28 Februari 2016

Ur-fasisme Umberto Eco dan Ranah Sebab/ Akibat

Halaman muka 'The New York Review' edisi 22 Juni 1995.
Halaman muka 'The New York Review' edisi 22 Juni 1995.
Paham fasisme kembali muncul di banyak belahan dunia, termasuk di banyak negara Eropa (termasuk Turki), di Rusia, di Amerika Serikat (#MakeAmericaGreatAgain), di Israel, dan bahkan di India. Pd 1995, almarhum Umberto Eco, cendekiawan dan penulis kenamaan asal Italia, menulis esai yg dimuat dl New York Review of Books. Dl tulisan tsb, Eco berupaya menetapkan dasar-dasar dr apa yg dia sebut sbg 'Ur-fasisme atau fasisme kekal'.

Eco mengemukakan empat belas ciri Ur-fasisme:
  1. Pengultusan tradisi. Paham bahwasanya suatu kebenaran tertentu telah diwahyukan dahulu kala sekali itu saja, dan tugas kita pd zaman sekarang hanyalah berusaha menafsirkannya. Dampaknya politisasi agama.
  2. Penolakan thd modernisme. Penolakan thd Pencerahan dan Age of Reason, yg dianggap sbg awal mula kebejatan. Dampaknya irasionalitas.
  3. Pengambilan tindakan demi tindakan itu sendiri. Tindakan diambil sebelum ataupun tanpa becermin terlebih dahulu. Dampaknya, berpikir menjadi suatu bentuk emaskulasi.
  4. Ketaksepakatan dianggap pengkhianatan.
  5. Rasisme. Ur-fasisme bertumbuh dng mengeksploitasi rasa takut akan perbedaan.
  6. Berupaya merangkul kelas menengah yg kecewa. Kelas menengah tsb sedang mengalami krisis ekonomi dan merasa takut akan tekanan dr kelas sosial lain yg lebih rendah.
  7. Terobsesi adanya komplotan. Para pengikut harus merasa terkepung baik dr luar (dunia internasional) maupun dr dl.
  8. Pengikut mesti merasa terhina. Yaitu, oleh pamer kekayaan dan kekuatan kalangan musuh. Akan tetapi, para pengikut harus diyakinkan bahwasanya musuh dapat diatasi.
  9. Elitisme rakyat. Setiap warga negara adalah anggota bangsa paling hebat yg ada di muka bumi ini, anggota parpol adalah para warga negara terbaik. Akan tetapi, pd saat yg sama, Sang Pemimpin tahu bahwasanya kekuatan dia berlandaskan pd kelemahan massa.
  10. Hidup adalah perang abadi. Pasifisme berarti bersekongkol dng musuh.
  11. Heroisme. Semua orang dididik untuk menjadi seorang hero. Dl kalangan ISIS itu diistilahkan sbg mati syahid.
  12. Kejantanan. Lantaran perang dan heroisme merupakan dua hal yg sulit untuk dimainkan, si penganut Ur-fasisme mengalihkan keinginan dia akan kekuasaan ke hal ihwal seksual: dia memandang rendah perempuan dan tidak bisa menerima dan mengecam penyimpangan seksualitas. Lantaran seksualitas pun sulit untuk dimainkan, sbg penggantinya dia menjadi gemar bermain dng senjata.
  13. Populisme selektif. Warga negara tidak dikehendaki mengambil tindakan; mereka hanyalah diminta untuk berperan sbg Rakyat.
  14. Newspeak. Bahasa fasisme miskin kosakata dan menerapkan sintaks yg sangat sederhana dl rangka membatasi ikhtiar untuk bernalar secara kritis dan kompleks.

Ranah Sebab/ Akibat

Dl menjabarkan pengertian fasisme, Eco bertolak dr Ranah Akibat (Plane of Effects). Ranah tsb merupakan tempat akibat-akibat mengejawantah seturut sebab-sebab yg melandasinya. Segala hal yg ada pd ranah tsb telah terjadi shg pd ranah tsb tidak dapat diadakan perubahan. Ranah Akibat adalah dunia fisik.

Apabila dijabarkan dng bertolak dr Ranah Sebab (Plane of Causality), fasisme adalah: ajakan seorang pemimpin kpd pengikutnya untuk mundur ke hasrat-akan-kesintasan pd rangkaian hasrat manusia. Untuk itu si pemimpin akan mengobarkan rasa takut yg akan menyusutkan alih-alih mengembangkan kesadaran manusia.

Rangkaian hasrat memuat empat hasrat: hasrat-akan-kesintasan, hasrat-akan-harta-, hasrat-akan-kekuasaan, dan hasrat-akan-pengetahuan. Keempat hasrat tsb mengikat manusia di dl Gua Plato, tetapi pd hasrat terakhir (hasrat-akan-pengetahuan) manusia akan berusaha untuk meninggalkan Gua Plato. Begitu meninggalkan Gua Plato, manusia menjadi terbebas dr hasrat.

Kesadaran yg terikat di dl Gua Plato merupakan kesadaran egoistis yg digerakkan oleh hasrat. Kesadaran yg berhasil meninggalkan Gua Plato merupakan kesadaran altruistis yg terbebas dr hasrat.

Pd fasisme, kesadaran suatu bangsa akan diikat makin kuat di dl Gua Plato krn ia akan diajak mundur ke hasrat-akan-kesintasan, hasrat pertama yg dilalui oleh manusia dl hidup dan yg bersifat paling egoistis krn letaknya yg paling jauh dr pintu keluar Gua Plato.

Ranah Sebab merupakan sumber segala hal dan peristiwa sebelum mereka mengejawantah pd Ranah Akibat. Perubahan dapat diadakan pd ranah itu. Ranah Sebab adalah dunia mental.

Fasisme diatasi dng menjadikan kita, manusia, pemain alih-alih bidak pd permainan yg bernama hidup ini. Untuk itu kita, manusia, harus mengetahui sifat sesungguhnya manusia: manusia adalah kesadaran. Dan krn kita adalah kesadaran, kita, manusia, sesungguhnya adalah penguasa Ranah Akibat. Saat ini manusia dng keliru menganggap dirinya sbg hamba Ranah Akibat.

Sbg ciptaan berupa kesadaran, kodrat manusia adalah untuk berevolusi. Artinya, kodrat manusia adalah menunaikan rangkaian hasrat sampai tuntas, yaitu mulai dr hasrat yg paling jauh dng pintu keluar Gua Plato (kesintasan) sampai dng hasrat yg paling dekat dng pintu keluar Gua Plato (pengetahuan), dan kemudian meninggalkan Gua Plato lewat pintu keluar itu.

Sbg ciptaan berupa kesadaran yg keliru menganggap dirinya sbg hamba Ranah Akibat, manusia menunaikan rangkaian hasrat dng berserah kpd keadaan. Pasal, kita tidak mengetahui bahwa kodrat kita adalah untuk berevolusi menuju pintu keluar Gua Plato. Krn tidak mengetahui hal tsb, kita membiarkan kekuatan yg berdaya menyusutkan kesadaran (spt rasa takut) membawa kita mundur dl rangkaian hasrat.

Sbg ciptaan berupa kesadaran, manusia bertugas mengembangkan kesadarannya. Dng mengembangkan kesadaran, manusia akan mengetahui sifat dia yg sesungguhnya. Negara bangsa merupakan lembaga yg memiliki kewajiban untuk memastikan manusia mengembangkan kesadarannya, antara lain melalui sistem pendidikan. Itu satu-satunya cara untuk memastikan fasisme tidak dapat muncul kembali.

Filsuf Belanda Rob Riemen mengemukakan hal serupa dl esai dia yg bertajuk Kekekalan Laten Fasisme. Pd pengujung esainya tbs, Riemen menulis: 'Hanya setelah kita menemukan kembali kecintaan akan hidup dan ingin kembali mengabdikan hidup kepada hal ihwal yang sungguh-sungguh memberikan hidup – kebenaran, kebaikan, keindahan, persahabatan, istikamah, belas kasih, dan kearifan –, hanya setelah itu, dan tidak sebelumnya, kita akan menjadi tahan terhadap basil mematikan yang bernama fasisme.'


Kekekalan Laten Fasisme
Kekekalan Laten Fasisme
Tulisan di atas diturunkan dalam rangka terbitnya Kekekalan Laten Fasisme, esai filsuf Belanda Rob Riemen yang mengingatkan terhadap bahaya laten fasisme di Eropa dan menunjuk politikus Geert Wilders sebagai prototipe fasisme masa kini. Untuk info terkini tentang Kekekalan Laten Fasisme pantau kicauan ber-tagar #KekekalanLatenFasisme pada Twitter. Kekekalan Laten Fasisme dapat dipesan pada Pionir Books dan outlet daring pilihan.

17 Februari 2016

Fasisme Kembali Juara Uni Eropa

Fasisme Kembali Juara Uni Eropa
Pd kartun karya Marian Kamensky yg berjudul Fasisme Kembali Juara Uni Eropa tampak PM Hungaria Viktor Orbán tengah mendorong gerobak berisikan gulungan pagar kawat yg diduduki oleh PM Polandia Beata Szydło. Mereka diikuti oleh dua kesatria: Slovakia dan Republik Cheska. Hungaria, Polandia, Slovakia, dan Republik Cheska, yg tergabung dl Kelompok Visegrád, menentang sistem kuota migran Jerman dan ingin menutup perbatasan Makedonia dng Yunani. Sumber: cartoonmovement.com.

Negara-negara Kelompok Visegrád––Hungaria, Polandia, Slovakia, dan Republik Cheska––alias V4 bertemu, Senin (15/2), di Praha dl rangka membahas penutupan 'rute Balkan' bagi arus migran yg bertolak menuju Eropa Barat. Makedonia dan Bulgaria turut diundang pd KTT tsb. Pasal, PM Hungaria Viktor Orbán telah mengusulkan untuk ditutupnya perbatasan dua negara itu dng Yunani krn menurut dia Yunani tidak mampu membela Eropa dari arah selatan terhadap arus masuk besar-besaran pengungsi Muslim yg utamanya datang dr Suriah dan Irak.

Pd KTT tsb, V4 diperkirakan bakal mencapai kata sepakat untuk membantu Makedonia mengadang arus migran pd perbatasannya dng Yunani. Yunani, yg tidak diundang ke KTT tsb, mengkhawatirkan Makedonia dl waktu dekat akan menutup perbatasan shg ribuan pengungsi akan dibuat telantar di Yunani. Menurut PBB, setiap hari Yunani kedatangan 2000 pengungsi.

V4 diketahui sangat menentang sistem kuota migran yg diajukan oleh Kanselir Jerman Angela Merkel yg bertujuan mendistribusikan migran secara lebih merata dalam Uni Eropa. Tahun lalu Jerman menyerap 1,1 juta pencari suaka dan negara itu mengimbau Eropa untuk mengamalkan nilai-nilai pokok kemanusiaan.

Akan tetapi, Prancis saja, sbg sekutu setia Jerman dl Uni Eropa, menyambut dingin usul Merkel. Demikian pula dng Rusia, jiran terbesar Uni Eropa, yg menilai tindakan Eropa yg membuka pintunya thd siapa pun yg ingin memasuki negara-negara Eropa sbg 'perbuatan bodoh'.

Austria, sbg muara rute Balkan, mendukung V4 dan telah mengingatkan Makedonia agar bersiap-siap menutup perbatasan bagi arus migran yg mengalir ke utara dr Yunani. Austria sendiri kemungkinan akan mulai menolak arus masuk migran pd bulan-bulan mendatang.

Menurut hemat Pionir Books, tujuan adanya negara bangsa adalah untuk memuliakan bangsa, yaitu menjadikan jiwa manusia terkembang seturut kodratnya. Negara ada untuk bangsa dan bukan sebaliknya. Negara-negara yg menolak arus migran sebagaimana disebutkan di atas tidak memuliakan manusia, shg yg harus dipertanyakan sekarang adalah: apa dampak tindakan negara-negara tsb thd bangsanya?

Akan tetapi, itu bukan berarti negara-negara tsb tidak berhak atau tidak boleh menolak arus migran. Mereka boleh menolak arus migran. Akan tetapi, yg menjadi tolok ukur dl menilai apakah suatu negara telah memuliakan bangsa dng menolak arus migran adalah 'niat' (intent): apakah dng mengadang arus migran negara telah bertindak dl rangka mengajak bangsa untuk mundur ke hasrat-akan-kesintasan atau untuk maju ke hasrat-akan-pengetahuan?

Negara-negara yg menolak arus migran sebagaimana disebutkan di atas telah bertindak dl rangka mengajak bangsa untuk mundur ke hasrat-akan-kesintasan. Itulah mengapa negara-negara itu tidak telah memuliakan bangsanya. Ajakan oleh penguasa agar pengikutnya mundur ke hasrat-akan-kesintasan dikenal sbg fasisme.

Setiap tindakan manusia didorong oleh rangkaian hasrat manusia. Rangkaian hasrat tsb berawal dng hasrat-akan-kesintasan yg setelah dipenuhi akan berkembang menjadi hasrat-akan-harta, hasrat-akan-kekuasaan, dan terakhir hasrat-akan-pengetahuan. Keempat hasrat tsb bertolak dr pola pikir egoistis.

Dng demikian, dampak tindakan suatu negara yg tidak memuliakan bangsa adalah bahwa bangsa tsb akan ditambat pd pola pikir egoistis. Hal itu tidak sejalan dng kodrat jiwa manusia lantaran menafikan jiwa manusia untuk menjadi terkembang.

Pola pikir egoistis merupakan kebalikan dari pola pikir altruistis. Pola pikir altruistis memiliki arti yg sama dng 'tercerahkan'. Menjadikan pola pikir kita tercerahkan adalah sejalan dng kodrat kita. Untuk menjadi tercerahkan manusia pertama harus mencapai hasrat-akan-pengetahuan. Hal itu dapat dipermudah dng menjadikan manusia makhluk yg berpikiran bebas (freethinker). Dng berpikiran bebas manusia akan menjalani setiap hasrat pd rangkaian hasrat dng berkiblat kpd altruisme.

Tugas negara adalah memastikan bangsa melampiaskan rangkaian hasratnya dng berkiblat kpd altruisme. Pola pikir altruistis adanya di luar Gua Plato. Pola pikir egoistis adanya di dl Gua Plato. Negara yg tidak memuliakan bangsa mengikat manusia di dl Gua Plato.

Menurut filsuf Belanda Rob Riemen, apa yg tengah berlangsung di Barat dan Timur Tengah bukanlah suatu benturan peradaban, tetapi krisis peradaban yg berlangsung secara internal pd masing-masing peradaban tsb. Artinya, dua peradaban tsb tidaklah memuliakan manusia, yg oleh karena itu menjalani rangkaian hasrat dng berkiblat kpd egoisme.



Kekekalan Laten Fasisme
Kekekalan Laten Fasisme
Tulisan di atas diturunkan dalam rangka terbitnya Kekekalan Laten Fasisme, esai filsuf Belanda Rob Riemen yang mengingatkan terhadap bahaya laten fasisme di Eropa dan menunjuk politikus Geert Wilders sebagai prototipe fasisme masa kini. Untuk info terkini tentang Kekekalan Laten Fasisme pantau kicauan ber-tagar #KekekalanLatenFasisme pada Twitter. Kekekalan Laten Fasisme dapat dipesan pada Pionir Books dan outlet daring pilihan.

9 Februari 2016

Memahami Geert Wilders Melalui Sepak Bola



Pendukung fanatik Ajax di Stadion ArenA (7/2/16). Sumber: Parool.nl.

Pd Minggu (7/2) kemarin, Ajax menjamu musuh bebuyutan Feyenoord dl salah satu laga Eredivisie yg selalu ditunggu-tunggu dan yg dikenal sebagai Duel Klasik. Kenneth Vermeer, penjaga gawang Feyenoord, kebetulan merupakan eks pemain Ajax dan secara kebetulan juga berkulit hitam.

Sepanjang pertandingan Vermeer menjadi sasaran bulan-bulanan para pendukung fanatik Ajax yg hadir di stadion. Ulah mereka memuncak ketika mereka menurunkan sebuah boneka berwarna hitam dng tali melingkar pd leher dari sisi tribune. Insiden tsb lantas ramai dibahas dl media massa Belanda, yg menganggapnya antara lain sbg ungkapan sentimen rasisme. Insiden itu betul berbau rasisme, tetapi ada beberapa hal yg perlu diketahui ihwal klub sepak bola dan pendukung mereka:

  1. Klub sepak bola memberikan jati diri kpd si pendukung dl bentuk panji-panji. Panji-panji itulah yg didukung; bukan skuad (yg zaman sekarang berisikan mercenaries atau tentara bayaran).
  2. Mau skuad berisikan laskar suku (tribal warriors) atau tentara bayaran tidak penting bagi pendukung klub sepak bola. Yg penting adalah panji-panji skuad tsb bernaung.
  3. Bagi pendukung klub, panji-panji klub yg penting, yaitu sbg jati diri 'suku' yg memenuhi hasrat akan kesintasan mereka.

Apa yg diperlihatkan oleh pendukung klub Ajax pd hari Minggu itu adalah tribalism (sukuisme). Dl pandangan mereka, salah satu 'laskar' mereka telah 'membelot' kpd 'musuh'. Tindakan tsb dianggap mengancam kesintasan suku. Dng demikian, aksi pendukung klub tsb dapat dibaca sbg pengejawantahan hasrat mereka akan kesintasan. Manusia didorong oleh hasrat. Hasrat akan kesintasan merupakan hasrat pertama dl rangkaian hasrat yg dilalui oleh manusia dl hidupnya. Hasrat kedua adalah harta, hasrat ketiga adalah kekuasaan, dan hasrat keempat adalah pengetahuan. Untuk uraian lebih lengkap tt rangkaian hasrat manusia, baca Makna Sesungguhnya Film "Groundhog Day".

Bila dilihat dr kacamata rangkaian hasrat tsb, bukan rasisme yg menjadi pokok masalah insiden pd Duel Klasik itu. Apa pun warna kulit dan latar belakang si laskar skuad, dia akan diterima oleh pendukung klub (suku) krn dia akan membantu menjaga kesintasan klub. Vermeer (laskar) yg pindah (membelot) ke Feyenoord (musuh) dianggap telah dng sengaja membahayakan kesintasan; oleh anggota klub Ajax warna kulit lantas dijadikan alat untuk membalas dendam kpd Vermeer.

Sesungguhnya, apa yg terjadi pd skala mikro dl lingkungan klub sepak bola Ajax juga tengah terjadi pd skala makro dl lingkungan bangsa negara Belanda. Politikus anti-Islam Belanda Geert Wilders menyerukan masyarakat Belanda untuk mundur ke hasrat-akan-kesintasan alih-alih maju ke hasrat-akan-pengetahuan. Lewat politik yg dia usung Wilders menyatakan: Hai, orang-orang pribumi Belanda. Pendatang dari negara Islam tengah mengancam keselamatan kita! Desa tengah dl ancaman bahaya! Amankan emas kita, anak-anak dan perempuan kita! Amankan lumbung desa kita!

Bahasa yg dipakai oleh Wilders adalah bahasa rasa takut. Dl surat terbuka kepada Wilders, kami mengimbau agar dia melakukan hal sebaliknya, yaitu mengajak masyarakat Belanda untuk bergerak ke depan dl rangkaian hasrat. Pd intinya, kami meminta dia untuk mengedepankan altruisme. Surat terbuka tsb dpt dibaca di sini.

Itulah sesungguhnya pengertian fasisme: ajakan oleh penguasa agar pengikutnya mundur ke hasrat akan kesintasan. Untuk itu si penguasa akan memakai bahasa yg mengobarkan rasa takut.

Dl esai Kekekalan Laten Fasisme filsuf Belanda Rob Riemen menyebut Geert Wilders prototipe fasisme masa kini. Dia menulis: 'Dengan cara itulah para fasis merebut kekuasaan, para demagog yang tanpa gagasan itu, yang mengusung suatu politik yang sarat kebencian dan kesakithatian, yang berakar pada rasa takut akan kebebasan dan kepicikan paling santer, yang tidak dapat tidak hanya bisa berujung dengan kekerasan, kekerasan, dan kekerasan.'

Kekerasan yg dl benak anggota suku dibenarkan krn dianggap sbg perang suku yg harus dilancarkan demi mempertahankan kesintasan.

Ajax akhirnya menang 2-1 atas Feyenoord. Dua gol Ajax disumbangkan oleh Amin Younes (penyerang keturunan Lebanon asal Jerman) dan Riechedly Bazoer (gelandang keturunan Kurasao berkebangsaan Belanda).

Kekekalan Laten Fasisme
Tulisan di atas diturunkan dalam rangka terbitnya Kekekalan Laten Fasisme, esai filsuf Belanda Rob Riemen yang mengingatkan terhadap bahaya laten fasisme di Eropa dan menunjuk politikus Geert Wilders sebagai prototipe fasisme masa kini. Untuk info terkini tentang Kekekalan Laten Fasisme pantau kicauan ber-tagar #KekekalanLatenFasisme pada Twitter. Kekekalan Laten Fasisme dapat dipesan pada Pionir Books dan outlet daring pilihan.