Menurut Progresi Hasrat, pengetahuan adalah hasrat egoistis paling tinggi sementara kesintasan adalah hasrat egoistis yang paling rendah. Hasrat-hasrat itu ialah sifat manusia dan oleh karenya tidak baik maupun buruk (tetapi sekadar manusiawi). Yang penting adalah mereka diinsafi dan dipahami. (Catatan: lembaga peradaban modern memasabodohkan hal itu sehingga manusia dikondisikan untuk hidup dalam ketidaktahuan.)
Fasisme lekat dengan kekerasan karena menempati ranah hasrat terendah itu, yaitu hasrat untuk bertahan hidup. Pada ranah itu kekerasan (bahasa tubuh) menjadi sarana pengungkapan yang afdal. Fasisme secara kebetulan juga diketahui tidak sungkan melakukan pembakaran buku (repositori pengetahuan).
Setelah maksud tercapai dan ikhtiar bernama fasisme itu bisa disimpan kembali di dalam kotak, akankah apa pun yang tercipta dalam rangka maksud itu berjalan langgeng? Jawabannya: ya, apabila sesuatu yang tercipta itu mampu mengelola hasrat egoistis manusia secara adil dan bijaksana. Bila tidak, jawabannya: tidak, karena manusia secara naluriah ingin memuliakan dirinya secara rohaniah.
Fasisme alat yang berbahaya lebih-lebih karena ia mensyaratkan berlangsungnya regresi rohaniah pada manusia. Sebaiknya, sekali-kali ia jangan dipakai.
Laurens Sipahelut
Tangerang, 9 Januari 2017
Kekekalan Laten Fasisme |
- Jakarta Pusat (Atrium, Kwitang 06, Kwitang 38)
- Jakarta Barat (Trisakti)
- Jakarta Timur (Arion, Kramat Jati, Pondok Gede, Tamini Square)
- Jakarta Selatan (Blok M Plaza, Senayan City)
- Tangerang Selatan (BSD)
- Tangerang (Tangcity Mall)
- Bandung (BIP)
- Bekasi (Bekasi CyberPark)
- Depok (Margo City)
- Semarang (Citraland Semarang, Paragon Mall)
- Surabaya (Galaxy Surabaya, Surabaya Delta)
- Denpasar (LIBBI Denpasar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar