi enam;</li>
<li>perkenalkan kartu jingga yang mengirim pemain ke 'kotak pesakitan' selama 10 menit; dan</li>
<li>hapus peraturan offside.</li>
</ul>
<br />
Tak pelak <b>Van Basten</b> menuai kontroversi. Banyak yang terutama meradang soal penghapusan peraturan offside itu.<br />
<br />
Sesungguhnya, yang disampaikan oleh mantan penyerang dengan koleksi 277 gol itu adalah: keindahan sepak bola sudah luntur. Evolusi jasmaniah pemain telah berdampak pada cara sepak bola dimainkan di lapangan, yaitu karena menyempitnya ruang gerak pemain. (<a href="http://thesefootballtimes.co/2017/02/01/marco-van-basten-abolishing-the-offside-rule-and-why-we-need-to-talk-about-it/" target="_blank">Marco van Basten, abolishing the offside rule and why we need to talk about it</a>.) Menyempitnya ruang gerak pemain lantas berdampak pada berkurangnya kreatifitas pemain. Berkurangnya kreatifitas pemain kemudian berdampak pada lunturnya keindahan sepak bola.<br />
<br />
Teknis. Usul <b>Van Basten</b> murni teknis. Bahwasanya usulnya juga bermain-main dengan roh sepak bola, itu urusan nanti. Dan apa roh sepak bola itu? Tribalisme. Roh sepak bola adalah tribalisme. Sepak bola, pada dasarnya, adalah <i>selebrasi hasrat egoistis manusia akan kesintasan</i>. Ia merupakan tarian perang, adu siasat tempur, yang memperhadapkan dua 'suku' yang saling 'bermusuhan'. Mereka yang diturunkan ke medan pertempuran ialah laskar pilihan yang, di bawah komando langsung penggawa skuad, akan membela panji-panji kebesaran suku; tentu saja dielu-elukan akan mengalahkan lawan; dan, pada akhirnya, diharapkan akan tampil sebagai penguasa satu-satunya.<br />
<br />
Lewat suatu proses mental <b>Van Basten</b> hendak menghasilkan suatu keluaran berupa emosi. Dengan merekayasa aturan main dia hendak memampatkan intensitas permainan dengan cara meluaskan ruang gerak pemain: sepak bola kembali menjadi indah.<br />
<br />
Itu harapannya.<br />
<br />
Persoalannya, proses <b>Van Basten</b> itu melewatkan satu langkah penting. Sekarang ini, alih-alih selebrasi hasrat egoistis manusia akan kesintasan, sepak bola menjadi pelimbang hasrat egoistis manusia akan <i>kekayaan</i>. Guna meraih keluaran emosi itu, <b>Van Basten</b> harus terlebih dahulu mengembalikan sepak bola ke sifat asalnya, ke fitrahnya. Dan untuk itu, setidak-tidaknya, dia mesti menentang putusan Bosman.<br />
<br />
Pada kasus Bosman, sebagaimana diputuskan oleh Mahkamah Eropa pada 1995, pemain berhak meninggalkan klub-asal secara gratis (<i>free transfer</i>) begitu kontraknya hangus. Lantaran tidak menerima imbalan transfer, pemain bisa meminta bonus transfer (<i>signing-on fee</i>) dan gaji yang besar dari klub tujuan. Pemain yang kontraknya akan berakhir juga dapat meminta kenaikan gaji kepada klub asal, apalagi apabila klub merasa khawatir bakal kehilangan pemain itu melalui mekanisme <i>free transfer</i>. Jadi, putusan Bosman telah mengalihkan kekuasaan kepada pemain, yang lantas mengalihkan kekuasaan tersebut kepada pihak agen. (<a href="http://www.skysports.com/football/news/11095/10100134/how-the-bosman-rule-changed-football-20-years-on" target="_blank">How the Bosman rule changed football - 20 years on</a>.)<br />
<br />
Saat ini, 25 klub terkaya jorjoran mentransfer pemain dalam jumlah uang yang berada di luar jangkauan klub kecil. Akibatnya, kesenjangan antara yang besar dan yang kecil kian melebar. Dan dampak putusan tersebut bukan itu saja.<br />
<br />
Pra-Bosman, klub yang berlaga di Eropa diikat oleh peraturan 'tiga-plus-dua', yang berarti bahwa saat berlaga dalam kompetisi Eropa sebuah klub diperbolehkan menurunkan maksimal tiga pemain asing dalam suatu pertandingan, plus dua pemain asing jebolan akademi pemain klub. Pasca-Bosman, klub bebas menurunkan berapa saja pemain Uni Eropa dan bebas merekrut pemain dari negara mana saja di Uni Eropa.<br />
<br />
<b>Marco van Basten</b>: tentangi putusan Bosman (setidak-tidaknya secara prinsipiil) dan gantikan dengan mekanisme yang adil bagi klub dan adil bagi pemain. Berlakukan kembali peraturan 'tiga-plus-dua'. Secara umum, selenggarakan perubahan apa pun juga dengan bertolak dari semangat tribalisme: jadikan sepak bola kembali selebrasi hasrat egoistis kita akan kesintasan. Selenggarakan secara global.<br />
<br />
<br />
<b>Laurens Sipahelut</b><br />
Tangerang, 13 Februari 2017<br />
<br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhyEOD4JOGb1XBAhvgMceyTSzJgrLH-ghMhUcCZxavfo35HrVra1DYAgRNbEDWb_xL2N5Q4i_JpupXCkHS-VQ3Tz9LFUTGt6J9dD4UJ8CxnH48Mwtqah-6vsEVWXqIEhIrxUDBL5vuidU_4/s1600/cover+MVB.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="'Marco van Basten. Era AC Milan dan Oranye' karya Zeger van Herwaarden." border="0" height="230" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhyEOD4JOGb1XBAhvgMceyTSzJgrLH-ghMhUcCZxavfo35HrVra1DYAgRNbEDWb_xL2N5Q4i_JpupXCkHS-VQ3Tz9LFUTGt6J9dD4UJ8CxnH48Mwtqah-6vsEVWXqIEhIrxUDBL5vuidU_4/s320/cover+MVB.jpg" title="'Marco van Basten. Era AC Milan dan Oranye' karya Zeger van Herwaarden." width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Marco van Basten. Era AC Milan dan Oranye<br />
karya Zeger van Herwaarden.</td></tr>
</tbody></table>
<i>Buku pertama yang pernah terbit dari kami untuk, oleh, dan dari pecinta sepak bola. Dengan kata pengantar <b>Ian Situmorang</b>, Pemred Tabloid BOLA.</i>Pionir Bookshttp://www.blogger.com/profile/16401405108016475649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-40434737427066836582017-02-05T00:00:00.000+07:002017-02-05T00:00:01.420+07:00The I-E Model as an Objective Benchmark to Identify the World's Platonic Make-Up*<div style="text-align: center;">
<b>Laurens Sipahelut</b></div>
<div style="text-align: center;">
Translator </div>
<br />
The I-E Model outlines the author's world view that combines <b>Plato</b>'s allegory of the cave, <b>Bill Murray</b>'s 1993 movie <i>Groundhog Day</i>, and PoliticalCompass.org's political chart under a single concept. It will set an objective benchmark against which subjective notions can be measured against and that can be used to identify the Platonic make-up of an individual, a community, a nation, or even that of the entire world.<br />
<br />
<b>Plato</b>'s allegory of the cave, the first component to the model, forms a metaphysical framework. It depicts the transformation of the desire-driven egoistic state of mind, i.e. the prisoner chained to the wall of the cave, into a desire-free altruistic state of mind, i.e. the prisoner that has been freed from the cave.<br />
<br />
Its key idea: humankind's egoistic desires are played out in the physical world but, <b>Plato</b> says, that world is an illusion. The real world, he says, takes place between your ears. As a consequence, change cannot be brought about through the manipulation of things in the physical world; it can only be achieved through the mind. The prisoner that has been freed from the cave knows this to be true.<br />
<br />
The second component, the movie, breaks down the metaphysical transformation into four desires the chained prisoner must see out before a breakout from the cave's confines is made possible. The desires are, from base to apex: Survival, wealth, power, and knowledge.<br />
<br />
Its key idea: Every person has to go through a progression of desires before a desire-free altruistic state of mind can be achieved.<br />
<br />
The third and final component, the political chart, links the metaphysical to the physical. It shows how the desires play out in the physical world with the desire for survival—the chart's social dimension—being represented by the Authoritarianism-Libertarianism y-axis and the desire for wealth—the chart's economic dimension—being represented by the Left-Right x-axis. The desire for power—politics—manipulates the axes not unlike a puppeteer operating a marionette using a control bar.<br />
<br />
Its key idea: the people at PoliticalCompass.org brilliantly and astutely reduced the political system to a two-dimensional chart to give account for the social and economic dimensions of politics. It coincides with the progression of desires depicted in <i>Groundhog Day</i> though without acknowledging the desire for knowledge.<br />
<br />
<b>Plato</b> making mention of the imperative for philosophers to become kings implies that an additional z-axis representing the desire for power needs to be added to the chart. This allows for the desire for knowledge—philosophy—instead of the desire for power—politics—to operate the control bar, i.e. rule by philosopher-kings instead of by politicians. The model can now be assembled.<br />
<br />
First the cave's floor plan needs to be modified. Instead of having a single expanse, a triangular (read: pyramidical) structure will be put in to partition the space into four tiers with the widest section—the base—resting against the cave's wall and the narrowest section—the apex—pointing away from it. Each tier, from base to apex, represents a desire, i.e. survival (at the base), wealth, power, and then knowledge (at the apex). The triangle's tapering shape symbolizes the desires' hierarchical nature as the higher desires form an arch over the lower ones.<br />
<br />
With the movie incorporated, next to be incorporated, and by doing so finish the model, is the political chart, but now with the extra z-axis added. The original two-dimensional chart allows for the expression of only the first three desires as it leaves the operation of the control bar to politics (the desire for power) by omitting philosophy (the desire for knowledge). In the cave, this would've had produced a three- instead of a four-tiered triangle but by having the latter in place humankind's desire for knowledge can now be accounted for.<br />
<br />
In the original chart, both the axes represent scales extending between two extremes; Left-Right for the x-axis and Authoritarianism-Libertarianism for the y-axis. They point to dualism. What Left and Libertarianism have in common is they are both <i>in</i>clusive just as Right and Authoritarianism are <i>ex</i>clusive. The dualism hence pertains to inclusiveness and exclusiveness. This same idea will be applied to the z-axis (politics) and to the control bar, the desire for knowledge aka philosophy.<br />
<br />
To incorporate the chart into the model the only thing that needs to be done is making the triangle dualistic in nature and to do so, while also taking into account the triangle's hierarchical nature, the only thing that needs to be considered here is the apex because whatever goes down there will trickle down in an information cascade to the tiers below. So the top tier (philosophy) can be either inclusive ('I') or exclusive ('E') even as it assigns either an 'I' or an 'E' value to each of the other three tiers below it. To allow for all the possible permutations to play out, the apex needs to be given four 'I' and four 'E' values which it can then assign to itself and to the other three remaining tiers. Sixteen permutations are made possible this way:<br />
<br />
<i>[Philosophy, Politics, Economics, Sociality]</i> OR <i>[Control Bar, Z-Axis, X-Axis, Y-Axis]</i>
<br />
<style type="text/css">
.tg {border-collapse:collapse;border-spacing:0;margin:0px auto;}
.tg td{font-family:Arial, sans-serif;font-size:14px;padding:10px 5px;border-style:solid;border-width:1px;overflow:hidden;word-break:normal;}
.tg th{font-family:Arial, sans-serif;font-size:14px;font-weight:normal;padding:10px 5px;border-style:solid;border-width:1px;overflow:hidden;word-break:normal;}
.tg .tg-yzt1{background-color:#efefef;vertical-align:top}
.tg .tg-yw4l{vertical-align:top}
</style>
<br />
<table class="tg">
<tbody>
<tr>
<th class="tg-yzt1">1. [I, I, I, I]</th>
<th class="tg-yw4l">5. [I, E, I, I]</th>
<th class="tg-yzt1">9. [E, I, I, I]</th>
<th class="tg-yw4l">13. [E, E, I, I]</th>
</tr>
<tr>
<td class="tg-yzt1">2. [I, I, I, E]</td>
<td class="tg-yw4l">6. [I, E, I, E]</td>
<td class="tg-yzt1">10. [E, I, I, E]</td>
<td class="tg-yw4l">14. [E, E, I, E]</td>
</tr>
<tr>
<td class="tg-yzt1">3. [I, I, E, I]</td>
<td class="tg-yw4l">7. [I, E, E, I]</td>
<td class="tg-yzt1">11. [E, I, E, I]</td>
<td class="tg-yw4l">15. [E, E, E, I]</td>
</tr>
<tr>
<td class="tg-yzt1">4. [I, I, E, E]</td>
<td class="tg-yw4l">8. [I, E, E, E]</td>
<td class="tg-yzt1">12. [E, I, E, E]</td>
<td class="tg-yw4l">16. [E, E, E, E]</td>
</tr>
</tbody></table>
<br />
The permutations point to the Platonic make-up (read: states of mind) of an individual, a community, a nation, or even that of the whole world. That is to say, they represent those values prevailing at a given point in time as opposed to those professed on paper (e.g. constitutionally). These values are in a constant state of flux as Fear transforms 'I's into 'E's and Love transforms 'E's into 'I's. (Fascism, for example, is 'I' transformed into 'E' at the social level, i.e. on the model's y-axis.)<br />
<br />
Every person has a Platonic triangle as does every group, people, or nation. A triangle's size is determined by the extent of influence the philosophy nested in its apex exercises in the physical world. Smaller triangles are superimposed over larger ones. The world's true borders are not delineated by country but are rather determined by the forces of Fear and Love, and they may shift from time to time in a game of triangles.<br />
<br />
As a philosophy cascades down a triangle, it manifests in ever more crude forms of expressions. At its most crude it manifests as a physical structure. For example, people used to build cathedrals, today it's shopping malls: The larger the triangle the more ubiquitous its cathedrals of desires become.<br />
<br />
It should be noted that the cave's interior is a desire-driven and therefore an egoism-proper and therefore an exclusiveness-proper environment while its exterior is a desire-free and therefore an altruism-proper and therefore an inclusiveness-proper environment. As a result, inside the cave the 'E' value is a true value while the 'I' is a false value. By the same token, outside the cave the 'I' is a true value while the 'E' is a false one.<br />
<br />
Thus expression of the 'I' value inside the cave is but a simulated one, an instance of such principles as the golden rule in action. The default expression is that of the 'E' value. But human beings have an intuitive yearning to evolve and to express the true 'I' value, i.e. to step outside of the darkness of the cave and into the bright light of the open expanse. Thus man's obsession with religion and spirituality and his interpretation thereof in an exoteric light, i.e. as an expression of the false 'I' value. Outside the cave the interpretation becomes esoteric in nature, meaning that of the true 'I' value.<br />
<br />
According to <b>Plato</b>, the most important purpose in life should be to look past the veil of illusion and to perceive true reality, something that can apply to individuals (i.e. on a micro scale) and to communities or nations or indeed the whole world (i.e. on a macro scale) alike. However, it is an effort that is as important as it is difficult as it requires a person to have quenched all the egoistic desires save the one for knowledge. The desire for knowledge will then fuel that person's search for answers to the Big Questions, which most certainly will constantly involve putting cherished beliefs through the wringer. And even then true reality will not dawn unless the notions of past and future are quieted and only the now is perceived. It is, however, possible to help the process along by advancing inclusive philosophies, politics, economics, and socialities [I, I, I, I]. Such an endeavor should be in fact <i>the</i> most important thing a nation state could do to justify its existence.<br />
<br />
<br />
* An earlier version was published as an enclosure to an open letter addressed to Dutch politician <b>Geert Wilders</b> with the subject line <i>A Stupid Open Letter to Geert Wilders Pt 2</i>, dated September 26, 2016. The letter can be accessed online here <a href="https://pionirbooks.blogspot.sg/2016/09/a-stupid-open-letter-to-geert-wilders.html" target="_blank">https://pionirbooks.blogspot.sg/2016/09/a-stupid-open-letter-to-geert-wilders.html</a>. Pionir Bookshttp://www.blogger.com/profile/16401405108016475649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-38680711368991049472017-01-23T22:46:00.001+07:002017-01-23T23:19:39.283+07:00Film: 'The Day the Earth Stood Still'<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyX9v6Jxfu3QKZ-_fqJQ95JA-1xLP29MaKXN8TQRblhZMHQGq5pfHCqmYHEiFyPEHfBOurc0ACedfH_RA32kgwKxewAlqtdJt8yRn2CJs5WhxNJ_lqGR-6hZGjLQCSMqOZjBzFtgYB6-ZO/s1600/day-the-earth-stood-still-movie-title.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="The Day the Earth Stood Still (2008)" border="0" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyX9v6Jxfu3QKZ-_fqJQ95JA-1xLP29MaKXN8TQRblhZMHQGq5pfHCqmYHEiFyPEHfBOurc0ACedfH_RA32kgwKxewAlqtdJt8yRn2CJs5WhxNJ_lqGR-6hZGjLQCSMqOZjBzFtgYB6-ZO/s320/day-the-earth-stood-still-movie-title.jpg" title="The Day the Earth Stood Still (2008)" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Film metafisik dengan plot fiksi ilmiah. </td></tr>
</tbody></table>
<i>The Day the Earth Stood Still</i> (<a href="https://youtu.be/tCNUSOyp5Wg" target="_blank">2008</a>) bercerita tentang perubahan pola pikir egoistis ke pola pikir altruistis pada diri manusia. Perubahan tersebut sesungguhnya inti semua ajaran agama dan bersifat metafisik. Konon, dalam hidup, ia ialah hal tersulit untuk dicapai lantaran kiblat pola pikir egoistis manusia kepada ranah fisik: dari sudut pandang pola pikir egoistis ranah metafisik ialah sesuatu yang sifatnya mistik, sesuatu yang terselubung oleh tabir yang hitam pekat.<br />
<br />
Menurut <b>Plato</b>, tujuan terpenting dalam hidup ialah membelah tabir tersebut sehingga kenyataan yang hakiki menjadi diinsafi. Namun, seperti disebut dalam <a href="http://bit.ly/2dm5zon" target="_blank">Model E-I</a>, selain terpenting ia sekaligus hal tersulit untuk dicapai oleh manusia karena ia mensyaratkan bahwa manusia sudah menuntaskan seluruh hasrat egoistisnya (seturut Barisan Hasrat) <i>terkecuali</i> hasrat akan pengetahuan. Hasrat tersebut lantas yang memotori pencarian manusia akan kenyataan yang hakiki.<br />
<br />
Hasrat akan pengetahuan adalah hasrat egoistis tertinggi manusia, yang dalam film dilambangkan oleh Profesor Barnhardt (<b>John Cleese</b>), ilmuwan peraih Hadiah Nobel dalam bidang altruisme biologis. Hasrat itu menjadi hasrat tertinggi karena dalam Gua Plato Model E-I letaknya berbatasan langsung dengan tabir gelap itu. Perhatikan bahwa dalam film, Helen Benson (<b>Jennifer Connelly</b>) menyebut Profesor Barnhardt, dan bukan Menhan AS Regina Jackson (<b>Kathy Bates</b>), sebagai pemimpin manusia yang sesungguhnya. Artinya, hasrat akan pengetahuan lebih tinggi daripada hasrat akan kekuasaan.<br />
<br />
Akan tetapi, pada saat seseorang tengah menjalani hasrat akan pengetahuan, untuk dapat sampai menginsafi kenyataan hakiki, yaitu dengan dibelahnya tabir itu, dia harus merelakan masa lalu dan masa depan sehingga secara murni meninggali masa kini. Dengan kata lain, dia harus merelakan hidupnya yang fana dan pada saat itu menjadi sadar akan kekekalannya. (Pola pikirnya meninggalkan ranah fisik dan mendiami ranah metafisik dan segala hal pada ranah itu pun menjadi jelas.)<br />
<br />
Itulah kenyataan yang hakiki itu. (Tabir telah terbelah.)<br />
<br />
Proses metafisik seseorang merelakan kefanaannya itu dicapai dengan, ibaratnya, melintasi ngarai yang gelap pekat, dan kesadaran akan kekekalan dia itu ibarat timbulnya cahaya terang di ujung ngarai, sebagai pertanda akan keselamatan dia. Dalam film, contoh yang dipakai bukan ngarai, tetapi tepi jurang: '<i>Only at the precipice do we evolve</i>,' ujar Profesor Barnhardt. '<i>At the precipice we change</i>,' ujar Klaatu (<b>Keanu Reeves</b>). Manusia berubah/ berevolusi (menjadi berpola pikir altruistis) pada saat dia berada di tepi jurang (atau ngarai yang gelap pekat).<br />
<br />
Tidak bisa tidak, perjalanan ke tepi jurang itu adalah sesuatu yang harus dijalani oleh setiap insan secara pribadi, tetapi, setidaknya, pengetahuan tentang adanya jurang itu mesti disiarkan semenjak dini kepada umum dan dijadikan inti pendidikan pada sekolah. Dengan demikian negara sebagai penyelenggara sistem pendidikan dapat memusatkan perhatian pada pemajuan Barisan Hasrat bagi seluruh komponen bangsa sehingga, dengan demikian, bangsa akan selalu memaju alih-alih bergerak ke belakang pada Barisan Hasrat dan, dengan demikian, hal-hal regresif seperti fasisme bisa dihindari.<br />
<br />
<br />
<b>Laurens Sipahelut</b><br />
Tangerang, 23 Januari 2017<br />
<br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1Ynr07Blxz0Cpi1VxpAjlhTqhV_L-NMH3xwjxe9hQvssXIxSqIN_I9e7ncltvICzBs1SIJ_IvA6qI7tdFDdLo8PttTVWPbu_AMgueRpVWP6C7MaQ9f2QmDM4HWwvHOANeZzzGiinmpqHS/s1600/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Kekekalan Laten Fasisme" border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1Ynr07Blxz0Cpi1VxpAjlhTqhV_L-NMH3xwjxe9hQvssXIxSqIN_I9e7ncltvICzBs1SIJ_IvA6qI7tdFDdLo8PttTVWPbu_AMgueRpVWP6C7MaQ9f2QmDM4HWwvHOANeZzzGiinmpqHS/s320/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" title="Kekekalan Laten Fasisme" width="200" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kekekalan Laten Fasisme</td></tr>
</tbody></table>
<i>Tulisan di atas diturunkan dalam rangka terbitnya </i>Kekekalan Laten Fasisme<i> karya <b>Rob Riemen</b> yang diluncurkan pada Sabtu, 4 Juni 2016, di Toko Buku Gunung Agung Margocity, Depok, dengan menghadirkan narasumber <b>Rocky Gerung</b> (FIB UI). Buku dapat dibeli pada Toko Buku Gunung Agung cabang:</i><br />
<ul>
<li><i>Jakarta Pusat (Atrium, Kwitang 06, Kwitang 38)</i></li>
<li><i>Jakarta Barat (Trisakti)</i></li>
<li><i>Jakarta Timur (Arion, Kramat Jati, Pondok Gede, Tamini Square)</i></li>
<li><i>Jakarta Selatan (Blok M Plaza, Senayan City)</i></li>
<li><i>Tangerang Selatan (BSD)</i></li>
<li><i>Tangerang (Tangcity Mall)</i></li>
<li><i>Bandung (BIP)</i></li>
<li><i>Bekasi (Bekasi CyberPark)</i></li>
<li><i>Depok (Margo City)</i></li>
<li><i>Semarang (Citraland Semarang, Paragon Mall)</i></li>
<li><i>Surabaya (Galaxy Surabaya, Surabaya Delta)</i></li>
<li><i>Denpasar (LIBBI Denpasar)</i></li>
</ul>
Pionir Bookshttp://www.blogger.com/profile/16401405108016475649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-502631564795396972017-01-15T00:00:00.000+07:002017-01-15T13:38:14.282+07:009 Cara Iptek Melacak Seni Palsu<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPiZvFHK7rpNZWO67HRjcb5C-mvjXboWc_GzC2rEqORgu3ISIJFLoF8gYhz02E6omqps9SdH1PTvJg-Wdyx_2K7Wd9qDa_4WV5lft3saGhliNLF9TZd1pFqeopHMVXZcWZ_NiXicTlIfCj/s1600/Mona_Lisa_detail_eyes.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Pola retakan pada lukisan 'Mona Lisa'." border="0" height="166" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPiZvFHK7rpNZWO67HRjcb5C-mvjXboWc_GzC2rEqORgu3ISIJFLoF8gYhz02E6omqps9SdH1PTvJg-Wdyx_2K7Wd9qDa_4WV5lft3saGhliNLF9TZd1pFqeopHMVXZcWZ_NiXicTlIfCj/s320/Mona_Lisa_detail_eyes.jpg" title="Pola retakan pada lukisan 'Mona Lisa'." width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Pola retakan pada lukisan 'Mona Lisa'.</td></tr>
</tbody></table>
Saban tahun transaksi jual beli seni mencapai kurang lebih $ 64 miliar. Masalahnya, 2 sampai 50 persen dari seni yang diperjualbelikan itu diperkirakan palsu. Akan tetapi, Iptek ternyata bisa membantu menetapkan mana karya yang asli, dan mana yang palsu.<br />
<br />
<h3>
1. Menafsirkan Pola Retakan</h3>
Pola retakan (<i>craquelure</i>)—jaringan retak halus pada permukaan lukisan berumur tua—pada setiap karya seni sifatnya khas. Selama berabad-abad lamanya, pemalsu meniru efek tersebut dengan memakai pelarut, sketsa pensil, formaldehida, dan lilin lebah beku. (Misalnya, pemalsu <b>Han van Meegeren</b> [1889-1947] pernah menuakan sebuah karya <b>Vermeer</b> palsu dengan cara memanggangnya di dalam oven piza.) Banyak museum yang sekarang memiliki catatan lengkap tentang pola retakan lukisan, dan ilmuwan kini menggunakan Penyantiran Transformasi Reflektans untuk menciptakan 'peta topografis' retakan pada permukaan lukisan.<br />
<br />
<h3>
2. Mengendus Aspalan dengan Debu Nuklir</h3>
Antara 1945 dan 1963, yaitu tahun berlakunya traktat Pelarangan Uji Coba Nuklir, terjadi kurang lebih 2000 uji coba bom nuklir. Ledakan-ledakan tersebut membanjiri planet kita dengan isotop radioaktif—terutama sesium-137, karbon-14, dan strontium-90—yang lantas mengontaminasi tanah di seluruh belahan dunia, termasuk tanaman rami dan minyak biji rami yang menjadi bahan cat modern. Hasilnya? Sebagian besar lukisan yang dibuat pasca-1945 memuat isotop tersebut. Dengan bantuan spektrometer massa, ilmuwan kini bisa menguji sebuah lukisan guna menyelisik apakah kandungan atom radioaktifnya berada dalam takaran yang kelewat tinggi. Teknik tersebut, misalnya, pernah membuktikan bahwa sebuah karya <b>Fernand Léger</b> yang konon dilukis pada 1913, ternyata aspalan yang dibuat bertahun-tahun setelah orangnya mati pada 1955.<br />
<br />
<h3>
3. Cincin Pohon Tidak Berbohong</h3>
Seniman seperti <b>Rembrandt</b> dan <b>Holbein</b> gemar melukis pada panel kayu. Panel kayu mengandung apa yang disebut cincin pohon. Ketebalan cincin pohon ditentukan oleh cuaca. Pada saat cuaca bagus cincin pohon yang terbentuk berukuran tebal. Kala cuaca buruk cincin pohon menyempit. Lewat metode dendrokronologi ilmuwan bisa menentukan keaslian sebuah karya seni dengan membandingkan pola ketebalan cincin terhadap sebuah sampel pohon, lalu menetapkan usia dan asal kayunya.<br />
<br />
<h3>
4. Menerawang Lukisan dengan Radiasi Inframerah</h3>
Pelukis lazimnya membuat gambar rancangan terlebih dahulu pada kanvas sebelum mulai melukis. Pakar bisa menerawang coretan-coretan itu dengan bantuan inframerah reflektografi, suatu teknik yang menembakkan riak-gelombang radiasi ke sebuah karya seni untuk menerawang gambar yang tersembunyi di bawah lapisan cat. Pada 1954, sebuah tim sejarawan seni mendapati adanya salinan kedua lukisan <b>Francesco Francia</b> <i>Perawan Maria dan Bayi dengan Malaikat</i>. Hal itu berbuntut dengan kontroversi yang awet selama puluhan tahun, yang berujung dengan kesimpulan bahwa salinan di National Gallery, London, merupakan karya aspalan abad ke-19 dan bahwa versi yang kini disimpan di Carnegie Museum of Art, Pittsburgh, adalah karya asli. Hal itu terungkap pada 2009 berkat bantuan uji reflektogram inframerah. Si pemalsu mensketsa lukisan di National Gallery dengan grafit, bahan yang semasa <b>Francia</b> belum tersedia.<br />
<br />
<h3>
5. Menembus Permukaan dengan Sinar-X</h3>
Sinar-x ternyata sanggup mengangkat tabir masa lalu sebuah lukisan. Selama bertahun-tahun, kurator Fogg Art Museum, Cambridge, Amerika Serikat, meyakini bahwa <i>Potret Seorang Perempuan</i> adalah hasil karya <b>Francisco de Goya</b>. Akan tetapi, pada 1954, sinar-x mengungkapkan adanya potret lain yang tersembunyi di bawah permukaan lukisan itu. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa lukisan yang terbenam itu mengandung cat putih zink—pigmen yang pada masa <b>de Goya</b> belum tersedia.<br />
<br />
<h3>
6. Mengendus Pigmen Ganjil Menggunakan Laser</h3>
Pada 1923, pemalsu <b>Han van Meegeren</b> memalsukan lukisan <b>Frans Hals</b> abad ke-17 <i>Si Kavalier yang Tergelak</i> dengan meyakinkan. Kalangan pakar baru pada kemudian hari menyadari bahwa mereka ternyata terkecoh ketika, dengan menggunakan difraksi sinar-x, mereka mendapati bahwa lukisan itu mengandung cat ultramarin sintetis, sebuah pigmen yang baru ditemukan 162 tahun setelah <b>Hals</b> meninggal. Kalangan sejarawan seni zaman sekarang menggunakan spektroskopi Raman untuk menemukan pigmen-pigmen ganjil. (Spektroskop Raman menembakkan laser ke pigmen. Begitu cahaya terhambur dari lukisan, mesin membaca cap-jari kimiawi khas masing-masing pigmen.)<br />
<br />
<h3>
7. Mengindra Aspalan Menggunakan Cahaya UV </h3>
Pada 1989, FBI menangkap <b>Robert Trotter</b> karena memalsukan karya pelukis abad ke-19 <b>John Haberle</b>. FBI berhasil menciduk <b>Trotter</b> berkat bantuan cahaya UV. Pasal, siraman cahaya UV menjadikan pernis pada lukisan tua bercahaya. Akan tetapi, lukisan berusia muda berpendar lebih sedikit, dan acap memancarkan pijar secara sangat seragam. Taktik <b>Trotter</b> adalah, dia menyaput karya-karya aspalan dia dengan pernis kopal yang, di bawah cahaya UV, menghasilkan kemilau yang tampak meyakinkan di mata seorang tenaga amatir, tetapi bagi seorang profesional terlihat kelewat seragam untuk lukisan yang sudah berumur 100 tahun.<br />
<br />
<h3>
8. Gali Bakat Terpendam Kamu di Bidang Keresersean</h3>
Sebelum ada mesin-mesin canggih yang bisa melacak karya palsu, kurator menggunakan metode Morelli. <b>Giovanni Morelli</b> adalah seorang kritikus seni pada abad ke-19 asal Italia yang memiliki bakat khusus menetapkan autentisitas sebuah lukisan hanya dengan menggunakan mata telanjang. Dia mengetahui bahwa seniman mengikuti pakem tertentu kala melukis bagian yang kecil-kecil seperti kuping, mata atau kuku, dan dia meyakini bahwa apabila seorang kritikus menghayati kebiasaan-kebiasaan seorang seniman dalam melukis bagian tubuh tertentu seperti itu, dia bisa menentukan orang yang memegang kuas. (<b>Morelli</b> kebetulan juga bergelar dokter dan dia meyakini bahwa menentukan sebuah karya seni lewat bagian yang kecil-kecil ibarat mendiagnosis penyakit.) <b>Morelli</b> mengenal paman <b>Arthur Conan Doyle</b> dan bisa jadi kemampuan <b>Morelli</b> untuk melacak petunjuk-petunjuk penting yang tampak remeh lantas mengilhami <b>Doyle</b> untuk menciptakan tokoh <b>Sherlock Holmes</b> yang terkenal itu.<br />
<br />
<h3>
9. Hati-Hati: Salah Eja Bisa Berakibat Fatal</h3>
Selama 17 tahun di bengkel halaman belakang rumahnya <b>Shaun Greenhalgh</b> memalsukan apa saja, mulai dari pahatan karya <b>Gauguin</b> sampai patung-patung Mesir berusia 3300 tahun. Hebatnya lagi, dia menuakan karya seni 'purbakala'-nya itu cukup dengan bantuan teh dan lempung. Dia sukses mengadali berjibun pecinta seni dan museum hingga pada 2006 Scotland Yard menciduknya. Kesalahan dia? Kalangan pakar museum-museum di Inggris mendapati bahwa tiga dari naskah kuneiform dia bertaburan salah eja. (Akan tetapi, Museum Victoria and Albert rupanya cukup terkesan dengan karya-karya aspalan <b>Greenhalgh</b>: pada 2010, karya-karya dia diikutsertakan dalam sebuah pameran yang diadakan oleh mereka.)<br />
<br />
<h3>
Bonus: Yang Barangkali Belum Kamu Tahu tentang Michelangelo</h3>
<b>Michelangelo</b> ternyata mengawali kariernya sebagai pemalsu seni. Pada 1496, pada usia 20 tahun, dia memalsukan patung Cupid, menguburnya di dalam tanah asam untuk menjadikannya tampak tua, dan lantas menjualnya sebagai 'benda kuno'. Saking canggih aspalannya, ketika si pembeli tahu bahwa karya itu palsu, orangnya tidak menjadi gusar. Malah, <b>Michelangelo</b> boleh tetap menyimpan bayarannya dan kabar yang beredar tentang penipuannya justru melejitkan kariernya.<br />
<br />
<i>Sumber: <a href="http://mentalfloss.com/article/88964/9-ways-science-helps-catch-counterfeit-art" target="_blank">MentalFloss.com</a></i><br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiz797Oc1jsKlFMPqGqSRjGC6cH0F4ow0epVzC9jecTrE4i0XTYMz198Ko-JSTl87n-pVLCSzXIsiURRLAxI7AQzG8MHcImMEHbNdkO1EXRk5XvTv_ex7auTmu6uzx6Xlm0UZKrcyzvIxWw/s1600/Palsu_-_PB_-_FP.png" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Palsu. Akan terbit." border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiz797Oc1jsKlFMPqGqSRjGC6cH0F4ow0epVzC9jecTrE4i0XTYMz198Ko-JSTl87n-pVLCSzXIsiURRLAxI7AQzG8MHcImMEHbNdkO1EXRk5XvTv_ex7auTmu6uzx6Xlm0UZKrcyzvIxWw/s320/Palsu_-_PB_-_FP.png" title="Palsu. Akan terbit." width="225" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Palsu. Akan terbit.</td></tr>
</tbody></table>
<i>Tulisan di atas diturunkan dalam rangka akan terbitnya </i>Palsu<i>, edisi bahasa Indonesia thriller novelis Belanda <b>Elvin Post</b>. Ikuti perkembangannya pada akun Twitter Pionir Books (@PionirBooks) lewat tagar #PalsuNovelElvinPost.</i>Pionir Bookshttp://www.blogger.com/profile/16401405108016475649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-14176537230325558712017-01-09T21:36:00.000+07:002017-01-09T21:36:18.509+07:00Ikhtiar Bernama FasismeFasisme adalah ikhtiar untuk mencapai maksud tertentu, yang bisa saja berupa peralihan bentuk pemerintahan dari, misalnya, republik menjadi autokrasi. Namun, ia ikhtiar yang bengkok karena cara ia bekerja ialah dengan menyebabkan masyarakat mengalami kemunduran secara rohaniah: masyarakat yang semula secara rohaniah memiliki wawasan progresif, yaitu hendak meraih pengetahuan, berbalik menjadi berwawasan regresif, yaitu dibekap oleh hasrat untuk bertahan hidup lantaran dibayangi ancaman. Ancaman itu bisa riil, bisa juga dipersepsikan. Ancaman itu pula menjadi komoditas fasisme.<br /><br />Menurut Progresi Hasrat, pengetahuan adalah hasrat egoistis paling tinggi sementara kesintasan adalah hasrat egoistis yang paling rendah. Hasrat-hasrat itu ialah sifat manusia dan oleh karenya tidak baik maupun buruk (tetapi sekadar manusiawi). Yang penting adalah mereka diinsafi dan dipahami. (Catatan: lembaga peradaban modern memasabodohkan hal itu sehingga manusia dikondisikan untuk hidup dalam ketidaktahuan.)<br /><br />Fasisme lekat dengan kekerasan karena menempati ranah hasrat terendah itu, yaitu hasrat untuk bertahan hidup. Pada ranah itu kekerasan (bahasa tubuh) menjadi sarana pengungkapan yang afdal. Fasisme secara kebetulan juga diketahui tidak sungkan melakukan pembakaran buku (repositori pengetahuan).<br /><br />Setelah maksud tercapai dan ikhtiar bernama fasisme itu bisa disimpan kembali di dalam kotak, akankah apa pun yang tercipta dalam rangka maksud itu berjalan langgeng? Jawabannya: ya, apabila sesuatu yang tercipta itu mampu mengelola hasrat egoistis manusia secara adil dan bijaksana. Bila tidak, jawabannya: tidak, karena manusia secara naluriah ingin memuliakan dirinya secara rohaniah.<br /><br />Fasisme alat yang berbahaya lebih-lebih karena ia mensyaratkan berlangsungnya regresi rohaniah pada manusia. Sebaiknya, sekali-kali ia jangan dipakai.<br />
<br />
<br />
<b>Laurens Sipahelut</b><br />
Tangerang, 9 Januari 2017<br />
<br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzugJ1b5pvLynII1Cro_5ppkuqpCvGkS_a2hDmTs25lw-ZW3K11N04FBPKwVBHODBR4Qz0Rr-pqRE7SpmC4fPbNhwx0TRlEI41tRpIygX0s0JfN8ZXPEkOqoQmn9fakyqW2j6UOFmEtkbb/s1600/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Kekekalan Laten Fasisme" border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzugJ1b5pvLynII1Cro_5ppkuqpCvGkS_a2hDmTs25lw-ZW3K11N04FBPKwVBHODBR4Qz0Rr-pqRE7SpmC4fPbNhwx0TRlEI41tRpIygX0s0JfN8ZXPEkOqoQmn9fakyqW2j6UOFmEtkbb/s320/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" title="Kekekalan Laten Fasisme" width="200" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kekekalan Laten Fasisme </td></tr>
</tbody></table>
<i>Tulisan di atas ditulis dalam rangka terbitnya </i>Kekekalan Laten Fasisme<i> karya <b>Rob Riemen</b> yang diluncurkan pada Sabtu, 4 Juni 2016, di Toko Buku Gunung Agung Margocity, Depok, dengan menghadirkan narasumber <b>Rocky Gerung</b> (FIB UI). Buku dapat dibeli pada Toko Buku Gunung Agung cabang:</i><br />
<ul>
<li><i>Jakarta Pusat (Atrium, Kwitang 06, Kwitang 38)</i></li>
<li><i>Jakarta Barat (Trisakti)</i></li>
<li><i>Jakarta Timur (Arion, Kramat Jati, Pondok Gede, Tamini Square)</i></li>
<li><i>Jakarta Selatan (Blok M Plaza, Senayan City)</i></li>
<li><i>Tangerang Selatan (BSD)</i></li>
<li><i>Tangerang (Tangcity Mall)</i></li>
<li><i>Bandung (BIP)</i></li>
<li><i>Bekasi (Bekasi CyberPark)</i></li>
<li><i>Depok (Margo City)</i></li>
<li><i>Semarang (Citraland Semarang, Paragon Mall)</i></li>
<li><i>Surabaya (Galaxy Surabaya, Surabaya Delta)</i></li>
<li><i>Denpasar (LIBBI Denpasar)</i></li>
</ul>
Pionir Bookshttp://www.blogger.com/profile/16401405108016475649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-52954109700484040792016-12-10T00:00:00.000+07:002016-12-10T00:00:22.198+07:00Ada di Mana Rayahan Museum Gardner? (Bagian III: Akhir)<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjV06NAnDvyq0zHxcepa1k_I_cESJ7J52zsnUIOBrLOcYWjnef3o48SLbyNTWXVWgsQKpRN_JR8wnNbALcmLKdAR5mTKH1xgJXeBQqEiRVXKHRd9KRbpmZFdzxswXpoahed7QHdweHvnV9m/s1600/Rembrandt_-_Self_portrait_etching_-_ISGM.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Di mana Rembrandt?" border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjV06NAnDvyq0zHxcepa1k_I_cESJ7J52zsnUIOBrLOcYWjnef3o48SLbyNTWXVWgsQKpRN_JR8wnNbALcmLKdAR5mTKH1xgJXeBQqEiRVXKHRd9KRbpmZFdzxswXpoahed7QHdweHvnV9m/s320/Rembrandt_-_Self_portrait_etching_-_ISGM.jpg" title="Di mana Rembrandt?" width="270" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Di mana Rembrandt?</td></tr>
</tbody></table>
Pada Mei 1980, pemain virtuoso biola <b>Roman Totenberg</b> kecurian biola Stradivarius miliknya. Setelah tampil pada suatu konser Longy School of Music di Cambridge, Massachusetts, <b>Totenberg</b>, direktur sekolah tersebut, meninggalkan biolanya yang dibuat pada 1734 di dalam kantornya guna menghadiri suatu perjamuan. Begitu dia kembali, biolanya raib. <b>Totenberg</b> meninggal pada 2012 dalam usia 101, tanpa pernah melihat biolanya kembali.<br />
<br />
Setelah 35 tahun, biola Stradivarius itu kembali. <b>Philip S. Johnson</b>, seorang pemain biola yang lama menjadi tersangka kasus pencurian itu, mewariskannya kepada mantan istri dia ketika dia meninggal pada 2011. Empat tahun kemudian perempuan itu membawanya kepada seorang juru taksir, yang mengenalinya sebagai biola milik <b>Totenberg</b>. Pada Agustus 2016, pihak FBI mengembalikan biola tersebut kepada <b>Nina Totenberg</b> dalam suatu upacara di kantor Kejaksaan AS, Manhattan.<br />
<br />
Apabila sebuah biola adikarya bisa kembali ke pemiliknya, begitu pula halnya dengan sebuah lukisan adikarya. Seperti biola <b>Totenberg</b>, ujar <b>Amore</b>, seni curian sering kali ditemukan kembali satu generasi setelah pencurian terjadi. Pada saat itu, 'orang yang paling disegani yang terlibat dalam kejahatan telah meninggal atau tidak terlalu ditakuti lagi,' ujar <b>Amore</b>. 'Sehingga, sekarang orang berani muncul ke publik.'<br />
<br />
Sering kali petunjuk dari masyarakat berujung dengan kembalinya seni yang hilang dicuri: 'Orang yang mendatangi kami dan mengaku bahwa dia telah melihat sesuatu, bahwa dia mengetahui sesuatu.' Petunjuk seperti itu lazimnya datang dari seorang sahabat atau anggota keluarga si pencuri seni. 'Sayangnya, tidak pernah yang punya petunjuk seperti itu berasal dari orang yang sedang mencari angin dan kebetulan melihat sebuah lukisan lewat sebuah jenderal rumah,' ujar <b>Amore</b>. 'Lukisan-lukisan seperti itu tidak dipajang di rumah orang. Mereka disembunyikan.'<br />
<br />
Terkadang, seorang informan kriminalis yang memberikan petunjuk, atau orang yang menyimpang barang seninya bersedia berunding. 'Kadang, barang seni curian dipakai untuk menegosiasikan keringanan hukuman,' ujar <b>Amore</b>. 'Ada malah yang mencuri sebuah karya seni untuk nantinya digunakan sebagai alat negosiasi seandai suatu saat dia terancam masuk bui.'<br />
<br />
Seperti biola Stradivarius itu, karya seni Museum Gardner mungkin berada pada seseorang yang tidak mencurinya atau menyembunyikannya. 'Yang saya khawatirkan, barangnya ada pada seorang yang tidak bersalah,' ujar <b>Amore</b>, 'tetapi orangnya takut untuk muncul ke publik gara-gara merasa takut akan suatu bahaya dari dunia luar.'<br />
<br />
Di Amerika, menyimpan secara sadar harta curian tergolong sebagai tindak pidana, tetapi kantor Kejaksaan AS di Boston telah menawarkan kemungkinan diberikannya kekebalan bagi siapa saja yang membantu memulangkan karya seni milik Museum Gardner. Menurut <b>Amore</b>, pihak museum bisa melindungi jati diri seorang pemberi petunjuk dan menyerahkan imbalan $5 juta itu secara awanama, lewat perantaraan seorang kuasa.<br />
<br />
'Yang diinginkan oleh museum cuma lukisannya,' ujar <b>Amore</b>. 'Saya sebisa mungkin berusaha untuk memastikan bahwa mereka yang datang memberikan informasi, bahwa nama mereka tidak pernah bakal bocor. Kami punya cara-cara tertentu untuk menjamin itu, untuk membayar imbalannya, sehingga nama si penerima tidak akan diketahui oleh khayalak ramai.'<br />
<br />
Hal itu memperbesar kemungkinan bahwa misteri terbesar kota Boston itu bisa jadi akan berakhir secara misterius, bahwa pada suatu saat warga kota Boston bakal bisa melihat kembali lukisan-lukisan yang hilang terpampang di dinding galeri Museum Gardner, tetapi tanpa pernah mengetahui siapa para pelaku pencuriannya dan bagaimana lukisan berhasil dikembalikan. 'Apabila sebuah karya berhasil dipulangkan kembali, sering informasinya langka dan tidak jelas,' ujar <b>Amore</b>, 'soalnya ada bagian-bagian pada kisah yang tidak bisa diceritakan.' Bagi <b>Amore</b> itu sah-sah saja. 'Saya jauh lebih mementingkan pulangnya kembali karya yang hilang ketimbang kisahnya,' ujar dia.<br />
<br />
Kemungkinan lain ialah bahwa misteri Gardner tidak pernah akan terpecahkan. Bisa saja karya seninya telah dihancurkan, atau telah menjadi kelewat rusak sehingga imbalan $5 juta menjadi tidak berlaku lagi, atau mungkin mereka telah lenyap karena pencurinya telah meninggal tanpa pernah mengungkapkan lokasi karya seni itu. Akan tetapi, <b>Amore</b> tidak terlalu memusingkan skenario terburuk seperti itu. Kurang lebih 80 persen adikarya-adikarya yang dicuri, ujarnya, pada akhirnya kembali ke tempat asal.<br />
<br />
'Begitu banyak orang yang tertarik pada kasus ini,' ujar <b>Amore</b>. 'Apabila ingin membantu, silakan simak baik-baik gambar-gambar lukisan. Dengan cara itulah kasus ini bisa dituntaskan.' Situs Museum Gardner menyajikan suatu presentasi berisikan karya seni yang hilang dicuri, dan pada laman FBI mengenai kasus itu terpampang gambar setiap karya yang hilang.<br />
<br />
Setiap potong informasi bisa membantu. 'Saya tidak berharap tiba-tiba ada yang menelepon dengan pesan, "Lukisannya ada di Loker 3 di tempat penitipan barang anu",' ujarnya. 'Sebetulnya ini lebih mirip menyusun sebuah teka teki gambar, kita mulai dengan bagian tepi, lalu orang memberikan potongan-potongan pelengkap.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
'Sering kali, pada saat menyusun teka teki gambar, ada satu potong yang langsung membuat gambar menjadi tersusun lebih cepat. Saya tidak mau mengoyok mencari potongan yang seperti itu. Saya mencari potong-potong yang lebih kecil yang bisa saya susun menjadi bagian yang lebih besar.'<br /><br />S<i>umber:</i> <a href="http://www.bostonmagazine.com/news/blog/2016/03/13/gardner-museum-heist/" target="_blank">BostonMagazine.com</a><i> </i><br />
<br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0GjUGGKt50VjwgtzwloIq0It8wzwz4apYpT1q58dS7deuBapvMCmgdqHDxB61_G7wNSC-tBEurmFR2LCAEV_SuhIheYONh0dGP4lXMg_Mv2BkabxXlf2ULQbZ9WbBfrRP0RG7nKEvbzzq/s1600/Palsu_-_PB_-_FP.png" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Palsu. Akan terbit." border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0GjUGGKt50VjwgtzwloIq0It8wzwz4apYpT1q58dS7deuBapvMCmgdqHDxB61_G7wNSC-tBEurmFR2LCAEV_SuhIheYONh0dGP4lXMg_Mv2BkabxXlf2ULQbZ9WbBfrRP0RG7nKEvbzzq/s320/Palsu_-_PB_-_FP.png" title="Palsu. Akan terbit." width="225" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Palsu. Akan terbit.</td></tr>
</tbody></table>
<i>Tulisan di atas diturunkan dalam rangka akan terbitnya </i>Palsu<i>, edisi bahasa Indonesia thriller novelis Belanda <b>Elvin Post</b>. Ikuti perkembangannya pada akun Twitter Pionir Books (@PionirBooks) lewat tagar #PalsuNovelElvinPost.</i>Pionir Bookshttp://www.blogger.com/profile/16401405108016475649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-44048007408396067492016-12-03T00:00:00.000+07:002016-12-03T00:00:05.835+07:00Ada di Mana Rayahan Museum Gardner? (Bagian II)<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgGnFTVzs33sn2-PLoVD0L2KoGZ1KRjACOcVm8iF6ysPbtl31n_G3Remvcxcb5oh7Umz3rgjqSL5i5O8TXLO-CD4_knWCKNdh-oTXPh7_YePiJXsZdXJKgHi-5aKeKh7_VPYsCGWWQjlOo5/s1600/Empty_Frames_at_Isabella_Stewart_Gardner_Museum.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Kristus dalam Badai di Atas Danau Galilea: hilang." border="0" height="199" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgGnFTVzs33sn2-PLoVD0L2KoGZ1KRjACOcVm8iF6ysPbtl31n_G3Remvcxcb5oh7Umz3rgjqSL5i5O8TXLO-CD4_knWCKNdh-oTXPh7_YePiJXsZdXJKgHi-5aKeKh7_VPYsCGWWQjlOo5/s320/Empty_Frames_at_Isabella_Stewart_Gardner_Museum.jpg" title="Kristus dalam Badai di Atas Danau Galilea: hilang." width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kristus dalam Badai di Atas Danau Galilea: lenyap.</td></tr>
</tbody></table>
'Bayangan akan seorang pencuri seni profesional, seorang pencuri lihai yang mencuri adikarya-adikarya pilihan, itu keliru,' ujar <b>Amore</b>. 'Tidak ada kaitannya sama sekali ini dengan oknum yang menginginkan sebuah karya seni untuk melengkapi koleksinya. Mereka ini cuma mencuri demi duit.'<br />
<br />
Sangat jarang orang yang mencuri sebuah adikarya mengulang kembali perbuatannya, ujar <b>Amore</b>, karena mereka dengan cepat mendapati bahwa lukisannya sulit dilego. 'Nasib mencuri sebuah karya seni yang dikenal luas ialah, penadah tidak ada yang mau menyentuh,' ujar <b>Amore</b>.<br />
<br />
<b>Amore</b> hanya mengetahui dua pencuri sepanjang sejarah yang pernah mencuri barang seni lebih dari sekali. Satu bernama <b>Adam Worth</b>, seorang penjahat pada abad ke-19 yang menjadi ilham tokoh <b>Professor Moriarty</b>, musuh bebuyutan <b>Sherlock Holmes</b>. Satunya lagi adalah pencuri seni ahli, <b>Myles Connor</b>, yang pada 1975 mencuri sebuah <b>Rembrandt</b> dari Museum Seni Rupa, Boston, yang kemudian dia pakai untuk mengurangi hukuman yang dijatuhkan kepadanya setelah mencuri sejumlah lukisan <b>N.C. Wyeth</b> dan <b>Andrew Wyeth</b> satu tahun sebelumnya.<br />
<br />
'Dia pencuri seni tercanggih yang pernah hidup,' ujar <b>Amore</b>. Akan tetapi, tambahnya, '<b>Myles Connor</b> tidak melakukan perampokan Museum Gardner. Seandai <b>Myles</b> pada saat kejadian tidak sedang berada di dalam penjara, pelakunya mestinya dia. Tetapi kita tahu bahwa bukan dia pelakunya.' <b>Connor</b> suka menggadang bahwa dialah yang menjadi ilham perampokan Gardner sembari mengaku bahwa rekan-rekan dia mengeksekusi rencana yang seyogianya dibidani oleh dia. Akan tetapi, sejumlah tawaran <b>Connor</b> pada akhir 1990-an untuk membantu mencari lukisan-lukisan yang raib itu tidak ada yang terlaksana. <b>Amore</b>, yang pernah bertemu dengan <b>Connor</b>, menafikan pengakuan-pengakuan <b>Connor</b> itu. 'Yakin aku; seandai sekarang dia tahu lokasinya di mana, lukisan sudah ada di tangan kita.'<br />
<br />
Pada 1990, siasat yang dipakai para pencuri, yaitu dengan menyamar sebagai petugas polisi, lazim digunakan dalam aksi-aksi perampokan di bilangan Massachusetts. Jadi, <b>Amore</b> ingin memperoleh petunjuk dari masyarakat yang mungkin mengetahui kriminalis yang mungkin saja terlibat dalam perampokan Gardner, atau yang pernah memakai siasat-siasat serupa dan yang barangkali memiliki seragam polisi. 'Kami ingin melacak otak pencurian,' ujarnya.<br />
<br />
Akan tetapi, yang lebih-lebih didambakan oleh <b>Amore</b> ialah petunjuk yang bisa membawanya ke lukisan-lukisan itu--bukan ke para pencurinya. Pada, 2013, dalam rangka peringatan tahun ke-23 kasus pencurian Gardner, petugas-petugas FBI, dengan didampingi <b>Amore</b>, mengumumkan bahwa mereka meyakini bahwasanya mereka telah berhasil menetapkan identitas para pelakunya, dan bahwa lukisan-lukisan itu ternyata beredar dalam kalangan kejahatan terorganisasi di Connecticut dan Philadelphia. Tahun lalu, sebelum peringatan tahun ke-25, <b>Amore</b> dan petugas FBI yang mengetuai penyelidikan membocorkan lebih banyak petunjuk seputar teori mereka terkait kasus itu. Kasus pencurian Gardner berkisar seputar almarhum <b>Carmello Merlino</b>, pemilik bengkel mobil di bilangan Dorchester, Boston, yang memiliki hubungan dengan Mafia, selain juga seputar <b>George Reissfelder</b> dan <b>Leonard DiMuzio</b>. Baik <b>Reissfelder</b> maupun <b>DiMuzio</b> meninggal pada 1991, dan keduanya menyerupai sketsa polisi para pelaku pencurian. <b>Reissfelder</b> membawa sebuah Dodge Daytona merah, mobil yang dipergoki para pelajar tengah terparkir di luar gedung Gardner itu. 'Dulu kami pernah bilang bahwa kami sudah pegang identitas para pelakunya,' ujar <b>Amore</b>, 'tetapi hal itu tidak serta-merta membawa kami ke lukisan.'<br />
<br />
Selama bertahun-tahun Museum Gardner menawarkan imbalan $5 juta untuk petunjuk yang bisa berujung dengan dikembalikannya ketiga belas karya seni itu dalam kondisi apik. Tahun lalu, pihak museum mengumumkan imbalan $100.000 yang terpisah dari yang $5 juta untuk elang perunggu dari zaman <b>Napoleon</b> itu, karena ada kemungkinan bahwa benda itu sejak pencurian telah berpencar dari karya-karya lukisannya. 'Mungkin ia diambil sebagai tanda kenang-kenangan,' ujar <b>Amore</b>. 'Bisa saja benda itu sekarang ada di rumah atau toko antik seseorang.' Harian <i>Hartford Courant</i> pernah menurunkan laporan bahwa bertahun-tahun yang lalu elang tersebut pernah terlihat di lahan mobil bekas milik <b>Robert Gentile</b>.<br />
<br />
Petunjuk mengenai keberadaan seni Gardner jumlahnya sedikit dan bersifat samar. 'Itu berarti bahwa mereka belum sempat beredar terlalu luas,' ujar <b>Amore</b>. Sekitar 2003, menurut seorang saksi FBI, pihak tertentu di Philadelphia berupaya menjual <i>Kristus dalam Badai di Atas Danau Galilea</i> karya <b>Rembrandt</b>. Seorang penuntut federal di Hartford, Connecticut, menyatakan di depan meja hijau bahwa pada 2015 <b>Gentile</b> berusaha menjual beberapa di antara lukisan Gardner kepada seorang petugas FBI yang tengah menyamar; pengacara <b>Gentile</b> menyatakan bahwa kliennya cuma membual dan bahwa lukisan itu tidak ada pada dia.<br />
<br />
'Orang beranggapan bahwa karena seperempat abad telah lewat, benda-benda itu sudah lama hilang,' ujar <b>Amore</b>. Belum tentu. 'Siapa pun yang waktu itu pegang lukisannya, kemungkinan dia masih memiliki semua atau sebagian dari koleksi itu.'<br />
<br />
<i>Sumber:</i> <a href="http://www.bostonmagazine.com/news/blog/2016/03/13/gardner-museum-heist/" target="_blank">BostonMagazine.com</a><br />
<br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0GjUGGKt50VjwgtzwloIq0It8wzwz4apYpT1q58dS7deuBapvMCmgdqHDxB61_G7wNSC-tBEurmFR2LCAEV_SuhIheYONh0dGP4lXMg_Mv2BkabxXlf2ULQbZ9WbBfrRP0RG7nKEvbzzq/s1600/Palsu_-_PB_-_FP.png" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Palsu. Akan terbit." border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0GjUGGKt50VjwgtzwloIq0It8wzwz4apYpT1q58dS7deuBapvMCmgdqHDxB61_G7wNSC-tBEurmFR2LCAEV_SuhIheYONh0dGP4lXMg_Mv2BkabxXlf2ULQbZ9WbBfrRP0RG7nKEvbzzq/s320/Palsu_-_PB_-_FP.png" title="Palsu. Akan terbit." width="225" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Palsu. Akan terbit.</td></tr>
</tbody></table>
<i>Tulisan di atas diturunkan dalam rangka akan terbitnya </i>Palsu<i>, edisi bahasa Indonesia thriller novelis Belanda <b>Elvin Post</b>. Ikuti perkembangannya pada akun Twitter Pionir Books (@PionirBooks) lewat tagar #PalsuNovelElvinPost.</i>Pionir Bookshttp://www.blogger.com/profile/16401405108016475649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-61393010303203241232016-11-30T20:56:00.000+07:002016-11-30T21:55:13.739+07:00Ada di Mana Rayahan Museum Gardner? (Bagian I)<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgnMfwSsz4-75OHmjRGZ6KNvDBn6HGNy9d9xUJEqocPtC_B6Ne1IeYZ21PhKm7KIoVxji3uW_GDQAV6n-LjECKvc1Vl_twV7baYh9yKcveP8ctHZrGtZ6EZXARyEg73CWevdDsjazqnW2z/s1600/ISGardnerMuseum.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Museum Isabella Stewart Gardner" border="0" height="198" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgnMfwSsz4-75OHmjRGZ6KNvDBn6HGNy9d9xUJEqocPtC_B6Ne1IeYZ21PhKm7KIoVxji3uW_GDQAV6n-LjECKvc1Vl_twV7baYh9yKcveP8ctHZrGtZ6EZXARyEg73CWevdDsjazqnW2z/s320/ISGardnerMuseum.JPG" title="Museum Isabella Stewart Gardner" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Museum Isabella Stewart Gardner.</td></tr>
</tbody></table>
Dua puluh enam tahun sejak karya-karya seni itu dicuri, kepala keamanan museum mempunyai dugaan siapa pelakunya. Namun, soal di mana gerangan rayahannya itu berada, dia hanya bisa mengangkat bahu.<br />
<br />
Kadang kala, agar <b>Anthony Amore</b> tidak menjadi hilang akal setelah sebelas tahun lamanya memburu lukisan-lukisan rayahan milik Museum Isabella Stewart Gardner, dia, bersama tim petugas FBI yang ditugaskan pada kasus itu, menelaah bagaimana adikarya-adikarya yang pernah dicuri dari musem lainnya, berhasil pulang kembali.<br />
<br />
Apabila ketiga belas karya seni Museum Gardner yang dirampok pada 1990 itu kembali pulang, apakah itu bakal berkat bantuan seorang penjahat pemain lama, yang akhirnya bersedia bekerja sama? Atau berkat seorang anggota keluarga yang sedang membongkar-bongkar warisan yang tersimpan di loteng? Atau berkat petunjuk dari masyarakat, dari seseorang yang melihat atau mendengar sisik melik pemungkas?<br />
<br />
'Sering kami itu bilang, "Kapan ya, skenario seperti itu terjadi pada kita?"' ujar <b>Amore</b>, direktur keamanan Museum Gardner sejak 2005. Akan tetapi, setelah melakukan pencarian selama satu dasawarsa, setelah mengumpulkan 30.000 potong informasi terkait tindak pidana itu, dia meyakini bahwa kepulangan karya-karya yang hilang dicuri itu ibaratnya sudah di depan mata.<br />
<br />
'Berkat secuil informasi saja, besok juga kasusnya bisa terpecahkan,' ujar <b>Amore</b>.<br />
<br />
Pencurian seni terbesar dalam sejarah dunia terjadi di kota Boston, Amerika Serikat, 26 tahun yang lalu, yaitu pada 18 Maret 1990, ketika dua pencuri yang menyamar sebagai petugas polisi berhasil mengelabui petugas keamanan yang bertugas dan melarikan adikarya pelukis-pelukis ternama seperti <b>Rembrandt</b>, <b>Vermeer</b>, dan <b>Manet</b>.<br />
<br />
Walaupun hampir tiga dasawarsa telah berlalu, kasus itu belum dipetieskan. <b>Amore</b> dan pihak FBI menandai peringatan ke-23 dan ke-25 perampokan dengan berbagi teori-teori utama mereka soal kasus tersebut, yaitu bahwa para pelakunya adalah pencuri kelas teri asal Dorchester, Boston, dengan campur tangan anggota Mafia dari Connecticut dan Philadelphia. Tahun ini, pada 2016, pada peringatan ke-26 kasus pencurian itu, <b>Amore</b> berspekulasi tentang bagaimana kasus itu bakal berakhir.<br />
<br />
Namun, <b>Amore</b> menekankan agar ucapan dia jangan dianggap sebagai petunjuk mengenai tersangka-tersangka tertentu. 'Tolong jangan menganggap kata-kata saya sebagai tanggapan atas para pelaku aksi Gardner secara perinci,' ujarnya. 'Misalnya, nama yang satu ini selalu muncul dalam media cetak: <b>Robert Gentile</b>.' Seorang penuntut federal mendakwakan bahwa <b>Gentile</b>, seorang laki-laki berusia 79 tahun yang konon merupakan gangster Connecticut, kemungkinan menadah beberapa di antara lukisan yang hilang itu. 'Tetapi jangan beranggapan saya berusaha mengaitkan-ngaitkan <b>Robert Gentile</b> ke profil-profil itu.'<br />
<br />
Dalam menyusuri jejak karya-karya yang dicuri, <b>Amore</b>, 49 tahun, sering menggunakan pendekatan yang lazim dipakai oleh ahli sejarah seni ketimbang oleh penyidik federal: dia telah mengumpulkan 1.300 potong informasi seputar kasus-kasus perampokan seni dari seluruh penjuru dunia. Meskipun Museum Gardner mempekerjakan <b>Amore</b> lima belas tahun setelah pencurian terjadi, dia betul-betul menghayati pekerjaannya: di dalam dompetnya terdapat salinan salah satu karya yang hilang itu, yaitu etsa karya <b>Rembrandt</b> berjudul <i>Potret Sang Artis Sebagai Pria Muda</i> sebagai pengingat akan aksi kejahatan yang sedang dia selidiki itu. <b>Amore</b> mengatakan bahwa kasus-kasus perampokan seni yang pernah terjadi sebelumnya bisa memberikan petunjuk mengenai para perampok Museum Gardner maupun cara kasus itu mungkin bisa dipecahkan.<br />
<br />
Pada 1990, satu jam setelah Hari St. Patrick berakhir, sekelompok pelajar berjalan melewati Museum Gardner dan mendapati pemandangan yang ganjil: dua laki-laki berseragam polisi yang tengah duduk di dalam sebuah mobil preman model <i>hatchback</i>. Salah seorang dari para pelajar itu memperhatikan bahwa mobil tersebut tidak ber-nopol tetapi karena tidak ingin tertangkap tangan mengonsumsi alkohol di bawah umur, dia dan teman-temannya memutuskan untuk berlalu saja dari situ.<br />
<br />
Pada pukul 1:24, mobil itu memasuki jalan pintu masuk pegawai. Salah seorang dari laki-laki berseragam polisi itu menekan tombol bel, mengaku kepada satpam yang bernama <b>Richard Abath</b> bahwa mereka datang karena ada laporan kericuhan, dan meyakinkan <b>Abath</b> untuk mempersilakan mereka masuk.<br />
<br />
Berjam-jam kemudian, <b>Abath</b> dan seorang petugas satpam lainnya ditemukan di bawah ruang bawah tanah dalam keadaan diborgol dan direkat selotip. Tiga belas karya seni hilang, termasuk lima karya <b>Edgar Degas</b> dan tiga karya <b>Rembrandt van Rijn</b>, termasuk lukisan <i>Kristus dalam Badai di Atas Danau Galilea</i> dia, satu-satunya pemandangan laut yang diketahui pernah dilukis olehnya.<br />
<br />
'Masyarakat tahunya perampokan berlangsung dengan begitu canggihnya,' ujar <b>Amore</b>. 'Itu anggapan yang keliru.' Seandai saja <b>Abath</b> mengikuti protokol dan menghubungi kepolisian Boston, tidak bakal petugas gadungan itu bisa menembus sampai ke dalam Museum Gardner. 'Pada dasarnya, itu rencana awur yang ternyata manjur.'<br />
<br />
Rayahan pencuri mencakup adikarya pelukis <b>Johannes Vermeer</b> berjudul <i>Konser</i>, yang menurut <b>Amore</b> adalah benda paling berharga di dunia--$200 juta---yang pernah dicuri. Akan tetapi, koleksi lain yang mereka bawa pergi menjadikan <b>Amore</b> yakin bahwa, seperti sebagian besar pencuri seni lainnya dalam sejarah, mereka adalah penjahat biasa dan bukan pakar dalam kejahatan seni. Para pencuri tidak menyentuh <i>Eropa</i> karya <b>Titian</b>, lukisan paling berharga Museum Gardner, tetapi malah membawa pergi sebuah tampuk bendera berbentuk elang dari zaman <b>Napoleon</b> yang terbuat dari bahan perunggu.<br />
<i></i><br />
<i></i><br />
<i><br /></i>
<i>Sumber:</i> <a href="http://www.bostonmagazine.com/news/blog/2016/03/13/gardner-museum-heist/" target="_blank">BostonMagazine.com</a><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgX9gXqTKUWVRMSZllOK-K1tlk9WCghlLtxZFPDZZr0XDmFOJPgygQ5PJLIU366s8st4I8Zb9YRdI5ROis-56dIEhLZQJMcvM7Nad7wi8l6N18BfWrW0t2n1bnW052yRYIoZ9vIaSm7QGfr/s1600/Palsu_-_PB_-_FP.png" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Palsu. Akan terbit." border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgX9gXqTKUWVRMSZllOK-K1tlk9WCghlLtxZFPDZZr0XDmFOJPgygQ5PJLIU366s8st4I8Zb9YRdI5ROis-56dIEhLZQJMcvM7Nad7wi8l6N18BfWrW0t2n1bnW052yRYIoZ9vIaSm7QGfr/s320/Palsu_-_PB_-_FP.png" title="Palsu. Akan terbit." width="225" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Palsu. Akan terbit. </td></tr>
</tbody></table>
<span id="goog_1826801790"></span><span id="goog_1826801791"></span><i>Tulisan di atas diturunkan dalam rangka akan terbitnya </i>Palsu<i>, edisi bahasa Indonesia thriller novelis Belanda <b>Elvin Post</b>. Ikuti perkembangannya pada akun Twitter Pionir Books (@PionirBooks) lewat tagar #PalsuNovelElvinPost.</i>Pionir Bookshttp://www.blogger.com/profile/16401405108016475649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-60026697432455069072016-11-24T18:18:00.000+07:002016-11-24T18:23:23.512+07:00Abad Pencerahan II: Singkat Saja<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrYgLOezjkFcoE0nN95_X7URi65EEpiuURJfV9gC6K7TtCP9k88QW0u0NBFGdw_dXEbb-8eKoMKRgh08IIezByYkJVFk7jyEa4BYiZATWXpDCwC4ncH-qTcexkvwAnsfWlqdELtjNg1qo-/s1600/Socrates-Plato-Aristoteles.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Socrates, Plato, dan Aristoteles." border="0" height="232" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrYgLOezjkFcoE0nN95_X7URi65EEpiuURJfV9gC6K7TtCP9k88QW0u0NBFGdw_dXEbb-8eKoMKRgh08IIezByYkJVFk7jyEa4BYiZATWXpDCwC4ncH-qTcexkvwAnsfWlqdELtjNg1qo-/s320/Socrates-Plato-Aristoteles.jpg" title="Socrates, Plato, dan Aristoteles." width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Socrates, Plato, dan Aristoteles.</td></tr>
</tbody></table>
Berikut suatu tanggapan terhadap tulisan bertajuk <i>Pendidikan Socrates-Confusian, dan Pola Komunikasi Kita</i> pada abdurakhman.com. Tautan tulisan: <a href="http://bit.ly/2fIyWlu" target="_blank">http://bit.ly/2fIyWlu</a>.<br />
<br />
Abad Pencerahan di Barat membebaskan masyarakat untuk menjadi pemikir otonom (seturut mazhab <b>Socrates</b>) dan menekankan dibuktikannya buah pikiran secara empiris (seturut mazhab <b>Aristoteles</b>). Hasilnya, masyarakat Barat zaman sekarang tidak lagi berkenan menuruti secara buta amar-amar tokoh pemimpin. Hanya saja, Abad Pencerahan tidak telah membawa pencerahan yang sesungguhnya.<br />
<br />
Entah karena penekanan pada bukti empiris yang kebablasan, dunia fisik yang bisa diukur telah menjadi anak mas sementara dunia metafisik menjadi terpinggirkan. Pencerahan metafisik (seturut mazhab <b>Plato</b>)--pencerahan yang sesungguhnya--yang prosesnya menuntut jiwa yang otonom tetapi yang hasil akhirnya <i>tidak</i> dapat diukur, terluput dari gerakan Pencerahan Barat itu; penekanan, pada akhirnya, seperti yang kita bisa lihat, menjadi domplang ke ilmu pengetahuan--segala sesuatu <i>harus</i> dapat diukur.<br />
<br />
Abad Pencerahan di Barat mengikuti mazhab <b>Socrates</b>-<b>Aristoteles</b>; untuk menciptakan keseimbangan antara dunia fisik dan dunia metafisik dunia Barat perlu mengalami Abad Pencerahan II yang bermazhabkan <b>Socrates</b>-<b><i>Plato</i></b>-<b>Aristoteles</b>.<br />
<br />
<br />
<b>Laurens Sipahelut</b><br />
Tangerang, 24 November 2016<br />
<br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTFHgKX51m2eccGOdfNPj-VIf5KdoJuH8WpJyyvxJe0v39ffqZ0MPF9PJDGCH2wGr_T9Eb7RvbN1NqLPpnIVUq-rUL_rPnSQkjYCL7S1DeuMXkFU7KFh0HU2goxpNPx8BqG7_6MeUHRzF_/s1600/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="'Kekekalan Laten Fasisme' karya Rob Riemen" border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTFHgKX51m2eccGOdfNPj-VIf5KdoJuH8WpJyyvxJe0v39ffqZ0MPF9PJDGCH2wGr_T9Eb7RvbN1NqLPpnIVUq-rUL_rPnSQkjYCL7S1DeuMXkFU7KFh0HU2goxpNPx8BqG7_6MeUHRzF_/s320/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" title="'Kekekalan Laten Fasisme' karya Rob Riemen" width="200" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kekekalan Laten Fasisme</td></tr>
</tbody></table>
<i>Kekekalan Laten Fasisme</i> karya <b>Rob Riemen</b> diluncurkan pada Sabtu, 4 Juni 2016, di Toko Buku Gunung Agung Margocity, Depok, dengan menghadirkan narasumber <b>Rocky Gerung</b> (FIB UI). Buku dapat dibeli pada Toko Buku Gunung Agung cabang:<br />
<ul>
<li>Jakarta Pusat (Atrium, Kwitang 06, Kwitang 38)</li>
<li>Jakarta Barat (Trisakti)</li>
<li>Jakarta Timur (Arion, Kramat Jati, Pondok Gede, Tamini Square)</li>
<li>Jakarta Selatan (Blok M Plaza, Senayan City)</li>
<li>Tangerang Selatan (BSD)</li>
<li>Tangerang (Tangcity Mall)</li>
<li>Bandung (BIP)</li>
<li>Bekasi (Bekasi CyberPark)</li>
<li>Depok (Margo City)</li>
<li>Semarang (Citraland Semarang, Paragon Mall)</li>
<li>Surabaya (Galaxy Surabaya, Surabaya Delta)</li>
<li>Denpasar (LIBBI Denpasar) </li>
</ul>
Pionir Bookshttp://www.blogger.com/profile/16401405108016475649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-85213302831578667382016-10-31T23:09:00.000+07:002016-11-02T08:36:28.467+07:00Agenda Kampanye Donald Trump<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnydfBPsF1QeaKSA8dpahSRLitSG2aIt7enDpog-HEbIVomEj1HhntsqTnncSuVacBFkpOWfUU9q6gmHLCCi-8NWT7p3iVemRkRDqb-e802ZC2DkK1DPR9x_9wKfLoJRBCc-N7_YgwQGPv/s1600/Trump2016.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Donald Trump" border="0" height="168" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnydfBPsF1QeaKSA8dpahSRLitSG2aIt7enDpog-HEbIVomEj1HhntsqTnncSuVacBFkpOWfUU9q6gmHLCCi-8NWT7p3iVemRkRDqb-e802ZC2DkK1DPR9x_9wKfLoJRBCc-N7_YgwQGPv/s320/Trump2016.jpg" title="Donald Trump" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Donald Trump, capres Partai Republik pada pemilu 2016 Amerika Serikat.</td></tr>
</tbody></table>
Sebagai kepala negara presiden AS mengendalikan dan mengelola anggaran yang dihimpun secara federal dengan mengatur belanja bebas (<i>discretionary spending</i>) dan kebijakan fiskal (pajak). Oleh karena itu, kampanye pemilu capres Amerika Serikat berkisar seputar pengalokasian dan pengelolaan anggaran federal tersebut. Lazimnya, capres Partai Republik mengusulkan beleid anggaran yang pro-wiraswasta sementara beleid capres Partai Demokrat lazimnya pro-korporasi.<br />
<br />
<b>Donald Trump</b>, capres pemilu 2016 AS dari Partai Republik, bersiteguh pada tradisi itu. Hal itu tercermin pada keempat belas butir agenda kampanye dia.<br />
<br />
<h4>
1) <i>Childcare</i><br />Penitipan Anak</h4>
<br />
<i>Rujukan:</i> <a href="https://assets.donaldjtrump.com/Childcare_Reform.pdf" target="_blank">I</a>, <a href="https://assets.donaldjtrump.com/CHILD_CARE_FACT_SHEET.pdf" target="_blank">II</a>, <a href="https://www.washingtonpost.com/news/post-politics/wp/2016/09/13/donald-trump-joined-by-ivanka-trump-to-outline-child-care-policy/" target="_blank">III</a><br />
<br />
<b>Trump</b> mengusulkan pemotongan pajak pendapatan bagi mereka yang memiliki anak sebagai kompensasi biaya penitipan anak yang dikeluarkan oleh mereka pada saat bekerja. Kebijakan itu diajukan dalam rangka menyiasati kenyataan bahwa di AS partisipasi angkatan kerja perempuan yang memiliki anak berusia di bawah 18 tahun mencapai 24 juta jiwa yang mana hampir 10 juta dari jumlah itu memiliki anak berusia di bawah 6 tahun. <b>Trump</b> juga mengusulkan cuti hamil 6 pekan bagi ibu-ibu pekerja yang baru melahirkan.<br />
<br />
Ketekoran pemasukan pemerintah dari pajak dalam rangka penyelenggaraan usul tersebut hendak ditutup lewat reformasi pajak, dagang, energi, dan regulasi yang pro-pertumbuhan, dan juga lewat sejumlah penyesuaian operasional pada lembaga-lembaga pemerintah federal. Usul tersebut mengutamakan pekerja alih-alih pemegang saham.<br />
<br />
<h4>
2) <i>Constitution and Second Amendment</i><br />UUD dan Amendemen Kedua</h4>
<br />
<i>Rujukan:</i> <a href="https://www.donaldjtrump.com/policies/constitution-and-second-amendment/" target="_blank">I</a>, <a href="https://assets.donaldjtrump.com/Second_Amendment_Rights.pdf" target="_blank">II</a><br />
<br />
<b>Trump</b> membela kepemilikan senpi oleh warga sipil dalam rangka Amendemen Kedua UUD AS, yang diadopsi pada 1791, yaitu kala armada kapal layar VOC masih terlihat mengarungi perairan Nusantara. Puluhan juta warga AS, termasuk Trump, mengantongi izin membawa senpi dan sepertinya, bagi dia, izin tersebut selumrah surat izin mengemudi.<br />
<br />
Alasan <b>Trump</b> ialah bahwa warga negara berhak membela diri dan keluarga. Akan tetapi, menjaga keselamatan warga negara ialah tugas negara bangsa yang, apabila diemban secara baik dan benar, menjadikan bangsa merasa aman dan kepemilikan senpi menjadi tidak perlu lagi.<br />
<br />
<h4>
3) <i>Cybersecurity</i><br />Keamanan Siber</h4>
<br />
<i>Rujukan:</i> <a href="https://www.donaldjtrump.com/policies/cyber-security/" target="_blank">I</a>, <a href="https://www.donaldjtrump.com/press-releases/donald-j.-trump-remarks-on-cybersecurity" target="_blank">II</a><br />
<br />
<b>Trump</b> mencemaskan serangan siber oleh negara asing seperti Tiongkok, Rusia, dan Korea Utara, dan dia menyoroti skandal pos-el capres Partai Demokrat, <b>Hillary Clinton</b>. Dia hendak menjadikan kemampuan penyerangan dan pertahanan siber AS yang terkuat di dunia, menjadikannya salah satu senjata terampuh negara itu dalam menghadapi teroris.<br />
<br />
Nada <b>Trump</b> mengandung peringatan kepada lawan dan sekaligus memicu reaksi subjektif pada diri warga AS, yaitu AS akan tetap tampil sebagai jawara. Akan tetapi, apabila pengakuan demikian harus diraih lewat paksaan, AS memang bakal harus terus membutuhkan senjata-senjata yang kian canggih. Bila AS hendak dijadikan besar kembali, keseganan itu mesti diberikan sendiri oleh lawan dengan sukarela.<br />
<br />
<h4>
4) <i>Economy</i><br />Ekonomi</h4>
<br />
<i>Rujukan:</i> <a href="https://www.donaldjtrump.com/policies/economy/" target="_blank">I</a>, <a href="https://www.donaldjtrump.com/press-releases/fact-sheet-donald-j.-trumps-pro-growth-economic-policy-will-create-25-milli" target="_blank">II</a>, <a href="https://www.donaldjtrump.com/press-releases/trump-delivers-speech-on-jobs-at-new-york-economic-club" target="_blank">III</a>, <a href="http://graphics.wsj.com/elections/2016/donald-trump-hillary-clinton-on-the-economy/" target="_blank">IV</a>, <a href="http://www.news.com.au/world/middle-east/is-the-fight-over-a-gas-pipeline-fuelling-the-worlds-bloodiest-conflict/news-story/74efcba9554c10bd35e280b63a9afb74" target="_blank">V</a>, <a href="http://taxfoundation.org/article/details-and-analysis-donald-trump-tax-reform-plan-september-2016" target="_blank">VI</a>, <a href="http://taxfoundation.org/sites/taxfoundation.org/files/docs/Presidential%20Tax%20Comparison%20-%20Oct%2020162.pdf" target="_blank">VII</a>, <a href="http://www.latimes.com/politics/la-na-pol-trump-economic-plan-20160915-snap-story.html" target="_blank">VIII</a>, <a href="http://www.theatlantic.com/business/archive/2012/02/the-myth-of-energy-independence-why-we-cant-drill-our-way-to-oil-autonomy/252812/" target="_blank">IX</a>, <a href="http://www.mintpressnews.com/americas-1-oil-doesnt-really-matter/194076/" target="_blank">X</a>, <a href="http://www.rollingstone.com/politics/features/president-trumps-energy-policy-would-be-a-nightmare-w442625" target="_blank">XI</a>, <a href="http://www.globalresearch.ca/the-origins-and-evolution-of-the-trans-pacific-partnership-tpp/5357495" target="_blank">XII</a>, <a href="https://ballotpedia.org/2016_presidential_candidates_on_the_Trans-Pacific_Partnership_trade_deal" target="_blank">XIII</a><br />
<br />
Lesunya ekonomi sebagaimana digambarkan oleh <b>Trump</b> dapat menjelaskan tingkat popularitas dia dalam pemilu AS 2016: <b>Trump</b> menempatkan diri selaku suara rakyat. Untuk menciptakan lapangan kerja dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi, maka alih-alih globalisme <b>Trump</b> mendukung Amerikanisme: dia ingin menurunkan pajak, melonggarkan regulasi, mendulang cadangan energi Amerika, dan, terkait sektor perdagangan, merundingkan kembali NAFTA, mengevaluasi posisi Tiongkok dalam WTO, dan menolak TPP.<br />
<br />
<b>Trump</b> dalam hal ini mewakili posisi yang lazim diusung oleh Partai Republik, yaitu posisi yang pro-wiraswasta. Globalisme merupakan upaya untuk menjadikan korporatisme sebagai pengendali utama dunia. Sebagai ujung tombak NAFTA, TIPP dan TPP, Amerika Serikat memainkan peranan besar dalam hal itu. <b>Trump</b> bukannya menentang globalisme, tetapi dia memprotes timpangnya kedudukan Amerika Serikat dalam perdagangan global. Apabila itu bisa diperbaiki, dia bakal mendukung globalisme.<br />
<br />
Korporat mementingkan pemegang saham dan pemegang saham mementingkan keuntungan. Itu sah-sah saja tetapi yang perlu dipertanyakan ialah: apakah dengan menempatkan korporatisme sebagai pengendali utama dunia, pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti sandang, pangan, dan papan akan menjadi terjamin? Dapatkah ia menjamin di masa mendatang tidak akan ada konflik yang pecah seputar hal itu?<br />
<br />
<h4>
5) <i>Education</i><br />Pendidikan</h4>
<br />
<i>Rujukan:</i> <a href="https://www.donaldjtrump.com/policies/education/" target="_blank">I</a>, <a href="https://www.donaldjtrump.com/press-releases/donald-j.-trump-remarks-on-school-choice" target="_blank">II</a>, <a href="http://www.babycenter.com/0_school-types-the-difference-between-public-private-magnet-ch_67288.bc?PageSpeed=noscript" target="_blank">III</a><br />
<br />
<b>Trump</b> menjadikan pilihan sekolah (<i>school choice</i>) sebagai tumpuan kampanye terkait sektor pendidikan. Pada khususnya, dia meyakini sekolah carter memiliki keunggulan tertentu atas jenis sekolah lainnya. Walaupun menerima dana pemerintah sekolah carter tidak bergantung pada dewan sekolah atau dinas pemerintah dan ia tidak menarik uang sekolah. Kontribusi dari sektor swasta diperbolehkan. Sekolah jenis itu memusatkan kurikulum pada bidang tertentu (seperti teknologi) dan mengutamakan murid yang berkemampuan tinggi atau yang berisiko tinggi.<br />
<br />
Visi pendidikan <b>Trump</b> terjalin berkelindan dengan visi ekonomi dia, yaitu Amerikanisme alias kapitalisme gaya Amerika. Tidak ada salahnya dengan kapitalisme, yang hanyalah suatu ikhtiar untuk mencapai tujuan tertentu. Permasalahannya, apakah dalam konteks Amerikanisme tujuan itu, baik dengan disengaja maupun tidak, akan menciptakan generasi pencipta atau generasi konsumer? <b>Trump</b> tidak menyinggung hal itu secara tersurat.<br />
<br />
<h4>
6) <i>Energy</i><br />Energi</h4>
<br />
<i>Rujukan:</i> <a href="https://www.donaldjtrump.com/policies/energy/" target="_blank">I</a>, <a href="http://oilprice.com/Energy/Energy-General/Clinton-Versus-Trump-The-Biggest-Difference-In-Energy-Policy.html" target="_blank">II</a>, <a href="http://oilprice.com/Energy/Crude-Oil/Why-The-US-Cant-Be-Called-A-Swing-Producer.html" target="_blank">III</a>, <a href="http://www.alternet.org/environment/8-dangerous-side-effects-fracking-industry-doesnt-want-you-hear-about" target="_blank">IV</a><br />
<br />
<b>Trump</b> menekankan swasembada energi agar negaranya terbebas dari ketergantungan OPEC. Pada dasarnya, hal itu berarti bahwa Amerika harus menjadi <i>swing producer</i> minyak seperti Arab Saudi. Akan tetapi, <i>shale oil</i> Amerika belum bisa bersaing dengan minyak OPEC dari segi biaya produksi. <b>Trump</b> juga ingin menghidupkan kembali sektor batu bara Amerika tetapi apakah langkah itu realistis atau tidak patut dipertanyakan karena sektor tersebut tengah mendapat persaingan ketat dari gas alam yang sedang booming. Intinya, semuanya kembali ke harga dan permintaan, sesuatu yang tidak disinggung oleh <b>Trump</b>.<br />
<br />
Kemungkinan bahwasanya perubahan iklim betul ditimbulkan oleh ulah manusia sepertinya tidak mau dia gubris. Batu bara adalah raja emisi gas CO2; <i>shale oil</i> dihasilkan lewat <i>fracking</i>, suatu teknik yang sangat tidak ramah lingkungan hidup.<br />
<br />
<b>David J.C. MacKay</b> dalam <i>Sustainable Energy–-without the hot air</i> (2008) menyebutkan bahwa apabila Amerika ingin menggantikan kebutuhan energinya dengan sumber non-BBM negara itu harus berpaling ke energi nuklir dan energi surya. Dalam jangka panjang langkah itu bisa dijalankan untuk mengurangi ketergantungan pada fluktuasi politik dan pasar dunia. Namun, pilihan itu tidak disinggung oleh <b>Trump</b>.<br />
<br />
<h4>
7) <i>Foreign Policy and Defeating ISIS</i><br />Kebijakan Luar Negeri dan Mengalahkan ISIS</h4>
<br />
<i>Rujukan:</i> <a href="https://www.donaldjtrump.com/policies/foreign-policy-and-defeating-isis/" target="_blank">I</a>, <a href="https://assets.donaldjtrump.com/DJT_Radical_Islam_Speech.pdf" target="_blank">II</a>, <a href="https://www.theguardian.com/us-news/2016/sep/21/donald-trump-iraq-war-oil-strategy-seizure-isis" target="_blank">III</a> <br />
<br />
Titik tumpu kampanye <b>Trump</b> tertuang dalam posisi kebijakan luar negeri dia. Alih-alih menjalankan beleid neokonservatisme dia ingin Amerika menggalang kekuatan untuk menumpaskan terorisme Islam radikal, yang dia gambarkan seturut fasisme, naziisme dan komunisme. Perbedaannya seperti apa belum jelas tetapi dalam rangka merealisasi wacananya itu <b>Trump</b> siap menerjunkan tentara ke lapangan sambil mengharapkan uluran tangan NATO, Israel, Mesir, Yordania, dan bahkan Rusia. Di dalam negeri <b>Trump</b> ingin untuk sementara waktu membekukan imigrasi warga dari kawasan rentan terorisme.<br />
<br />
<b>Trump</b> mengutarakan apa yang ada dalam pikiran jutaan warga Amerika yang merisaukan keselamatan mereka. Wacana tersebut mungkin memadai untuk memenangkan pemilu tetapi tidak untuk meyakinkan dunia bahwasanya Amerika bukan berjualan neokonservatisme dalam kemasan yang berbeda.<br />
<br />
<h4>
8) <i>Health Care</i><br />Rawat Kesehatan</h4>
<br />
<i>Rujukan:</i> <a href="https://www.donaldjtrump.com/policies/health-care/" target="_blank">I</a>, <a href="https://assets.donaldjtrump.com/Healthcare_Reform.pdf" target="_blank">II</a><br />
<br />
<b>Trump</b> mempermasalahkan Obamacare. Bagian terbesar anggaran federal dialokasikan ke pos pertahanan; pada urutan kedua ada pos rawat kesehatan. Mengapa tidak mengalokasikan sebagian besar anggaran pertahanan ke rawat kesehatan sehingga menjadikan layanan kesehatan terjangkau bagi semua lapis masyarakat Amerika? Atau, apakah Amerikanisme hanya berkenaan dengan pertahanan dan perdagangan?<br />
<br />
<h4>
9) <i>Immigration</i><br />Imigrasi</h4>
<br />
<i>Rujukan:</i> <a href="https://www.donaldjtrump.com/policies/immigration/" target="_blank">I</a><br />
<br />
Semua hal yang disebutkan oleh <b>Trump</b> terkait keimigrasian masih dalam batas-batas kewajaran, terkecuali pembangunan tembok Meksiko itu. Tembok Berlin yang dibangun pada 1961 dan bertahan hingga 1989 itu sudah memberikan preseden buruk. Alangkah baiknya itu jangan diulang kembali.<br />
<br />
<h4>
10) <i>National Defense</i><br />Pertahanan Nasional</h4>
<br />
<i>Rujukan:</i> <a href="https://www.donaldjtrump.com/policies/national-defense/" target="_blank">I</a>, <a href="https://www.donaldjtrump.com/press-releases/fact-sheet-key-policies-proposed-in-mr.-trumps-military-preparedness-speech" target="_blank">II</a>, <a href="https://www.whitehouse.gov/issues/sequester" target="_blank">III</a>, <a href="http://www.huffingtonpost.com/joseph-blady-md/sequestration-department-of-defense_b_1819341.html" target="_blank">IV</a>, <a href="http://www.newsweek.com/sequester-defense-cuts-are-making-world-more-dangerous-377991" target="_blank">V</a><br />
<br />
<b>Trump</b> ingin Kongres meniadakan pemotongan anggaran otomatis pada pos pertahanan (<i>defense sequester</i>) agar dia bisa membangun kembali tentara nasional AS (demi menumpaskan ISIS dan mengantisipasi kemajuan pertahanan negara-negara seperti Iran dan Korea Utara). Untuk menutup ketekoran dia akan mengaudit Pentagon dan menyudahi program-program federal yang mubazir.<br />
<br />
Senjata terbaik adalah akal. Mengapa <b>Trump</b> tidak meniadakan pemotongan anggaran pada pos pendidikan saja?<br />
<br />
<h4>
11) <i>Regulations</i><br />Peraturan</h4>
<br />
<i>Rujukan:</i> <a href="https://www.donaldjtrump.com/policies/regulations/" target="_blank">I</a>, <a href="https://www.donaldjtrump.com/press-releases/unleashing-americamericas-prosperity-to-create-jobs-and-increase-wages" target="_blank">II</a>, <a href="http://blogs.wsj.com/economics/2016/10/18/donald-trumps-economic-plan-up-close-doesnt-add-up/" target="_blank">III</a><br />
<br />
Sejalan dengan haluan Partai Republik, <b>Trump</b> merencanakan deregulasi demi menggairahkan dunia usaha. Langkah-langkah yang dia usulkan rupanya cukup manjur: taxfoundation.org mematok pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sepuluh tahun ke muka sebesar paling tidak 6,9% meskipun banyak juga yang menyangsikan keakuratan perhitungan tim ekonomi <b>Trump</b>.<br />
<br />
Deregulasi <b>Trump</b> pada sektor pajak, perdagangan regulasi, dan energi menekankan pertumbuhan ekonomi tanpa mempertimbangkan faktor lingkungan hidup.<br />
<br />
<h4>
12) <i>Tax Plan</i><br />Pajak</h4>
<br />
<i>Rujukan:</i> <a href="https://www.donaldjtrump.com/policies/tax-plan/" target="_blank">I</a><br />
<br />
Wacana fiskal <b>Trump</b> berkenaan dengan pajak pendapatan perorangan dan pajak usaha. Pajak pendapatan <b>Trump</b> memangkas pajak semua golongan pendapatan sementara pajak usaha dia bertujuan menjadikan Amerika tempat berinvestasi yang lebih menarik.<br />
<br />
<h4>
13) <i>Trade</i><br />Perdagangan</h4>
<br />
<i>Rujukan:</i> <a href="https://www.donaldjtrump.com/policies/trade/" target="_blank">I</a>, <a href="https://assets.donaldjtrump.com/DJT_DeclaringAmericanEconomicIndependence.pdf" target="_blank">II</a><br />
<br />
Alih-alih globalisme, yang pro-korporasi, <b>Trump</b> hendak menggalakkan perdagangan bebas, yang pro-Amerika--Amerikanisme. Untuk itu dia ingin merundingkan kembali NAFTA, menindak pelanggaran-pelanggaran Tiongkok dalam kerangka WTO, dan menarik mundur Amerika dari TPP. Hanya saja, Amerikanisme versi <b>Trump</b> tidak pro-lingkungan hidup (lihat poin no 6).<br />
<br />
<h4>
14) <i>Veterans Affairs Reform</i><br />Reformasi Urusan Veteran</h4>
<br />
<i>Rujukan:</i> <a href="https://www.donaldjtrump.com/policies/veterans-affairs-reform/" target="_blank">I</a>, <a href="http://www.wsj.com/articles/u-s-veterans-commit-suicide-at-rate-of-20-a-day-va-says-1467908311" target="_blank">II</a><br />
<br />
Di negara tempat dua puluh veteran perang membunuh diri per hari, reformasi terbaik ialah untuk menghentikan sekalian kegiatan peperangan. Untuk itu dibutuhkan panglima tertinggi yang berhaluan perdamaian, bukan seorang <b>Donald Trump</b>.<br />
<br />
<h4>
Kesimpulan</h4>
Kelebihan <b>Trump</b> ada pada kemampuannya dalam melakukan bisnis. Mencari peluang, menjalankan proyek, dan mendulang untung sudah makanan sehari-hari <b>Trump</b>. Akan tetapi, dari seorang presiden negara dituntut lebih banyak. Dia harus menjadi manajer rakyat, mengelola kepuasan dan ketidakpuasan rakyat terkait pemenuhan kebutuhan mereka mulai dari papan, sandang, dan pangan sampai kerohanian. Dia harus mampu merangkul semua golongan dan lapis masyarakat, baik yang kaya, miskin, minoritas dan mayoritas. Dia harus mampu menjadikan negara memuliakan bangsa. <b>Trump</b> dalam hal ini bukan capres yang kapabel.<br />
<br />
<br />
<b>Laurens Sipahelut</b><br />
Tangerang, 31 Oktober 2016<br />
<br />
<br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhE5Z_NpdYB-d9qKyDRaLZv3M3YAVSXWYqc6xx6K08lpa3TyOC1lxONC2beZEsPq4q8_hnvI74Giz7bKGOM7oaBrMEVD7PpSWjQNe68gwl9Czyoe_87m0uFsTJYCCpK5eBvtoslZZiADi_z/s1600/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Kekekalan Laten Fasisme" border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhE5Z_NpdYB-d9qKyDRaLZv3M3YAVSXWYqc6xx6K08lpa3TyOC1lxONC2beZEsPq4q8_hnvI74Giz7bKGOM7oaBrMEVD7PpSWjQNe68gwl9Czyoe_87m0uFsTJYCCpK5eBvtoslZZiADi_z/s320/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" title="Kekekalan Laten Fasisme" width="200" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kekekalan Laten Fasisme</td></tr>
</tbody></table>
Kekekalan Laten Fasisme<i> karya <b>Rob Riemen</b> diluncurkan pada Sabtu, 4 Juni 2016, di Toko Buku Gunung Agung Margocity, Depok, dengan menghadirkan narasumber <b>Rocky Gerung</b> (FIB UI). Buku dapat dibeli pada Toko Buku Gunung Agung cabang:</i><br />
<ul>
<li><i>Jakarta Pusat (Atrium, Kwitang 06, Kwitang 38)</i></li>
<li><i>Jakarta Barat (Trisakti)</i></li>
<li><i>Jakarta Timur (Arion, Kramat Jati, Pondok Gede, Tamini Square)</i></li>
<li><i>Jakarta Selatan (Blok M Plaza, Senayan City)</i></li>
<li><i>Tangerang Selatan (BSD)</i></li>
<li><i>Tangerang (Tangcity Mall)</i></li>
<li><i>Bandung (BIP)</i></li>
<li><i>Bekasi (Bekasi CyberPark)</i></li>
<li><i>Depok (Margo City)</i></li>
<li><i>Semarang (Citraland Semarang, Paragon Mall)</i></li>
<li><i>Surabaya (Galaxy Surabaya, Surabaya Delta)</i></li>
<li><i>Denpasar (LIBBI Denpasar)</i></li>
</ul>
Pionir Bookshttp://www.blogger.com/profile/16401405108016475649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-26670658358773708662016-10-10T12:12:00.000+07:002016-10-12T17:11:57.922+07:00Manusia dan Daya Cipta Ilahiahnya<blockquote class="tr_bq">
<b>Kejadian 1:27</b><br />
<i>Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.</i></blockquote>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhoqzI62c87xh5xmASKY_LpmQGg1aBGtkUtdfS5D8blq2aZItvJDT4Rd-sV7xyEYoTcpJvhkPGHf7fwSpTV1H_lNNGiwTZvLKR3rbvfhw-VIFQ0zKLK7r98PUzNSRVo9TrA5wx3JEq3ztb/s1600/Creaci%25C3%25B3n_de_Ad%25C3%25A1n_%2528Miguel_%25C3%2581ngel%2529.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="'Penciptaan Adam' karya Michelangelo" border="0" height="181" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhoqzI62c87xh5xmASKY_LpmQGg1aBGtkUtdfS5D8blq2aZItvJDT4Rd-sV7xyEYoTcpJvhkPGHf7fwSpTV1H_lNNGiwTZvLKR3rbvfhw-VIFQ0zKLK7r98PUzNSRVo9TrA5wx3JEq3ztb/s400/Creaci%25C3%25B3n_de_Ad%25C3%25A1n_%2528Miguel_%25C3%2581ngel%2529.jpg" title="'Penciptaan Adam' karya Michelangelo" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Bisa ditafsirkan secara eksoterik maupun secara esoterik.</td></tr>
</tbody></table>
Ayat yang dikutip dari kitab Kejadian dalam Perjanjian Lama Alkitab itu berkisah tentang penciptaan manusia. Secara <i>ekso</i>terik ia dapat ditafsirkan sebagai penciptaan manusia secara badani tetapi secara <i>eso</i>terik ia bisa dibaca sebagai penciptaan manusia secara <i>rohani</i>.<br />
<br />
Pada tulisan <i><a href="http://pionirbooks.blogspot.co.id/2016/09/10-questions-for-multiculturalists.html" target="_blank">10 Questions for Multiculturalists: Answered</a></i>, Barisan Hasrat (<i>Progression of Desires</i>) dileburkan ke dalam model dengan penempatannya sebagai bangun segitiga yang oleh tiga sekat mendatar lantas dibagi menjadi empat bagian. Setiap bagian pada segitiga tersebut mewakili suatu hasrat pada Barisan Hasrat, yaitu (dari rendah ke tinggi) kesintasan, kekayaan, kekuasaan dan keilmuan, yang harus dituntaskan oleh setiap insan egoistis sebelum dia bisa mengubah diri menjadi insan altruistis. Bangun segitiga dipilih karena sifat hierarkis Barisan Hasrat: hasrat yang lebih tinggi melingkupi yang lebih rendah. Bentuk segitiga mewakili hal itu secara tepat adanya.<br />
<br />
Dalam Barisan Hasrat, semakin rendah hasrat semakin bendawi pula perwujudannya. Hasrat tertinggi--keilmuan--bersifat nirwujud. Lantas dengan bertolak dari hasrat-akan-keilmuan, hasrat-akan-kekuasaan menyelenggarakan penghimpunan hal-hal yang terwujud pada tingkat di bawahnya, yakni hasrat-akan-kekayaan, yang pada gilirannya menyelenggarakan penghimpunan hal-hal yang terwujud pada hasrat-akan-kesintasan.<br />
<br />
Apabila Barisan Hasrat diterapkan untuk menafsirkan ayat Kejadian 1:27 secara <i>eso</i>terik, penciptaan manusia berlangsung dalam rangka hasrat-akan-keilmuan dan oleh karena itu berlangsung pada bagian tertinggi alias puncak segitiga. Ayat itu menuturkan penciptaan manusia sebagai suatu gagasan yang, dalam suatu riam informasi (<i>information cascade</i>), lantas turun mengalir sepanjang lapis-lapis segitiga sehingga menjadi gagasan yang berwujud kian bendawi, hingga tercipta manusia dalam bentuk fisik.<br />
<br />
Perlu digarisbawahi bahwa pewujudan gagasan pada Barisan Hasrat hanya bersifat egoistis sedangkan pada konteks Alkitab pewujudan bersifat altruistis. Hal itu tercermin dalam (penggalan) ayat Kejadian 1:31:<br />
<blockquote>
<b>Kejadian 1:31</b><i><br />Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, <u>sungguh amat baik</u>.</i></blockquote>
Manusia ciptaan istimewa karena berdaya cipta, yaitu dia mampu membidani gagasan yang kemudian diwujudkannya pada lapis-lapis segitiga Barisan Hasrat. Hal itu sesungguhnya suatu kesamaan yang ada antara manusia dan Tuhan, yang mana hal tersebut dinyatakan secara tersurat dalam ayat Kejadian 1:27: ... Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya.... Daya cipta ialah kemampuan ilahiah. Namun, dalam ranah fana ini manusia mencipta karena dorongan egoistis; dalam ranah kekal Tuhan mencipta karena dorongan altruistis (yang sungguh amat baik).<br />
<br />
Dalam mewujudkan ciptaan, manusia menciptakan segala sesuatu menurut gambar manusia. Artinya, segala sesuatu yang diciptakannya mencerminkan kebutuhannya--yang bersifat egoistis. Namun, manusia pada saat ini belum mampu membidani gagasan berupa ciptaan berkemampuan daya cipta, seperti, misalnya, kecerdasan buatan yang berkesadaran (seperti halnya Tuhan menciptakan manusia). Menimbang bahwa ciptaan manusia bertolak dari egoisme, hal itu ada baiknya juga.<br />
<br />
Sebagai catatan, negara bangsa ialah gagasan yang juga tercetus dari dorongan untuk memenuhi hasrat egoistis manusia. Negara bangsa ada untuk memenuhi hasrat semua komponen bangsanya tanpa terjadi gesekan dan agar jangan sampai terjadi gesekan, negara bangsa harus melakukan pengelolaan sedemikian rupa sehingga kebutuhan semua komponen bangsanya untuk menuntaskan hasrat dalam rangka Barisan Hasrat menjadi terlaksana dan terjamin. Itu penting karena, sebagai contoh, apabila hasrat-akan-kesintasan satu atau lebih komponen bangsa tidak terpenuhi, bahaya laten fasisme yang mengintip dalam relung hati manusia bisa saja terbangun, sebagaimana bisa dilihat tengah berlangsung pada saat ini di benua Eropa.<br />
<br />
<br />
<b>Laurens Sipahelut</b><br />
Tangerang, 10 Oktober 2016 <br />
<br />
<br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjkOIV_Wk3EAU22wAoV04DALpb74akPbaIw8c0sY1MTWa5_ode3KZroKO8_VPboIzHWx36JXcdmDLxWgx-L2tjsuY1iFL9J1l1ZmuQhiinZs4Q9tDaWpbfN1gHAK-B_zYV9gT4zSFmSGwLo/s1600/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="'Kekekalan Laten Fasisme' karya Rob Riemen" border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjkOIV_Wk3EAU22wAoV04DALpb74akPbaIw8c0sY1MTWa5_ode3KZroKO8_VPboIzHWx36JXcdmDLxWgx-L2tjsuY1iFL9J1l1ZmuQhiinZs4Q9tDaWpbfN1gHAK-B_zYV9gT4zSFmSGwLo/s320/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" title="'Kekekalan Laten Fasisme' karya Rob Riemen" width="200" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kekekalan Laten Fasisme</td></tr>
</tbody></table>
Kekekalan Laten Fasisme<i> karya <b>Rob Riemen</b> diluncurkan pada Sabtu, 4 Juni 2016, di Toko Buku Gunung Agung Margocity, Depok, dengan menghadirkan narasumber <b>Rocky Gerung</b> (FIB UI). Buku dapat dibeli pada Toko Buku Gunung Agung cabang:</i><br />
<ul>
<li><i>Jakarta Pusat (Atrium, Kwitang 06, Kwitang 38)</i></li>
<li><i>Jakarta Barat (Trisakti)</i></li>
<li><i>Jakarta Timur (Arion, Kramat Jati, Pondok Gede, Tamini Square)</i></li>
<li><i>Jakarta Selatan (Blok M Plaza, Senayan City)</i></li>
<li><i>Tangerang Selatan (BSD)</i></li>
<li><i>Tangerang (Tangcity Mall)</i></li>
<li><i>Bandung (BIP)</i></li>
<li><i>Bekasi (Bekasi CyberPark)</i></li>
<li><i>Depok (Margo City)</i></li>
<li><i>Semarang (Citraland Semarang, Paragon Mall)</i></li>
<li><i>Surabaya (Galaxy Surabaya, Surabaya Delta)</i></li>
<li><i>Denpasar (LIBBI Denpasar)</i></li>
</ul>
Pionir Bookshttp://www.blogger.com/profile/16401405108016475649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-50823258756615727212016-09-30T22:46:00.000+07:002016-10-04T11:06:39.638+07:0010 Kasus Pencurian Seni Terbesar Abad ke-20 (Bagian II)<h4>
6. Belanda: Desember 1988</h4>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: right; margin-left: 1em; text-align: right;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/6/6f/Four_Withered_Sunflowers.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="'Bunga Matahari Kering' karya Van Gogh." border="0" height="189" src="https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/6/6f/Four_Withered_Sunflowers.jpg" title="'Bunga Matahari Kering' karya Van Gogh." width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Tebusan lebih mudah diperoleh bilamana karya lukisan diasuransikan.</td></tr>
</tbody></table>
Tiga lukisan <b>Van Gogh</b>––<i>Bunga Matahari Kering</i>, <i>Ruang Dalam Penenun</i>, dan versi awal <i>Pemakan Kentang</i>––dicuri dari Museum Kroller-Muller di Otterlo, Belanda. Pola gelombang pencurian seni pada umumnya mencermini pola gelombang pasar seni, dan itu pula yang dialami pada kasus ini. Dua pekan sebelum kejadian terbit sebuah daftar berisikan harga-harga tertinggi yang pernah diraup pada perlelangan karya seni Sotheby's dan Christie's. Dalam daftar sepuluh karya termahal tercantum lima lukisan <b>Van Gogh</b>, termasuk <i>Bunga Iris</i> yang laku $ 53,9 juta (termahal pada waktu itu).<br />
<br />
Para pelaku menuntut tebusan $ 2,5 juta. Pada 13 Juli 1989, pihak kepolisian berhasil memulangkan kembali barang curian. Tanpa membayar tebusan.<br />
<br />
<h4>
7. Amerika Serikat: Maret 1990</h4>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
Pada pukul 01:24, yaitu pagi hari setelah St Patrick's Day, dua laki-laki berseragam polisi mengetuk pada sebuah pintu samping Museum Isabella Stewart Gardner di Boston dan mengaku adanya laporan ‘kegaduhan' di lokasi itu. Petugas satpam mempersilakan mereka masuk tetapi dia malah langsung diborgol dan kemudian disekap di ruang bawah tanah. Karya yang digondol para pencuri meliputi <i>Konser</i> karya <b>Vermeer</b>, <i>Kristus dalam Badai di Atas Danau Galilea</i> karya <b>Rembrandt</b> (satu-satunya lukisan pemandangan laut maestro Belanda itu), <i>Chez Tortoni</i> karya <b>Manet</b>, lima lukisan <b>Degas</b>, dan sejumlah pernak-pernik seperti cawan perunggu Tiongkok dan tiang panji-panji dari zaman <b>Napoleon</b>. Namun, para pencuri tidak menyentuh lukisan zaman Renaisans, seperti <i>Eropa</i> karya <b>Titian</b> (karya paling berharga museum itu).<br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEinltNl3dMNr-cStUEd_Jk4jRnNo37Z976iSqmFPt9H0GG4EBFVwoaxJlkhgXXd04YWsEWYJg8nBgVsPRy0CoEhNsttkhtNcmP2Wqtl27TzPSuBUDyHjL61dCiafLBzGoxNLGnuS8Y2rxNW/s1600/Rembrandt_Christ_in_the_Storm_on_the_Lake_of_Galilee.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="'Kristus dalam Badai di Atas Danau Galilea' karya Rembrandt." border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEinltNl3dMNr-cStUEd_Jk4jRnNo37Z976iSqmFPt9H0GG4EBFVwoaxJlkhgXXd04YWsEWYJg8nBgVsPRy0CoEhNsttkhtNcmP2Wqtl27TzPSuBUDyHjL61dCiafLBzGoxNLGnuS8Y2rxNW/s320/Rembrandt_Christ_in_the_Storm_on_the_Lake_of_Galilee.jpg" title="'Kristus dalam Badai di Atas Danau Galilea' karya Rembrandt." width="257" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Masih juga hilang...</td></tr>
</tbody></table>
Total nilai gedoran diperkirakan mencapai $ 300 juta. Pada 1997, kala penyelidikan tengah mengalami jalan buntu, pihak museum menaikkan hadiah uang dari $ 1 juta ke $ 5 juta. Langkah itu lantas mengundang munculnya banyak pemberi info, termasuk di antaranya seorang diler barang antik asal Boston, <b>William P. Youngworth III</b>. <b>Youngworth</b> agak kurang jelas juntrungannya tetapi dia berhasil meraih perhatian begitu dia menghubungi <b>Tom Mashberg</b>, seorang wartawan <i>Boston Herald</i>, dan mengaku bahwa dia dan <b>Myles Connor</b>, yang juga berlatar belakang kurang jelas, sanggup mengupayakan pemulangan barang gedoran itu. Harga dia: kekebalan bagi diri dia, pembebasan <b>Connor</b> dari penjara, dan hadiah uang itu. Pada saat perampokan Gardner berlangsung <b>Connor</b> tengah meringkuk di penjara––lantaran kasus pencurian seni yang berbeda––tetapi dia mengaku bisa melacak barang curian itu apabila dia dibebaskan. Kecurigaan tentu saja muncul. Kemudian <b>Mashberg</b> mendapat panggilan telepon yang berujung dengan suatu perjalanan malam ke sebuah gudang tempat dia––di bawah temaram lampu senter––ditunjukkan lukisan yang diyakini adalah <i>Kristus dalam Badai di Atas Danau Galilea</i>-nya <b>Rembrandt</b>. Dia kemudian dibekali sejumlah serpihan cat, yang konon dicongkel dari lukisan itu. Namun, serpihan ternyata tidak berasal dari lukisan <b>Rembrandt</b> itu. Jaksa Amerika Serikat menuntut bahwa salah satu lukisan dipulangkan saja sebagai bukti bahwa barang curian betul ada pada pihak pengirim serpihan cat tetapi hal itu tidak ditanggapi dan perundingan pun menjadi mentah. <b>Connor</b> kini sudah bebas tetapi koleksi barang seni itu masih juga hilang.<br />
<br />
<h4>
8. Kuwait: Agustus 1990</h4>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
Museum Nasional Kuwait dan Dar al-Athat al-Islamiyya (Balai Baharian Islami) dijarah selama pendudukan tujuh bulan oleh Irak. Bangunan-bangunan itu dibumihanguskan. Kedua museum tersebut menyimpan salah satu koleksi seni islami terbaik dunia yang oleh keluarga al Sabah dari Kuwait dihimpun selama 1970-an dan 1980-an. Kurang lebih 20.000 barang koleksi––termasuk senjata, zirah, keramik, tembikar, segel, dan barang seni hiasan dari Persia kuno, Mesir Mamluk, dan kaisar-kaisar Mughal di India dan Kuwait dari Zaman Perunggu––dimuat ke dalam peti-peti dan oleh tujuh belas truk gandeng dibawa pergi ke Museum Nasional Irak di Baghad.<br />
<br />
Harapan bahwa koleksi tersebut suatu hari bisa dipulangkan sempat cukup tipis (mungkin dengan cara dibeli secara ketengan pada pasar gelap) tetapi sebuah tim kurator tiba di Baghdad enam bulan setelah gencatan senjata dan antara 16 September dan 20 Oktober 1991 kurang lebih 16.000 barang koleksi berhasil dipulangkan.<br />
<br />
Pencurian seni massal berdukungan negara itu mengingatkan pada aksi para penakluk zaman dahulu, seperti mereka pada zaman monarki Eropa dan <b>Napoleon</b>. Dan niat <b>Saddam</b>––seperti halnya <b>Hitler</b>––melangkau sekadar tujuan melakukan perampasan. Dia berniat menghapus jati diri sejarah dan budaya Kuwait.<br />
<br />
<h4>
9. Belanda: April 1991</h4>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: right; margin-left: 1em; text-align: right;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://3.bp.blogspot.com/sGFNYnsvcc0L5hH_h3bcFo7pcQSqsYRZninoM_YpT_zudbjOVQAxeA0DZgM=s1200" imageanchor="1" style="clear: right; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="'Ladang Gandum dan Burung Gagak' karya Van Gogh." border="0" height="152" src="https://3.bp.blogspot.com/sGFNYnsvcc0L5hH_h3bcFo7pcQSqsYRZninoM_YpT_zudbjOVQAxeA0DZgM=s1200" title="'Ladang Gandum dan Burung Gagak' karya Van Gogh." width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Dalam dunia hitam karya seni biasanya menjadi cagaran.</td></tr>
</tbody></table>
Empat orang Belanda ditahan lantaran merampok Stedelijk Museum di Amsterdam dan menggondol tidak kurang dari dua puluh lukisan <b>Van Gogh</b>. Semuanya ditemukan kembali dalam tempo satu jam. Pihak kepolisian meyakini bahwa apabila perampokan berhasil tidak akan ada permintaan uang tebusan. Kanvas-kanvas itu bakal dijadikan instrumen keuangan pada ekonomi hitam global.<br />
<br />
Tiga di antara lukisan itu, termasuk salah satu lukisan visioner pemungkas <b>Van Gogh</b>––<i>Ladang Gandum dan Burung Gagak</i>––kembali dalam kondisi rusak berat. Karena lukisan yang dicuri biasanya pulang dalam keadaan baik, sering dilupakan bahwa sesungguhnya ia adalah benda yang ringkih. Kasus ini menjadi pengingat yang menohok akan hal itu.<br />
<br />
<h4>
10. Swedia: Desember 2000</h4>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/564x/68/41/27/684127564908a20efae26a4e3f1ff137.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="'Warga Muda Paris' karya Renoir." border="0" height="320" src="https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/564x/68/41/27/684127564908a20efae26a4e3f1ff137.jpg" title="'Warga Muda Paris' karya Renoir." width="253" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Cara para pelakunya melarikan diri mirip adegan film laga.</td></tr>
</tbody></table>
Pada pengujung Desember, beberapa menit menjelang jam tutup seorang laki-laki melangkah masuk ke dalam Musem Nasional di Stockholm sembari menenteng sebuah senapan mesin ringan. Begitu sampai di lobi dia menodongkannya ke satpam yang tidak bersenjata itu sementara dua kawannya, yang sudah berada di dalam, mencuri sebuah potret diri <b>Rembrandt</b> dan dua lukisan karya <b>Renoir</b>, yaitu <i>Warga Muda Paris</i> dan <i>Perbincangan</i>, di lantai dua. Pada saat keluar mereka menaburi lantai dengan paku sebelum kabur dengan menaiki perahu motor.<br />
<br />
Mereka lantas mendekati seorang pengacara yang menyampaikan tuntutan tebusan sebesar $ 10 juta per lukisan. Pihak kepolisian meminta foto-foto lukisan. Foto-fotonya ternyata meyakinkan dan polisi sontak menuntut si pengacara membuka jati diri para pelaku. Si pengacara menolak atas dasar kerahasiaan dan bersikeras bahwasanya dia ‘tidak telah berbuat salah' lantaran tidak meminta uang komisi dari para pelaku. Akan tetapi, tetap saja dia diperlakukan sebagai tersangka. Delapan orang ditahan dan surat perintah untuk penahanan orang kesembilan telah diterbitkan. Namun, sampai kini lukisan-lukisannya masih juga raib.<br />
<br />
<i>Bagian pertama tulisan di atas dapat dibaca <a href="http://pionirbooks.blogspot.co.id/2016/09/10-kasus-pencurian-seni-terbesar-abad.html" target="_blank">di sini</a>.</i><br />
<br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIum9jCGRn-XeDUYmKggAegKRGswAvtxmKDKErWEAY3CUb4b-MEC5E3YV5Xjk6tDSGntaTpNcrwzgJ4p_XnIzq29O4InX0P5NVCe55cbMiNfJWMJmt_dHtHxtMuvDBs3zympNFWmQKx-7W/s1600/Palsu_-_PB_-_FP.png" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Novel 'Palsu' karya Elvin Post." border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIum9jCGRn-XeDUYmKggAegKRGswAvtxmKDKErWEAY3CUb4b-MEC5E3YV5Xjk6tDSGntaTpNcrwzgJ4p_XnIzq29O4InX0P5NVCe55cbMiNfJWMJmt_dHtHxtMuvDBs3zympNFWmQKx-7W/s320/Palsu_-_PB_-_FP.png" title="Novel 'Palsu' karya Elvin Post." width="225" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Palsu</td><td class="tr-caption" style="text-align: center;"></td></tr>
</tbody></table>
<i>Tulisan di atas diturunkan dalam rangka akan terbitnya </i>Palsu<i>, edisi bahasa Indonesia thriller novelis Belanda <b>Elvin Post</b>. Ikuti perkembangannya pada akun Twitter Pionir Books (@PionirBooks) lewat tagar #PalsuNovelElvinPost.</i>Pionir Bookshttp://www.blogger.com/profile/16401405108016475649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-65248804234925850632016-09-26T13:04:00.000+07:002016-09-26T13:04:02.021+07:00A Stupid Open Letter to Geert Wilders Pt 2September 26, 2016<br /><br /><br />Dear Mr. <b>Geert Wilders</b>,<br /><br />A STUPID OPEN LETTER TO GEERT WILDERS PT 2<br /><br />It was with great interest that I read your preliminary election program for the forthcoming elections in the Netherlands, a one-pager you announced through <a href="https://twitter.com/geertwilderspvv/status/768852619783790592" target="_blank">social media</a> in late August, and also the research report that you commissioned that made a case for direct democracy in the Netherlands along the lines of the Swiss model, a more involved piece that you announced through <a href="https://twitter.com/geertwilderspvv/status/775551012937621505" target="_blank">social media</a> in mid September.<br /><br />The program, however, is tilting at windmills. It seeks to control things it cannot control. It's aware of it too, hence the use of forceful language. It seeks to transform heterogeneity into homogeneity. Is that though what the purpose is of a nation state? Is that how you think a nation state can justify its presence?<br /><br />The report, meanwhile, calls on the Swiss model. Models can be very useful indeed: they simplify things to enable us to see the forest for the trees. In the report, the Swiss model is treated as a benchmark. Not that I have anything against Switzerland but what makes that country so special? How sure are the authors of the report that Switzerland cuts the mustard vis-à-vis answering the questions of what the purpose of the Netherlands is and how the Netherlands is supposed to justify itself as a nation state in this day and age?<br /><br />Both documents come over as you trying to find a way to ensure that each year Santa will give you the exact presents that you want for Christmas. To do so you scoured every God-fearing country in the world in the hope of finding one that seems to have cracked the secret.<br /><br />Kids are allowed to do that but you're a grown-up. Grown-ups know Santa doesn't exist. As a grown-up it's the moral behind the myth and not the presents that counts.<br /><br />Enclosed please find something that you may find interesting. Thank you for your time.<br /><br /><br />Sincerely,<br /><br /><b>Laurens Sipahelut</b><br />Translator<br /><br /><br />Enclosure: <a href="http://pionirbooks.blogspot.co.id/2016/09/10-questions-for-multiculturalists.html" target="_blank">10 Questions for Multiculturalists: Answered</a><br /><br />cc: Mr. <b>Mark Rutte</b>, Prime Minister of the Netherlands<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgK6a-8_aoYvYc55yLwXOvA0qO6pdRmt-gzk2a2rOL6iuZ7Gmq67K5BC5ryak51p2svPDvO1oyUuDyoGiPPh-MsVoFIEqNSaLIbgvDp3Q1fpbsybzsmGhJOM5DxqcRMGpmUsP53fzY4lJVW/s1600/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Kekekalan Laten Fasisme" border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgK6a-8_aoYvYc55yLwXOvA0qO6pdRmt-gzk2a2rOL6iuZ7Gmq67K5BC5ryak51p2svPDvO1oyUuDyoGiPPh-MsVoFIEqNSaLIbgvDp3Q1fpbsybzsmGhJOM5DxqcRMGpmUsP53fzY4lJVW/s320/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" title="Kekekalan Laten Fasisme" width="200" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kekekalan Laten Fasisme</td></tr>
</tbody></table>
Kekekalan Laten Fasisme<i> karya <b>Rob Riemen</b> diluncurkan pada Sabtu, 4 Juni 2016, di Toko Buku Gunung Agung Margocity, Depok, dengan menghadirkan narasumber <b>Rocky Gerung</b> (FIB UI). Buku dapat dibeli pada Toko Buku Gunung Agung cabang:</i><br />
<ul>
<li><i>Jakarta Pusat (Atrium, Kwitang 06, Kwitang 38)</i></li>
<li><i>Jakarta Barat (Trisakti)</i></li>
<li><i>Jakarta Timur (Arion, Kramat Jati, Pondok Gede, Tamini Square)</i></li>
<li><i>Jakarta Selatan (Blok M Plaza, Senayan City)</i></li>
<li><i>Tangerang Selatan (BSD)</i></li>
<li><i>Tangerang (Tangcity Mall)</i></li>
<li><i>Bandung (BIP)</i></li>
<li><i>Bekasi (Bekasi CyberPark)</i></li>
<li><i>Depok (Margo City)</i></li>
<li><i>Semarang (Citraland Semarang, Paragon Mall)</i></li>
<li><i>Surabaya (Galaxy Surabaya, Surabaya Delta)</i></li>
<li><i>Denpasar (LIBBI Denpasar)</i></li>
</ul>
Pionir Bookshttp://www.blogger.com/profile/16401405108016475649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-62750102773561426242016-09-26T12:54:00.000+07:002016-09-26T16:05:36.022+07:0010 Questions for Multiculturalists: AnsweredThis is a response to a YouTube video made by a Finnish vlogger that goes by the name of <b>The Swan of Tuonela</b>. In the video she poses ten questions to multiculturalists in the context of the ongoing migrant crisis in Europe. The video can be viewed at <a href="https://youtu.be/RBEAcoIbt6Y">https://youtu.be/RBEAcoIbt6Y</a>.<br />
<br />
I'm not a multiculturalist though my coming over as one is simply an effect of the way I view the world and because of that I think I still qualify to answer. To explain my world view and to address the questions I will have to build a model that combines <b>Plato</b>'s allegory of the cave, <b>Bill Murray</b>'s 1993 movie <i>Groundhog Day</i>, and PoliticalCompass.org's political chart. It will set an objective benchmark against which subjective notions can be measured against.<br />
<br />
Let's start with the first component: <b>Plato</b>'s allegory of the cave. The allegory forms the model's metaphysical framework: it depicts the transformation of the desire-driven egoistic mindset, i.e. the prisoner chained to the wall of the cave, into a desire-free altruistic mindset, i.e. the prisoner that has been freed from the cave.<br />
<br />
Its key idea: humankind's egoistic desires are played out in the physical world but, <b>Plato</b> says, that world is an illusion. The real world, he says, takes place between your ears. As a consequence, change cannot be brought about through the manipulation of things in the physical world; it can only be achieved through the mind. The prisoner that has been freed from the cave knows this to be true.<br />
<br />
The second component, the <b>Bill Murray</b> movie, breaks down the metaphysical transformation into four desires the chained prisoner must see out before a breakout from the cave's confines is made possible. The desires are, from base to apex: survival, wealth, power, and knowledge.<br />
<br />
Its key idea: Every person has to go through a progression of desires before a desire-free altruistic state of mind can be achieved.<br />
<br />
The third and final component, the PoliticalCompass.org's political chart, links the metaphysical to the physical. It shows how the desires play out in the physical world with the desire for survival—the chart's social dimension—being represented by the Authoritarianism-Libertarianism y-axis and the desire for wealth—the chart's economic dimension—being represented by the Left-Right x-axis. The desire for power—politics—manipulates the axes not unlike a puppeteer operating a marionette using a control bar.<br />
<br />
Its key idea: the people at PoliticalCompass.org brilliantly and astutely reduced the political system to a two-dimensional chart to give account for the social and economic dimensions of politics. It coincides with the progression of desires depicted in <i>Groundhog Day</i> though without acknowledging the desire for knowledge.<br />
<br />
<b>Plato</b> making mention of the imperative for philosophers to become kings implies that an additional z-axis representing the desire for power needs to be added to the chart. This allows for the desire for knowledge—philosophy—instead of the desire for power—politics—to operate the control bar, i.e. rule by philosopher-kings instead of by politicians. Now let's assemble the model.<br />
<br />
First I need to modify the cave's floor plan. Instead of having a single expanse I am going to put in a triangular (read: a two-dimensional pyramidical) structure to partition the space into four tiers with the widest section—the base—resting against the cave's wall and the narrowest section—the apex—pointing away from it. Each tier, from base to apex, represents a desire, i.e. survival (at the base), wealth, power, and then knowledge (at the apex). The triangle's tapering shape symbolizes the desires' hierarchical nature as the higher desires form an arch over the lower ones.<br />
<br />
With the <b>Bill Murray</b> movie incorporated next I am going to incorporate the political chart but with the extra z-axis, and finish the model. The original two-dimensional chart allows for the expression of only the first three desires as it leaves the operation of the control bar to politics (the desire for power) by omitting philosophy (the desire for knowledge). In the cave, this would've had given us a three- instead of a four-tiered triangle but by having the latter in place humankind's desire for knowledge can now be accounted for.<br />
<br />
In the original chart, both the axes represent scales extending between two extremes; Left-Right for the x-scale and Authoritarianism-Libertarianism for the y-axis. They point to dualism. What Left and Libertarianism have in common is they are both inclusive just as Right and Authoritarianism are exclusive. Thus the dualism pertains to inclusiveness and exclusiveness. I am going to apply the same idea to the z-axis (politics) and to the control bar, the desire for knowledge aka philosophy.<br />
<br />
To incorporate the chart into the model I will only have to make the triangle dualistic in nature and to do so, while also taking into account the triangle's hierarchical nature, I will only have to concern myself with the apex because whatever goes down there will trickle down in an information cascade to the tiers below. So the top tier (philosophy) can be either inclusive ('I') or exclusive ('E') even as it assigns either an 'I' or an 'E' value to each of the other three tiers below it. To allow for all the possible permutations to play out, the apex needs to be given four 'I' and four 'E' values which it can then assign to itself and to the other three remaining tiers. Sixteen permutations are made possible this way:<br />
<br />
(<i>Philosophy</i>, <i>Politics</i>, <i>Economic Dimension</i>, <i>Social Dimension</i>) OR (<i>Control Bar</i>, <i>Z-Axis</i>, <i>X-Axis</i>, <i>Y-Axis</i>)<br />
<br />
<table style="width: 500px;">
<tbody>
<tr>
<td> 1. I,I,I,I</td>
<td> 5. I,E,I,I</td>
<td> 9. E,I,I,I</td>
<td> 13. E,E,I,I</td>
</tr>
<tr>
<td> 2. I,I,I,E</td>
<td> 6. I,E,I,E</td>
<td> 10. E,I,I,E</td>
<td> 14. E,E,I,E</td>
</tr>
<tr>
<td> 3. I,I,E,I</td>
<td> 7. I,E,E,I</td>
<td> 11. E,I,E,I</td>
<td> 15. E,E,E,I</td>
</tr>
<tr>
<td> 4. I,I,E,E</td>
<td> 8. I,E,E,E</td>
<td> 12. E,I,E,E</td>
<td> 16. E,E,E,E</td>
</tr>
</tbody>
</table>
<br />
Every person has a triangle in <b>Plato</b>'s cave as does every group, people, or nation. A triangle's size is determined by the extent of influence the philosophy nested in its apex exercises in the physical world. Smaller triangles are superimposed over larger ones. The world's borders are not delineated by country but by philosophy and they may shift from time to time in a game of triangles.<br />
<br />
As a philosophy cascades down a triangle, it manifests in ever more crude forms of expression. At its most crude it manifests as a physical structure. Back in the day people used to build cathedrals, today it's shopping malls: the larger the triangle the more ubiquitous its cathedrals of desires become.<br />
<br />
Note that the cave's interior is a desire-driven and therefore an egoism-proper and therefore an exclusiveness-proper environment while its exterior is a desire-free and therefore an altruism-proper and therefore an inclusiveness-proper environment. As a result, inside the cave the 'E' value is a true value while the 'I' is a false value. By the same token, outside the cave the 'I' is the true value while the 'E' is a false one.<br />
<br />
Thus expression of the 'I' value inside the cave is but a simulated one, an instance of such principles as the Golden Rule in action. The default expression is that of the 'E' value. But human beings have an intuitive yearning to evolve and to express the true 'I' value, i.e. to step outside of the darkness of the cave and into the bright light of the open expanse. Thus our obsession with religion and spirituality and our interpreting of them in an exoteric light, i.e. as an expression of the false 'I' value. Outside the cave the interpretation becomes esoteric in nature, meaning that of the true 'I' value.<br />
<br />
According to <b>Plato</b>, the most important purpose in life should be to look past the veil of illusion and to perceive the true reality, something that can apply to individuals (i.e. on a micro scale) and to communities or nations or indeed the whole world (i.e. on a macro scale) alike. However, it is an effort that is as difficult as it is important as it requires a person to have quenched all the egoistic desires save the one for knowledge. The desire for knowledge will then fuel that person's search for answers to the Big Questions, which most certainly will constantly involve putting cherished beliefs through the wringer. And even then true reality will not dawn unless the notion of past and future is quieted and the now is perceived. It is, however, possible to help the process along by advancing inclusive philosophies, politics, economic policies, and social policies (I,I,I,I). Such endeavor should be in fact the most important thing a nation state could do to justify its existence.<br />
<br />
On to the questions:<br />
<br />
<i><b>1. What is the acceptable price tag for your multicultural dream? How many crime and terrorism victims would it take for you to say the price is too high?</b></i><br />
It's not a dream but rather a Platonic illusion. What you call multiculturalism cannot be made to work through the manipulation of the physical world because doing so would only highlight existing superficial differences. Your referring to it as <i>multi</i>culturalism attests to this: it implies the bringing together of <i>different</i> cultures. Inside the cave, differences are perceived as a threat to the quenching of egoistic desires. Clashes will ensue. To make multiculturalism work you will have to transform differentness into sameness.<br />
<br />
Metaphysically speaking, culture can be thought of as an aggregate of expressions under the progression of desires, i.e. the ways in which people act out their carnal and spiritual needs and everything in between. Inside the cave, every person has desires and must act these out either inclusively or exclusively. That's a trait shared by everyone. A culture is a combined expression of a group of people acting out their desires. But these desires must be acted out in a fashion that allows you to move forward under the progression of desires.<br />
<br />
The acceptable price tag would be if multiculturalism allows all groups to move forward under the progression of desires. The price would be too high if even only one group stagnates, not to mention regresses, under the progression of desires.<br />
<br />
Having said that, it is your job as an individual to assure that you keep moving forward (you make your own luck, as the saying goes). The only way I know you can achieve that is by cultivating an understanding of yourself as a human being. You understand yourself, you understand everyone, and differentness is transformed. The job of the nation state is to see to it that its nation moves forward under the progression of desires. It can do so with the tools that it has at its disposal, e.g. the education system.<br />
<br />
<i><b>2. Why is it only us who need multiculturalism? Shouldn't strict monocultures such as Iraq, Saudi Arabia, Somalia, or Afghanistan need it much more?</b></i><br />
The question is an expression of grievance as you perceive that your need to quench your egoistic desires has been compromised. But by hitting out at the world you're tilting at windmills. Nobody needs multiculturalism. Not in the cave anyway. You may don't want those migrants in your country but how sure are you that they want to be there in the first place? The way I see it, exclusive policies have resulted in those migrants regressing to the desire for survival. And to make matters worse, host communities have come to perceive these people as a threat to their <i>own</i> desire for survival. If the nation state does not take due action fast, i.e. by tending to the desire for survival of both sides, things can get ugly. Think fascism.<br />
<br />
What the nation state can do at this instance, however, is to make changes in the physical world only, which don't count as real changes. Real change, as I have mentioned, can only be brought about in the mind and that is up to each person individually. You make your own luck.<br />
<br />
<i><b>3. Did you end up with your ideology by evaluating arguments and evidence, or do you find yourself believing in multiculturalism in spite of them?</b></i><br />
I ended up with my world view by evaluating personal life experiences which I then applied to more general contexts.<br />
<br />
<i><b>4. Do you believe that any culture or religion no matter how anti-liberal or anti-democratic is suiting material for peaceful coexistence in a multicultural society?</b></i><br />
Peaceful coexistence in a multicultural society can only take place if each of the components making up the melting pot—no matter how exclusive some may be—are allowed to progress along the progression of desires. The main responsibility to progress, however, lies with you. Think of what Plato said about the most important purpose in life.<br />
<br />
<i><b>5. If all cultures are equally good why is it only our culture that needs changing?</b></i><br />
Cultures that allow for progress along the progression of desires inside the cave are all equally good. Cultures that allow you to escape the confines of the cave are, however, better. If your culture must change, change for the better although, and at this point you may start to see a pattern developing, it's much more conceivable for you yourself to change and in so doing to become the change.<br />
<br />
<i><b>6. Why does racism stop being a huge problem when Iraqis commit racist hate crimes at 24 times the rate local white people do and Somalis at 36 times the rate?</b></i><br />
It doesn't and you know it.<br />
<br />
<b>7. How does importing intolerant bigoted people help to create a more tolerant modern society?</b><br />
tolerate<br />
· v.<br />
1 allow the existence or occurrence of (something that one <b>dislikes or disagrees with</b>) without interference.<br />
2 endure (someone or something <b>unpleasant</b>) with forbearance.<br />
<span style="font-size: x-small;">Concise Oxford Dictionary—Tenth Edition</span><br />
<br />
Next question, please.<br />
<br />
<i><b>8. Is striving for multiculture worth making our countries much more dangerous and scary places for women?</b></i><br />
Even more dangerous and scary than <i>women</i>? I'm sorry, I'm only half kidding.<br />
<br />
<i><b>9. What are the great benefits of multiculture that outweigh all the harm on safety, economics, and social cohesion?</b></i><br />
Changes for the better in the corridors of power and in the hallways of excellence.<br />
<br />
<i><b>10. Why do you believe an ideology that has never worked anyway could work in your country now?</b></i><br />
I'm positive it's capitalism you're talking about.<br />
<br />
<br />
<b>Laurens Sipahelut</b><br />
Tangerang, 25 September 2016<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_ELkZ1johbXUn_Cr-CJI0V2EwLJGf89-N1pA2W-rj8-8VPSi6yJVwvYMyCXIaLmw4zk4DNOZ-NFNXXWnEcphpfdCzGuKTXVq9mkpWDpdHe1MvJBMlNTQpoM7e_wi0YKGK-00mA0OwXlH_/s1600/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Kekekalan Laten Fasisme" border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_ELkZ1johbXUn_Cr-CJI0V2EwLJGf89-N1pA2W-rj8-8VPSi6yJVwvYMyCXIaLmw4zk4DNOZ-NFNXXWnEcphpfdCzGuKTXVq9mkpWDpdHe1MvJBMlNTQpoM7e_wi0YKGK-00mA0OwXlH_/s320/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" title="Kekekalan Laten Fasisme" width="200" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kekekalan Laten Fasisme</td></tr>
</tbody></table>
Kekekalan Laten Fasisme<i> karya <b>Rob Riemen</b> diluncurkan pada Sabtu, 4 Juni 2016, di Toko Buku Gunung Agung Margocity, Depok, dengan menghadirkan narasumber <b>Rocky Gerung</b> (FIB UI). Buku dapat dibeli pada Toko Buku Gunung Agung cabang:</i><br />
<ul>
<li><i>Jakarta Pusat (Atrium, Kwitang 06, Kwitang 38)</i></li>
<li><i>Jakarta Barat (Trisakti)</i></li>
<li><i>Jakarta Timur (Arion, Kramat Jati, Pondok Gede, Tamini Square)</i></li>
<li><i>Jakarta Selatan (Blok M Plaza, Senayan City)</i></li>
<li><i>Tangerang Selatan (BSD)</i></li>
<li><i>Tangerang (Tangcity Mall)</i></li>
<li><i>Bandung (BIP)</i></li>
<li><i>Bekasi (Bekasi CyberPark)</i></li>
<li><i>Depok (Margo City)</i></li>
<li><i>Semarang (Citraland Semarang, Paragon Mall)</i></li>
<li><i>Surabaya (Galaxy Surabaya, Surabaya Delta)</i></li>
<li><i>Denpasar (LIBBI Denpasar) </i></li>
</ul>
Pionir Bookshttp://www.blogger.com/profile/16401405108016475649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-68448482126160912262016-09-17T22:35:00.000+07:002016-10-04T10:44:12.457+07:0010 Kasus Pencurian Seni Terbesar Abad ke-20 (Bagian I)Pencurian <i>Mona Lisa</i> dari Museum Louvre di Paris pada 1911 dianggap sebagai pencurian seni besar pertama abad ke-20. Sejak itu, ribuan karya seni, besar maupun kecil, hilang dicuri baik sebagai akibat dari ulah pencuri profesional maupun sebagai akibat dari perang.<br />
<br />
Walaupun sebagian besar curian berhasil ditemukan kembali, banyak yang hingga kini masih raib. Hal itu bisa jadi menandakan betapa tidak bertanggung jawabnya ulah oknum-oknum kolektor tertentu ataupun betapa sulitnya pencuri menemukan pembeli.<br />
<br />
Mungkin karena gabungan faktor kenekatan, uang dan keindahan, tetapi cerita pencurian seni acap diangkat ke layar lebar maupun ke halaman buku. Contoh, edisi bahasa Indonesia <i>Vals beeld</i> karya novelis Belanda <b>Elvin Post</b> yang akan terbit dari penerbit Pionir Books dengan judul <i>Palsu</i>, yang diilhami kisah nyata.<br />
<br />
Berikut bagian pertama sepuluh kasus pencurian seni terbesar dunia abad ke-20 versi Forbes.com:<br />
<br />
<h3>
1. Inggris Raya: Agustus 1961</h3>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: right; margin-left: 1em; text-align: right;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiCZ5Vg0SAQHHXPcsUFOnKzDKoh704-KloGtfDDnozo9FmMxpP-BAWKsLigjiPSg9H80fDlQ1hQVdFeLt0iSOxQJCf2rAF6wdSHm9wWcXU0te1mIUE2UkQq6w626ubj20BEQWS6JF4kPZyZ/s1600/Francisco_Goya_-_Portrait_of_the_Duke_of_Wellington.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="'Potret Adipati Wellington' karya Goya." border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiCZ5Vg0SAQHHXPcsUFOnKzDKoh704-KloGtfDDnozo9FmMxpP-BAWKsLigjiPSg9H80fDlQ1hQVdFeLt0iSOxQJCf2rAF6wdSHm9wWcXU0te1mIUE2UkQq6w626ubj20BEQWS6JF4kPZyZ/s200/Francisco_Goya_-_Portrait_of_the_Duke_of_Wellington.jpg" title="'Potret Adipati Wellington' karya Goya." width="160" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Dicuri oleh... Robin Hood.</td></tr>
</tbody></table>
Pada 1961, kolektor kaya raya <b>Charles Wrightsman</b> membeli lukisan <b>Goya</b> berjudul <i>Potret Adipati Wellington</i> seharga $ 392.000 dan dia berencana memboyongnya ke negara asal dia, Amerika Serikat. Begitu mengetahui niatnya tersebut masyarakat Inggris Raya merajuk sampai-sampai pemerintah memutuskan untuk membeli lukisan itu dengan harga beli tadi. Belum sampai tiga pekan menggantung di museum National Gallery, London, lukisan dicuri. Pelakunya menuntut tebusan sebesar harga lukisan yang, menurut pengakuannya, akan dia sumbangkan sebagai derma. Pemerintah bergeming.<br />
<br />
Pada 1965, pencurinya mengirimkan sebuah nomor pengambilan barang kepada harian <i>Daily Mirror</i> di London dan pihak kepolisian menjemput lukisan itu di tempat penitipan bagasi sebuah stasiun kereta api. Enam pekan kemudian, pencurinya, yang bernama <b>Kempton Bunton</b> dan berprofesi sebagai pengemudi bus, menyerahkan diri. Dia berencana menggunakan tembusan untuk membayar langganan TV bagi mereka yang tidak berpunya. (Ternyata.) <b>Bunton</b> diganjar tiga bulan hukuman penjara.<br />
<br />
<h3>
2. Italia: Februari 1975</h3>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUFZLuUA5O8L8aTtFnI-T_0-6FEcAhAFYIulah3P-u5rVO-9-ljAMOeXFQJ7FCG4KFjsVM-h0czL3X17pZXi9PsCehAYZIdm3VSw2PsEScBQuhzoxltTT01v20sAOL994EdSTkvauK7MIr/s1600/Piero_-_The_Flagellation.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="'Dera Kristus' karya Piero della Francesco." border="0" height="140" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUFZLuUA5O8L8aTtFnI-T_0-6FEcAhAFYIulah3P-u5rVO-9-ljAMOeXFQJ7FCG4KFjsVM-h0czL3X17pZXi9PsCehAYZIdm3VSw2PsEScBQuhzoxltTT01v20sAOL994EdSTkvauK7MIr/s200/Piero_-_The_Flagellation.jpg" title="'Dera Kristus' karya Piero della Francesco." width="200" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Dipotong ke luar dari bingkai.</td></tr>
</tbody></table>
Italia, gudangnya seni yang ternyata juga menjadi rumah sejumlah mencit nakal. Ketika dua lukisan karya <b>Piero della Francesco</b>––<i>Dera Kristus</i> dan <i>Madona Senigallia</i>––dan sebuah lukisan karya <b>Raphael</b>––<i>Si Bisu</i>––dipotong ke luar dari bingkai dan dicuri dari Istana Keadipatian, Urbino, aksi itu dijuluki 'Kejahatan Seni Abad Ini'.<br />
<br />
Tindak pidana tersebut murni bermotif uang. Para pelakunya kriminalis setempat yang berencana menjual curian mereka ke pasar internasional. Akan tetapi, seperti yang juga bakal didapati oleh pencuri seni lain sesudah mereka, bukanlah perkara mudah melego adikarya yang sudah langganan direproduksi oleh orang. Pada Maret 1976, ketiga lukisan itu ditemukan kembali tanpa kekurangan apa pun di Locarno, Swiss.<br />
<br />
<h3>
3. Prancis: November 1985</h3>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: right; margin-left: 1em; text-align: right;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixuOFq-RO9-FqunIsuwtPCGT2EdT9XTzqV3WZRL1Zffy2c_E0tl9AwtvvDHeBZZeoSGIngwRx__Dv1BL7dzUcjySH_YFpi0mmoWpB58oneLxQhVHmjI_kjf-E-OlOwulsxMST_kUdfLtEp/s1600/Claude_Monet%252C_Impression%252C_soleil_levant.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="'Impresi, Soleil Levant' karya Monet." border="0" height="155" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixuOFq-RO9-FqunIsuwtPCGT2EdT9XTzqV3WZRL1Zffy2c_E0tl9AwtvvDHeBZZeoSGIngwRx__Dv1BL7dzUcjySH_YFpi0mmoWpB58oneLxQhVHmjI_kjf-E-OlOwulsxMST_kUdfLtEp/s200/Claude_Monet%252C_Impression%252C_soleil_levant.jpg" title="'Impresi, Soleil Levant' karya Monet." width="200" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Ulah... mafia Jepang?</td></tr>
</tbody></table>
Pencurian sembilan lukisan, termasuk <i>Orang Mandi</i> karya <b>Renoir</b> dan <i>Impresi, Soleil Levant</i> karya <b>Monet</b>, dari Museum Marmottan, Paris, berlangsung pada suatu Minggu. Pada awalnya, pihak kepolisian menaruh syak kepada kelompok radikal Action Direct. Akan tetapi, pada awal 1984 sejumlah lukisan juga pernah dicuri dari sebuah museum di luar Paris, yang berkat info seorang penadah berhasil ditemukan kembali di Jepang, yaitu di dalam tangan <b>Shuinichi Fujikuma</b>, seorang gangster. Yang ternyata juga menjadi otak perampokan Marmottan tadi. Buktinya, sebelum aksi Marmottan berlangsung dia sempat mengedarkan katalog sembilan lukisan yang tidak lama kemudian raib itu.<br />
<br />
Pembatasan jangka waktu (<i>statute of limitation</i>) Jepang terkenal singkat dan kabar angin santer beredar bahwa mafia Jepang Yakuza telah berhasil menembus dunia seni. Namun, kenyataannya tidaklah sedahsyat itu.<br />
<br />
Pada 1978, <b>Fujikuma</b> ditahan di Prancis karena kedapatan menyelundupkan 7,8 kilogram heroin. Pada saat menjalani hukuman lima tahun penjara dia berkenalan dengan <b>Philippe Jamin</b> dan <b>Youssef Khimoun</b>, dua anggota sindikat pencuri seni. Merekalah yang lantas menjalankan aksi pencurian itu atas nama <b>Fujikuma</b>. Pada akhirnya, lukisan-lukisan ditemukan kembali pada 1991 di Korsika. Barangnya terlalu panas, bahkan untuk Jepang.<br />
<br />
<h3>
4. Meksiko: Desember 1985</h3>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhDVE4xre5iFENzMzLsRpU_-Jt7ExYJE835xT5YFa8799BulERmw3jjLoS6I5AW_T0CT4G10uoWcRnxi0mPZjCHJ-3UJqm0TsbWCoko0IbSelhaN3bRQ0Yd8OGj7I8ofWUimVUzsH9v1NvH/s1600/heist_pacal_235x365.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Artefak pra-Columbus." border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhDVE4xre5iFENzMzLsRpU_-Jt7ExYJE835xT5YFa8799BulERmw3jjLoS6I5AW_T0CT4G10uoWcRnxi0mPZjCHJ-3UJqm0TsbWCoko0IbSelhaN3bRQ0Yd8OGj7I8ofWUimVUzsH9v1NvH/s200/heist_pacal_235x365.jpg" title="Artefak pra-Columbus." width="131" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Terlena.</td></tr>
</tbody></table>
Malam Natal. Satpam Museum Nasional Antropologi di Kota Meksiko delapan-delapannya tengah lena. Selain itu, sistem alarm sudah tiga tahun mati.<br />
<br />
Satpam sif pagi, yang masuk pukul 08.00 pada keesokan harinya, yang pada akhirnya menyadari bahwa lempeng kaca telah diangkat dari atas tujuh lemari pajangan. Total 140 benda yang diambil, termasuk potongan-potongan batu giok dan emas dari seni pahat Maya, Aztec, Zapotec, dan Miztec. Kurator museum <b>Felipe Solis</b> memprakirakan bahwa, seandai ada pembeli, satu potongan itu saja––sebuah jambang menyerupai monyet––bisa laku di atas $ 20 juta.<br />
<br />
Karena sebagian besar potongan tersebut berukuran kecil, semuanya muat di dalam dua buah koper. Terlepas dari ukuran, kasus itu tetap terhitung sebagai pencurian benda berharga terbesar yang pernah terjadi.<br />
<br />
Pelajaran yang dipetik: (i) tingkat keamanan museum nasional, terutama di negara berkembang, sering tidak sebanding dengan isi museum dan (ii) pada saat Natal dan Tahun Baru ternyata tidak semua orang sedang berleha-leha di Meksiko.<br />
<br />
<h3>
5. Amerika Serikat: Februari 1988</h3>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: right; margin-left: 1em; text-align: right;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFlyZzXAArDLdzkPHbpGrb_ZoT366Ei44Y4si73rp4EAwj0gBoV-LRBIZA4k0ShyphenhyphenXYKuGR_nxgfZuKND4xGiLM16nqa60NQWCQT7HB0zycVE2xdaZY6GJY9Dq6GFMRp0smnETLyoxRfHgY/s1600/Chardin-StingrayOnions.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="'Ikan Pari dengan Keranjang Bawang Bombai' karya Chardin." border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFlyZzXAArDLdzkPHbpGrb_ZoT366Ei44Y4si73rp4EAwj0gBoV-LRBIZA4k0ShyphenhyphenXYKuGR_nxgfZuKND4xGiLM16nqa60NQWCQT7HB0zycVE2xdaZY6GJY9Dq6GFMRp0smnETLyoxRfHgY/s200/Chardin-StingrayOnions.jpg" title="'Ikan Pari dengan Keranjang Bawang Bombai' karya Chardin." width="157" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Koleksi awur.</td></tr>
</tbody></table>
Pembobolan Colnaghi’s (sebuah diler seni di London) cabang Manhattan yang berlokasi pada East 8th Street, terbilang cukup canggih. Pencurinya masuk lewat tingkap cahaya dan dengan bantuan tambang menurunkan diri sampai ke bawah. Akan tetapi, begitu di dalam, koleksi karya seni pilihan mereka berkesan agak mengawur walaupun dari ke-28 karya yang mereka bawa pergi dua adalah lukisan karya <b>Fra Angelico</b>––yang diasuransikan sebesar $ 4 juta–– dan satunya lagi adalah <i>Ikan Pari dengan Keranjang Bawang Bombai</i> karya <b>Chardin</b>. Hingga kini baru empat belas yang berhasil ditemukan kembali.<br />
<br />
Barang gedoran itu (waktu itu) ditaksir bernilai antara $ 6 juta dan $ 10 juta, yang menjadikan aksi tersebut perampokan seni terbesar kota New York: bukti bahwa keuntungan dari merampok galeri swasta bisa menyamai perampokan museum.<br />
<br />
<i>Bagian kedua tulisan di atas dapat dibaca <a href="http://pionirbooks.blogspot.co.id/2016/09/10-kasus-pencurian-seni-terbesar-abad_30.html" target="_blank">di sini</a>.</i><br />
<br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0V_wRt3HToehS3hhLy8n4sMyBJgHwLvq9smCc2Gr3xKLfFRQnPxVtzwUjbeFp_Nyw1c7ySkMJYD65IrBG95ceDaaEICll2G3nP6Ub3FVojVYYAGFw48bguoyYu2tdkZK8zKHI0d3f7lqY/s1600/Palsu_-_PB_-_FP.png" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Novel 'Palsu' karya Elvin Post." border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0V_wRt3HToehS3hhLy8n4sMyBJgHwLvq9smCc2Gr3xKLfFRQnPxVtzwUjbeFp_Nyw1c7ySkMJYD65IrBG95ceDaaEICll2G3nP6Ub3FVojVYYAGFw48bguoyYu2tdkZK8zKHI0d3f7lqY/s320/Palsu_-_PB_-_FP.png" title="Novel 'Palsu' karya Elvin Post." width="224" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Palsu</td></tr>
</tbody></table>
<i>Tulisan di atas diturunkan dalam rangka akan terbitnya </i>Palsu<i>, edisi bahasa Indonesia thriller novelis Belanda <b>Elvin Post</b>. Ikuti perkembangannya pada akun Twitter Pionir Books (@PionirBooks) lewat tagar #PalsuNovelElvinPost.</i>Pionir Bookshttp://www.blogger.com/profile/16401405108016475649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-42476830641619087072016-08-31T21:07:00.002+07:002016-08-31T21:11:36.316+07:00Geert Wilders vs Politik Tercerahkan<!--[if gte mso 9]><xml>
<o:OfficeDocumentSettings>
<o:AllowPNG/>
</o:OfficeDocumentSettings>
</xml><![endif]--><br />
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:EnableOpenTypeKerning/>
<w:DontFlipMirrorIndents/>
<w:OverrideTableStyleHps/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzPtZM5iXBMmCN91_K1AM0UnQ-K_-QdGcASTTZkfEbWFB1NFSC9-MoZw-bigurA8wp1wYQp5UXleO_RMDudiaqRCcSXbrTJQVe0pcS3aGVhgb2oq9i_9sOp8Z-7QcBK-wVQPNbFmWk5Y_-/s1600/GeertWilders_-_Headset.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Geert Wilders" border="0" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzPtZM5iXBMmCN91_K1AM0UnQ-K_-QdGcASTTZkfEbWFB1NFSC9-MoZw-bigurA8wp1wYQp5UXleO_RMDudiaqRCcSXbrTJQVe0pcS3aGVhgb2oq9i_9sOp8Z-7QcBK-wVQPNbFmWk5Y_-/s320/GeertWilders_-_Headset.jpg" title="Geert Wilders" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Geert Wilders.<br />
Foto: J. Warand</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNoSpacing">
Pada 25 Agustus 2016, <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Geert Wilders</b> mengunggah konsep agenda PVV (Partai untuk Kebebasan)
untuk pemilu 2017 Belanda ke laman <a href="http://bit.ly/2bnPGeO" target="_blank">Facebook</a>-nya, yang
lantas disorot oleh media massa di dalam dan luar Belanda lantaran nadanya yang
sangat anti-Islam tetapi juga karena isinya yang sangat ringkas karena seluruhnya
bisa dicetak pada selembar kertas A4. Lima hari kemudian, pada 30 Agustus 2016,
politikus anti-Islam Belanda dan ketua PVV itu kembali mengunggah tulisan ke
Facebook yang isinya merupakan pengembangan dari konsep agenda PVV itu.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tulisan berbahasa Belanda itu dapat dilihat <a href="https://www.facebook.com/Geert-Wilders-202064936858448/" target="_blank">di sini</a>.
Berikut terjemahannya:</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Selembar kertas A4
kelewat singkat?</i></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pokok masalah yang
paling mendesak sebetulnya bisa ditulis dalam 1 baris kalimat, malah dengan 2
kata saja:</i></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">DEISLAMISASI
BELANDA</i></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Persoalannya, hanya
apabila tidak ada kekerasan, teror, dan kebencian dari ideologi totaliter Islam
baru Belanda bisa tetap menjadi negara yang aman dan bebas.</i></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Islamisasi merupakan
masalah eksistensi terhadap kesintasan peradaban kita dan kebebasan kita.</i></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Islam adalah suatu
ideologi bengis yang totaliter––yang berkedok agama––dan oleh karena itu
kebebasan konstitusional agama dan pendidikan menjadi tidak aci. Untuk apa kita
harus memberikan suatu ideologi yang hendak merampas kebebasan kita kesempatan terhadap
itu semua? Apakah kita tidak belajar dari jentaka yang dulu pernah ditimbulkan
oleh ideologi bengis lainnya seperti komunisme dan naziisme?</i></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Memalingkan muka
dan bernalar dalam basa-basi politik ialah perbuatan tolol dan tindak bunuh
diri tanpa tedeng aling-aling.</i></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Lantas semakin lama
politik memalingkan muka dan menafikan pesan ini, semakin lama perbatasan
dibiarkan menganga dan semua orang dipersilakan masuk, semakin lama sifat asli Islam
disamarkan, semakin lama suatu ideologi diberi status dan hak-hak yang nantinya
oleh ideologi itu malah dipakai untuk merampas hak-hak milik </i>kita<i style="mso-bidi-font-style: normal;">, semakin lama peringatan-peringatan dari
PVV mengenai semua itu dicuaikan, semakin keras pula nantinya tindakan yang bakal
harus diambil untuk membalikkan keadaan.</i></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Jadi, Kabinet,
jangan lagi memalingkan muka tetapi bertindaklah, atau turunlah. Sudah cukup
ini semua. Lindungilah warga Belanda terhadap Islam, teror, dan kekerasan.</i></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Belanda pantas
menerima lebih dari pemalingan muka Anda selama bertahun-tahun ini,
pengkhianatan kepada negeri kita yang indah ini, dan penyerahan
kebebasan-kebebasan kita yang diperoleh lewat perjuangan keras.</i></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Belanda tetaplah
harus menjadi negara yang bebas.</i></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Negara berhak menentukan siapa yang boleh dan siapa yang
tidak boleh melewati perbatasannya. Itu bukan menjadi persoalan. Yang menjadi
persoalan ialah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">niat</i> di balik hal itu,
yaitu apakah ia berlandaskan kerangka berpikir yang picik atau bestari, apakah ia
merangkul hanya mazhab tertentu atau semua mazhab, dan apakah ia bertolak dari
egoisme atau altruisme?</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Dengan memojokkan komunitas tertentu <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Wilders</b> memperlihatkan bahwa niatnya berlandaskan kepicikan, merangkul
hanya mazhab tertentu, dan bertolak dari egoisme. Ketiganya sesungguhnya
serenteng.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Apabila pemahaman induk kearifan, kepicikan mestinya gejala
yang timbul dari ketidakpahaman terhadap sesuatu karena ia sama sekali tidak
mencerminkan kearifan. Dengan demikian, ada sesuatu yang oleh <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Wilders</b> tidak dipahami, sebagaimana
bisa ditafsirkan dari wacananya yang senantiasa memojokkan komunitas tertentu. Dia
tidak memahami bahwasanya perubahan yang dia dambakan hanya bisa diadakan lewat
kerangka berpikir yang bestari, yang tidak memberikan perlawanan terhadap tetapi
justru mengayomi, menampung, dan pada akhirnya menyerap semua kelompok karena
mengetahui bahwa lewat cara itu orang dimudahkan perjalanannya menuju pencerahan,
yaitu keadaan pada kesadaran yang oleh kebestarian dikenali sebagai sesuatu
yang didambakan dan pada saatnya akan dicapai oleh setiap insan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Wilders</b> hanya mewakili
mazhab tertentu, yakni Yahudi-Nasrani dan humanisme. Golongan yang di Belanda
tampil sebagai pembela mazhab tersebut oleh filsuf Belanda <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Rob Riemen</b> dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kekekalan
Laten Fasisme</i> (2015) disebut sebagai ‘orang-orang setengah beradab yang
juga merasa perlu untuk mengomentari <i style="mso-bidi-font-style: normal;">budaya
sendiri</i>’. Mereka yang berseberangan dengan mazhab tersebut diluarkan oleh <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Wilders</b>, yang adalah ciri otoritarianisme.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Menurut <a href="http://kbbi4.portalbahasa.com/entri/egoisme" target="_blank">kamus</a>,
egoisme adalah tingkah laku yang didasarkan atas dorongan untuk keuntungan diri
sendiri daripada untuk kesejahteraan orang lain. Akan tetapi, egoisme juga bisa
diartikan sebagai keterikatan kesadaran kita pada hasrat. Keterikatan tersebut merintangi
diri kita untuk menerima perbedaan karena, seperti ditunjukkan oleh keadaan
ekstrem seperti dalam krisis migran di Eropa, hal tersebut mengharuskan kita
untuk bertindak melawan naluri kesintasan, yang berakar pada hasrat akan
kesintasan, hasrat terkuat ego manusia.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Kepolisian kota Aarhus di Denmark telah menerapkan hal itu
dalam rangka kepraktisan (kebijakan mereka tersebut sekadar didorong oleh
keinginan untuk menjaga keamanan kota; mereka sekadar melakukan pekerjaan
mereka). (Silakan baca <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Serangan Nice dan
<a href="http://bit.ly/29FJoYB" target="_blank">Model Aarhus</a></i>.)</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Hal yang saya harapkan ialah agar <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Wilders</b> berikhtiar dengan berlandaskan kerangka berpikir yang
bestari, merangkul semua mazhab, dan bertolak dari altruisme. Saya menyadari
bahwa hal itu tidak realistis karena yang saya tuntut dari seorang <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Wilders</b> ialah bahwa dia menjadi insan yang
tercerahkan padahal kapan pencerahan dialami oleh seseorang tidak ada yang tahu,
termasuk oleh orang itu sendiri.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Akan tetapi, dalam politik tetapi juga pada bidang
kehidupan lainnya, hal itu ternyata bisa <i style="mso-bidi-font-style: normal;">disimulasikan</i>.
Situs <a href="http://politicalcompass.org/">PoliticalCompass.org</a> menampilkan suatu
model spektrum politik yang dibangun oleh dua dimensi: dimensi sosial (Otoritarianisme-Libertarianisme)
sebagai sumbu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">y</i> dan dimensi ekonomi
(Kanan-Kiri) sebagai sumbu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">x</i>.
Berdasarkan konsep agenda PVV untuk pemilu 2017 Belanda, dimensi sosial politik
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Wilders</b> bisa dibilang berada pada
spektrum Otoritarianisme ekstrem sementara dimensi ekonominya berkisar pada spektrum
Kiri tengah.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Dalam model itu, <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Wilders</b>
dapat menyimulasikan ‘politik tercerahkan’ dengan bertanya: apakah tindakan saya
sudah memperlakukan orang lain sebagaimana saya ingin diperlakukan? Dalam model
itu, apabila dia melandasi setiap tindakannya seturut jawaban atas pertanyaan tersebut,
politik dia bakal bercirikan Libertarianisme-Kiri. Sebagai percobaan, silakan
dibuktikan dengan mengisi tes yang tersedia pada PoliticalCompass.org dengan
mengikuti kaidah kencana tersebut: <a href="https://www.politicalcompass.org/test">https://www.politicalcompass.org/test</a>.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Model tersebut belumlah sempurna tetapi
ia dengan sangat jitu menggambarkan fenomena politik dalam peradaban manusia dan ia
berhasil menetapkan Libertarianisme-Kiri sebagai batu loncatan menuju suatu dunia
baru yang altruistis.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<b>Laurens Sipahelut</b><br />
Tangerang, 31 Agustus 2016 </div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOmfwFBBOn9328P_CLiTXn4aXkZSF9tCI8d8kTeg7TNuttgsN2UL6hL64BTkXwyg1yI1Rob4P4YdzheGex1Fxky7Q1q22T23fyctfiMQjUf-vD5POU-OmS9sogHHaUYS_nSskFCNwIBpqV/s1600/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Kekekalan Laten Fasisme" border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOmfwFBBOn9328P_CLiTXn4aXkZSF9tCI8d8kTeg7TNuttgsN2UL6hL64BTkXwyg1yI1Rob4P4YdzheGex1Fxky7Q1q22T23fyctfiMQjUf-vD5POU-OmS9sogHHaUYS_nSskFCNwIBpqV/s320/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" title="Kekekalan Laten Fasisme" width="200" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kekekalan Laten Fasisme</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNoSpacing">
Kekekalan Laten Fasisme<span class="_5yi_"></span><i><span class="_5yi_"> karya </span><b><span class="_5yi- _5yi_">Rob Riemen</span></b><span class="_5yi_"> diluncurkan pada Sabtu, 4 Juni 2016, di Toko Buku Gunung Agung Margocity, Depok, dengan menghadirkan narasumber <b>Rocky Gerung</b> </span><span class="_5yi_">(FIB UI). Buku dapat dibeli pada Toko Buku Gunung Agung cabang:</span></i>
</div>
<ul>
<li><i><span class="_5yi_">Jakarta Pusat (Atrium, Kwitang 06, Kwitang 38)</span></i></li>
<li><i><span class="_5yi_">Jakarta Barat (Trisakti)</span></i></li>
<li><i><span class="_5yi_">Jakarta Timur (Arion, Kramat Jati, Pondok Gede, Tamini Square)</span></i></li>
<li><i><span class="_5yi_">Jakarta Selatan (Blok M Plaza, Senayan City)</span></i></li>
<li><i><span class="_5yi_">Tangerang Selatan (BSD)</span></i></li>
<li><i><span class="_5yi_">Tangerang (Tangcity Mall)</span></i></li>
<li><i><span class="_5yi_">Bandung (BIP)</span></i></li>
<li><i><span class="_5yi_">Bekasi (Bekasi CyberPark)</span></i></li>
<li><i><span class="_5yi_">Depok (Margo City)</span></i></li>
<li><i><span class="_5yi_">Semarang (Citraland Semarang, Paragon Mall)</span></i></li>
<li><i><span class="_5yi_">Surabaya (Galaxy Surabaya, Surabaya Delta)</span></i></li>
<li><i><span class="_5yi_">Denpasar (LIBBI Denpasar)</span></i></li>
</ul>
Pionir Bookshttp://www.blogger.com/profile/16401405108016475649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-71971852331318806882016-08-26T12:26:00.000+07:002016-08-26T13:03:42.981+07:00Geert Wilders Permaklumkan Deislamisasi Belanda<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://z24feed.nl/wp-content/uploads/2015/10/geert-wilders-pvv-470x340.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Geert Wilders" border="0" height="231" src="https://z24feed.nl/wp-content/uploads/2015/10/geert-wilders-pvv-470x340.jpg" title="Geert Wilders" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Geert Wilders. Foto: ANP</td></tr>
</tbody></table>
<br />
Dalam rangka pemilu parlemen Belanda, yang dijadwalkan akan berlangsung pada 15 Maret 2017, politikus anti-Islam Belanda <b>Geert Wilders</b> menyiarkan konsep program pemilu PVV (Partai untuk Kebebasan), gerakan yang dia ketuai, pada laman <a href="https://www.facebook.com/202064936858448/photos/a.222674408130834.1073741828.202064936858448/227859140945694/?type=3&theater" target="_blank">Facebook-nya</a>. Konsep yang panjangnya bisa dicetak pada selembar kertas A4 itu menempatkan deislamisasi Belanda pada urutan paling atas. Berikut terjemahan dokumen itu yang diunggah oleh <b>Wilders</b> pada 25 Agustus 2016:<br />
<br />
<br />
<br />
<b>KONSEP – PROGRAM PEMILU PVV 2017-2021<br /><br /><span style="font-size: large;">BELANDA MILIK KITA KEMBALI!</span></b><br />
<br />
Jutaan warga Belanda sudah muak dengan islamisasi negara kita. Cukup sudah imigrasi massal dan pencarian suaka, teror, kekerasan, dan ketidakamanan.<br />
<br />
Ini rencana kami: alih-alih membiayai seisi dunia dan orang-orang yang tidak kita inginkan di sini, uang akan kami belanjakan untuk rakyat umum Belanda.<br />
<br />
Cara PVV akan melaksanakannya seperti ini:<br />
<br />
1. Deislamisasi Belanda<br />
<ul>
<li>Tidak ada lagi penambahan pencari suaka dan tidak ada lagi imigran dari negara islamis: tutup perbatasan</li>
<li>Penarikan semua izin tinggal pencari suaka yang telah diberikan untuk kurun waktu tertentu, tutup pusat penampungan pencari suaka</li>
<li>Peniadaan kerudung islamis dalam fungsi-fungsi publik</li>
<li>Pelarangan ekspresi islamis lainnya yang bertentangan dengan ketertiban umum</li>
<li>Pengurungan preventif muslim radikal</li>
<li>Denaturalisasi dan pengusiran kriminalis berkewarganegaraan ganda</li>
<li>Pencekalan 'pejuang' Suriah yang ingin kembali ke Belanda</li>
<li>Penutupan semua masjid dan sekolah islamis, pelarangan Alquran</li>
</ul>
2. Belanda kembali merdeka. Artinya, keluar dari UE<br />
3. Demokrasi langsung: pemberlakuan referendum mengikat, penyerahan kekuasaan kepada warga negara<br />
4. Pembatalan secara penuh rawat kesehatan risiko sendiri<br />
5. Penurunan biaya sewa rumah<br />
6. Uang pensiun dibayarkan pada usia 65 tahun, pensiun tambahan diindekskan<br />
7. Penghentian dana bantuan untuk pembangunan, kincir angin, seni, inovasi, penyiaran, dsb.<br />
8. Pembalikan penghematan perawatan di rumah, perawatan manula, penambahan tenaga perawat<br />
9. Penambahan dana besar-besaran untuk pertahanan dan kepolisian<br />
10. Penurunan pajak pendapatan<br />
11. Pemaruhan pajak kendaraan bermotor<br />
<br />
Paragraf keuangan per poin berikut jumlah:<br />
<ol>
<li>+ 7,2 M</li>
<li>Pos peringatan</li>
<li>Pos peringatan</li>
<li>- 3,7 M</li>
<li>- 1,0 M</li>
<li>- 3,5 M</li>
<li>+ 10,0 M</li>
<li>- 2,0 M</li>
<li>- 2,0 M</li>
<li>- 3,0 M</li>
<li>- 2,0 M</li>
</ol>
Jumlah: 0<br />
<br />
Layangkan tanggapan lewat: <b>nederlandweervanons@pvv.nl</b><br />
<br />
<div style="text-align: center;">
***</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjOsPMh6IQF4RNL3UQYURgAKeZsnRQRjZksJl2xhRnDKmEgXgR1w3inVK84W9ru0230nZtCzRhKSclFyWPqXnfRvk9Ua5aWwmukTPWz_J40uPtBNiNJIYXdPfH4f-lhGBunj1LAXHj-zQjd/s1600/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Kekekalan Laten Fasisme" border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjOsPMh6IQF4RNL3UQYURgAKeZsnRQRjZksJl2xhRnDKmEgXgR1w3inVK84W9ru0230nZtCzRhKSclFyWPqXnfRvk9Ua5aWwmukTPWz_J40uPtBNiNJIYXdPfH4f-lhGBunj1LAXHj-zQjd/s320/KLF_-_SampulMuka_-_400px.png" title="Kekekalan Laten Fasisme" width="200" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kekekalan Laten Fasisme</td></tr>
</tbody></table>
Kekekalan Laten Fasisme<span class="_5yi_"></span><i><span class="_5yi_"> karya </span><b><span class="_5yi- _5yi_">Rob Riemen</span></b><span class="_5yi_"> diluncurkan pada Sabtu, 4 Juni 2016, di Toko Buku Gunung Agung Margocity, Depok, dengan menghadirkan narasumber <b>Rocky Gerung</b> </span><span class="_5yi_">(FIB UI). Buku dapat dibeli pada Toko Buku Gunung Agung cabang:</span></i>
<br />
<ul>
<li><i><span class="_5yi_">Jakarta Pusat (Atrium, Kwitang 06, Kwitang 38)</span></i></li>
<li><i><span class="_5yi_">Jakarta Barat (Trisakti)</span></i></li>
<li><i><span class="_5yi_">Jakarta Timur (Arion, Kramat Jati, Pondok Gede, Tamini Square)</span></i></li>
<li><i><span class="_5yi_">Jakarta Selatan (Blok M Plaza, Senayan City)</span></i></li>
<li><i><span class="_5yi_">Tangerang Selatan (BSD)</span></i></li>
<li><i><span class="_5yi_">Tangerang (Tangcity Mall)</span></i></li>
<li><i><span class="_5yi_">Bandung (BIP)</span></i></li>
<li><i><span class="_5yi_">Bekasi (Bekasi CyberPark)</span></i></li>
<li><i><span class="_5yi_">Depok (Margo City)</span></i></li>
<li><i><span class="_5yi_">Semarang (Citraland Semarang, Paragon Mall)</span></i></li>
<li><i><span class="_5yi_">Surabaya (Galaxy Surabaya, Surabaya Delta)</span></i></li>
<li><i><span class="_5yi_">Denpasar (LIBBI Denpasar)</span></i></li>
</ul>
Pionir Bookshttp://www.blogger.com/profile/16401405108016475649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7193269211259516898.post-15688609695473376952016-08-16T12:48:00.002+07:002016-08-16T13:05:39.618+07:00Catur<!--[if gte mso 9]><xml>
<o:OfficeDocumentSettings>
<o:AllowPNG/>
</o:OfficeDocumentSettings>
</xml><![endif]--><br />
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:EnableOpenTypeKerning/>
<w:DontFlipMirrorIndents/>
<w:OverrideTableStyleHps/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigxwy35JjldBHqiRcIBG8fe6wivDLiho3cs_cpOi2a5gY4H1Iadi9jgOqpPiS2ZHw9wM2s3FTd_P4TY23j62x8RsTXvF0rQS11OSOVlnWbVEC8vaXfKQTMYGvhXSxDC0wiNltcF9BjsnWW/s1600/CaturIndonesia.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Buah catur merah-putih" border="0" height="160" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigxwy35JjldBHqiRcIBG8fe6wivDLiho3cs_cpOi2a5gY4H1Iadi9jgOqpPiS2ZHw9wM2s3FTd_P4TY23j62x8RsTXvF0rQS11OSOVlnWbVEC8vaXfKQTMYGvhXSxDC0wiNltcF9BjsnWW/s320/CaturIndonesia.jpg" title="Buah catur merah-putih." width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber: themahjongshop.com.</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNoSpacing">
Dirgahayu Republik Indonesia. Perayaan hari Proklamasi
Kemerdekaan adalah kisah tentang genesis Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setiap
kali kita beragustusan, kita mengenangkan suatu kisah tentang kita, manusia. Pasal,
alih-alih rangkaian data dan fakta yang dingin, sejarah di balik tanggal 17
Agustus dibentuk oleh dinamika hasrat manusia yang menyala-nyala.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
Sejarah berdirinya NKRI melibatkan banyak aktor (manusia),
dan masing-masing aktor tersebut memperjuangkan keinginan mereka masing-masing.
Benturan antara keinginan-keinginan tersebut lantas berujung dengan Perang
Kemerdekaan Indonesia.
<br />
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Apabila medan perang tersebut diibaratkan papan catur, buah
catur melambangkan kelompok-kelompok kepentingan yang disusun menurut dua kubu:
kubu kemerdekaan dan kubu kolonialisme. Masing-masing buah catur lantas tergabung
pada kubu yang ia anggap mengusung kepentingannya, yaitu:</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-hansi-font-family: Calibri;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pemerolehan</i>
kebutuhan hidup (Kesintasan);</div>
<div class="MsoNoSpacing" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-hansi-font-family: Calibri;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">Penghimpunan</i>
kebutuhan hidup (Kekayaan); <i style="mso-bidi-font-style: normal;">atau</i></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-hansi-font-family: Calibri;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pengendalian</i>
kebutuhan hidup (Kekuasaan).</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Ajaran dan paham yang berbagai-bagai (seperti agama, sistem,
falsafah—Keilmuan) kemudian menentukan pergerakan setiap buah pada papan catur,
dan, seperti yang kita ketahui, pada pengujung 1949 akhirnya kubu kemerdekaan yang
muncul sebagai pemenang.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Saya ingin mengutip <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Perjuangan
Kita</i>, sebuah pamflet karya <b>Sutan Syahrir</b>, salah satu putra terbaik
Indonesia yang pemikirannya ikut menentukan kemenangan kubu kemerdekaan, yang
terbit pada pengujung Oktober 1945:</div>
<br />
<blockquote class="tr_bq">
<div class="MsoQuote">
"Kekuatan yang kita cari ada pada pengobaran perasaan <span style="font-style: normal; mso-bidi-font-style: italic;">keadilan</span> dan <span style="font-style: normal; mso-bidi-font-style: italic;">kemanusiaan</span>. Hanya
semangat kebangsaan yang dipikul oleh perasaan keadilan dan kemanusiaan yang dapat
mengantar kita maju dalam sejarah dunia."</div>
</blockquote>
<br />
<div class="MsoQuote">
Bung <b>Syahrir</b> menyerukan penjunjungan nilai-nilai objektif
(mutlak) kala keadaan dikuasai oleh pengejawantahan nilai-nilai subjektif (nisbi).
Dia memandangi papan catur kita itu dari ketinggian sehingga nada dia pun menjadi
bertolak dari semangat: muliakan manusia.
</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Menurut hemat saya, itulah yang mestinya menjadi tujuan didirikannya
suatu negara bangsa, yaitu untuk memuliakan manusia. Bangsa Indonesia betul telah
merdeka, tetapi kita belum menjadikannya bangsa yang bebas.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Sekarang, pada 2016, buah catur pada papan kita boleh
jadi tersusun dalam formasi yang berbeda—semenjak 2014, setelah melewati Zaman
Kemerdekaan dan Zaman Reformasi, Indonesia memasuki Zaman Kebebasan—tetapi judul
permainannya tetap sama: catur. Akan tetapi, Republik Indonesia sekarang berada
dalam Perang <i>Kebebasan</i>.<br />
<br />
Silakan ditentukan sendiri apa yang menjadi buah
catur Anda dan apa Keilmuan yang menggerakan buah catur Anda tersebut. Silakan ditentukan bagaimana negara bangsa kita ini dapat menjadi sesuatu yang
memuliakan manusia seturut nilai-nilai objektif sehingga perang tersebut dapat
dimenangkan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Laurens Sipahelut</b></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tangerang, 16 Agustus 2016</div>
Pionir Bookshttp://www.blogger.com/profile/16401405108016475649noreply@blogger.com0