10 Desember 2016

Ada di Mana Rayahan Museum Gardner? (Bagian III: Akhir)

Di mana Rembrandt?
Di mana Rembrandt?
Pada Mei 1980, pemain virtuoso biola Roman Totenberg kecurian biola Stradivarius miliknya. Setelah tampil pada suatu konser Longy School of Music di Cambridge, Massachusetts, Totenberg, direktur sekolah tersebut, meninggalkan biolanya yang dibuat pada 1734 di dalam kantornya guna menghadiri suatu perjamuan. Begitu dia kembali, biolanya raib. Totenberg meninggal pada 2012 dalam usia 101, tanpa pernah melihat biolanya kembali.

Setelah 35 tahun, biola Stradivarius itu kembali. Philip S. Johnson, seorang pemain biola yang lama menjadi tersangka kasus pencurian itu, mewariskannya kepada mantan istri dia ketika dia meninggal pada 2011. Empat tahun kemudian perempuan itu membawanya kepada seorang juru taksir, yang mengenalinya sebagai biola milik Totenberg. Pada Agustus 2016, pihak FBI mengembalikan biola tersebut kepada Nina Totenberg dalam suatu upacara di kantor Kejaksaan AS, Manhattan.

Apabila sebuah biola adikarya bisa kembali ke pemiliknya, begitu pula halnya dengan sebuah lukisan adikarya. Seperti biola Totenberg, ujar Amore, seni curian sering kali ditemukan kembali satu generasi setelah pencurian terjadi. Pada saat itu, 'orang yang paling disegani yang terlibat dalam kejahatan telah meninggal atau tidak terlalu ditakuti lagi,' ujar Amore. 'Sehingga, sekarang orang berani muncul ke publik.'

Sering kali petunjuk dari masyarakat berujung dengan kembalinya seni yang hilang dicuri: 'Orang yang mendatangi kami dan mengaku bahwa dia telah melihat sesuatu, bahwa dia mengetahui sesuatu.' Petunjuk seperti itu lazimnya datang dari seorang sahabat atau anggota keluarga si pencuri seni. 'Sayangnya, tidak pernah yang punya petunjuk seperti itu berasal dari orang yang sedang mencari angin dan kebetulan melihat sebuah lukisan lewat sebuah jenderal rumah,' ujar Amore. 'Lukisan-lukisan seperti itu tidak dipajang di rumah orang. Mereka disembunyikan.'

Terkadang, seorang informan kriminalis yang memberikan petunjuk, atau orang yang menyimpang barang seninya bersedia berunding. 'Kadang, barang seni curian dipakai untuk menegosiasikan keringanan hukuman,' ujar Amore. 'Ada malah yang mencuri sebuah karya seni untuk nantinya digunakan sebagai alat negosiasi seandai suatu saat dia terancam masuk bui.'

Seperti biola Stradivarius itu, karya seni Museum Gardner mungkin berada pada seseorang yang tidak mencurinya atau menyembunyikannya. 'Yang saya khawatirkan, barangnya ada pada seorang yang tidak bersalah,' ujar Amore, 'tetapi orangnya takut untuk muncul ke publik gara-gara merasa takut akan suatu bahaya dari dunia luar.'

Di Amerika, menyimpan secara sadar harta curian tergolong sebagai tindak pidana, tetapi kantor Kejaksaan AS di Boston telah menawarkan kemungkinan diberikannya kekebalan bagi siapa saja yang membantu memulangkan karya seni milik Museum Gardner. Menurut Amore, pihak museum bisa melindungi jati diri seorang pemberi petunjuk dan menyerahkan imbalan $5 juta itu secara awanama, lewat perantaraan seorang kuasa.

'Yang diinginkan oleh museum cuma lukisannya,' ujar Amore. 'Saya sebisa mungkin berusaha untuk memastikan bahwa mereka yang datang memberikan informasi, bahwa nama mereka tidak pernah bakal bocor. Kami punya cara-cara tertentu untuk menjamin itu, untuk membayar imbalannya, sehingga nama si penerima tidak akan diketahui oleh khayalak ramai.'

Hal itu memperbesar kemungkinan bahwa misteri terbesar kota Boston itu bisa jadi akan berakhir secara misterius, bahwa pada suatu saat warga kota Boston bakal bisa melihat kembali lukisan-lukisan yang hilang terpampang di dinding galeri Museum Gardner, tetapi tanpa pernah mengetahui siapa para pelaku pencuriannya dan bagaimana lukisan berhasil dikembalikan. 'Apabila sebuah karya berhasil dipulangkan kembali, sering informasinya langka dan tidak jelas,' ujar Amore, 'soalnya ada bagian-bagian pada kisah yang tidak bisa diceritakan.' Bagi Amore itu sah-sah saja. 'Saya jauh lebih mementingkan pulangnya kembali karya yang hilang ketimbang kisahnya,' ujar dia.

Kemungkinan lain ialah bahwa misteri Gardner tidak pernah akan terpecahkan. Bisa saja karya seninya telah dihancurkan, atau telah menjadi kelewat rusak sehingga imbalan $5 juta menjadi tidak berlaku lagi, atau mungkin mereka telah lenyap karena pencurinya telah meninggal tanpa pernah mengungkapkan lokasi karya seni itu. Akan tetapi, Amore tidak terlalu memusingkan skenario terburuk seperti itu. Kurang lebih 80 persen adikarya-adikarya yang dicuri, ujarnya, pada akhirnya kembali ke tempat asal.

'Begitu banyak orang yang tertarik pada kasus ini,' ujar Amore. 'Apabila ingin membantu, silakan simak baik-baik gambar-gambar lukisan. Dengan cara itulah kasus ini bisa dituntaskan.' Situs Museum Gardner menyajikan suatu presentasi berisikan karya seni yang hilang dicuri, dan pada laman FBI mengenai kasus itu terpampang gambar setiap karya yang hilang.

Setiap potong informasi bisa membantu. 'Saya tidak berharap tiba-tiba ada yang menelepon dengan pesan, "Lukisannya ada di Loker 3 di tempat penitipan barang anu",' ujarnya. 'Sebetulnya ini lebih mirip menyusun sebuah teka teki gambar, kita mulai dengan bagian tepi, lalu orang memberikan potongan-potongan pelengkap.

'Sering kali, pada saat menyusun teka teki gambar, ada satu potong yang langsung membuat gambar menjadi tersusun lebih cepat. Saya tidak mau mengoyok mencari potongan yang seperti itu. Saya mencari potong-potong yang lebih kecil yang bisa saya susun menjadi bagian yang lebih besar.'

Sumber: BostonMagazine.com 


Palsu. Akan terbit.
Palsu. Akan terbit.
Tulisan di atas diturunkan dalam rangka akan terbitnya Palsu, edisi bahasa Indonesia thriller novelis Belanda Elvin Post. Ikuti perkembangannya pada akun Twitter Pionir Books (@PionirBooks) lewat tagar #PalsuNovelElvinPost.

3 Desember 2016

Ada di Mana Rayahan Museum Gardner? (Bagian II)

Kristus dalam Badai di Atas Danau Galilea: hilang.
Kristus dalam Badai di Atas Danau Galilea: lenyap.
'Bayangan akan seorang pencuri seni profesional, seorang pencuri lihai yang mencuri adikarya-adikarya pilihan, itu keliru,' ujar Amore. 'Tidak ada kaitannya sama sekali ini dengan oknum yang menginginkan sebuah karya seni untuk melengkapi koleksinya. Mereka ini cuma mencuri demi duit.'

Sangat jarang orang yang mencuri sebuah adikarya mengulang kembali perbuatannya, ujar Amore, karena mereka dengan cepat mendapati bahwa lukisannya sulit dilego. 'Nasib mencuri sebuah karya seni yang dikenal luas ialah, penadah tidak ada yang mau menyentuh,' ujar Amore.

Amore hanya mengetahui dua pencuri sepanjang sejarah yang pernah mencuri barang seni lebih dari sekali. Satu bernama Adam Worth, seorang penjahat pada abad ke-19 yang menjadi ilham tokoh Professor Moriarty, musuh bebuyutan Sherlock Holmes. Satunya lagi adalah pencuri seni ahli, Myles Connor, yang pada 1975 mencuri sebuah Rembrandt dari Museum Seni Rupa, Boston, yang kemudian dia pakai untuk mengurangi hukuman yang dijatuhkan kepadanya setelah mencuri sejumlah lukisan N.C. Wyeth dan Andrew Wyeth satu tahun sebelumnya.

'Dia pencuri seni tercanggih yang pernah hidup,' ujar Amore. Akan tetapi, tambahnya, 'Myles Connor tidak melakukan perampokan Museum Gardner. Seandai Myles pada saat kejadian tidak sedang berada di dalam penjara, pelakunya mestinya dia. Tetapi kita tahu bahwa bukan dia pelakunya.' Connor suka menggadang bahwa dialah yang menjadi ilham perampokan Gardner sembari mengaku bahwa rekan-rekan dia mengeksekusi rencana yang seyogianya dibidani oleh dia. Akan tetapi, sejumlah tawaran Connor pada akhir 1990-an untuk membantu mencari lukisan-lukisan yang raib itu tidak ada yang terlaksana. Amore, yang pernah bertemu dengan Connor, menafikan pengakuan-pengakuan Connor itu. 'Yakin aku; seandai sekarang dia tahu lokasinya di mana, lukisan sudah ada di tangan kita.'

Pada 1990, siasat yang dipakai para pencuri, yaitu dengan menyamar sebagai petugas polisi, lazim digunakan dalam aksi-aksi perampokan di bilangan Massachusetts. Jadi, Amore ingin memperoleh petunjuk dari masyarakat yang mungkin mengetahui kriminalis yang mungkin saja terlibat dalam perampokan Gardner, atau yang pernah memakai siasat-siasat serupa dan yang barangkali memiliki seragam polisi. 'Kami ingin melacak otak pencurian,' ujarnya.

Akan tetapi, yang lebih-lebih didambakan oleh Amore ialah petunjuk yang bisa membawanya ke lukisan-lukisan itu--bukan ke para pencurinya. Pada, 2013, dalam rangka peringatan tahun ke-23 kasus pencurian Gardner, petugas-petugas FBI, dengan didampingi Amore, mengumumkan bahwa mereka meyakini bahwasanya mereka telah berhasil menetapkan identitas para pelakunya, dan bahwa lukisan-lukisan itu ternyata beredar dalam kalangan kejahatan terorganisasi di Connecticut dan Philadelphia. Tahun lalu, sebelum peringatan tahun ke-25, Amore dan petugas FBI yang mengetuai penyelidikan membocorkan lebih banyak petunjuk seputar teori mereka terkait kasus itu. Kasus pencurian Gardner berkisar seputar almarhum Carmello Merlino, pemilik bengkel mobil di bilangan Dorchester, Boston, yang memiliki hubungan dengan Mafia, selain juga seputar George Reissfelder dan Leonard DiMuzio. Baik Reissfelder maupun DiMuzio meninggal pada 1991, dan keduanya menyerupai sketsa polisi para pelaku pencurian. Reissfelder membawa sebuah Dodge Daytona merah, mobil yang dipergoki para pelajar tengah terparkir di luar gedung Gardner itu. 'Dulu kami pernah bilang bahwa kami sudah pegang identitas para pelakunya,' ujar Amore, 'tetapi hal itu tidak serta-merta membawa kami ke lukisan.'

Selama bertahun-tahun Museum Gardner menawarkan imbalan $5 juta untuk petunjuk yang bisa berujung dengan dikembalikannya ketiga belas karya seni itu dalam kondisi apik. Tahun lalu, pihak museum mengumumkan imbalan $100.000 yang terpisah dari yang $5 juta untuk elang perunggu dari zaman Napoleon itu, karena ada kemungkinan bahwa benda itu sejak pencurian telah berpencar dari karya-karya lukisannya. 'Mungkin ia diambil sebagai tanda kenang-kenangan,' ujar Amore. 'Bisa saja benda itu sekarang ada di rumah atau toko antik seseorang.' Harian Hartford Courant pernah menurunkan laporan bahwa bertahun-tahun yang lalu elang tersebut pernah terlihat di lahan mobil bekas milik Robert Gentile.

Petunjuk mengenai keberadaan seni Gardner jumlahnya sedikit dan bersifat samar. 'Itu berarti bahwa mereka belum sempat beredar terlalu luas,' ujar Amore. Sekitar 2003, menurut seorang saksi FBI, pihak tertentu di Philadelphia berupaya menjual Kristus dalam Badai di Atas Danau Galilea karya Rembrandt. Seorang penuntut federal di Hartford, Connecticut, menyatakan di depan meja hijau bahwa pada 2015 Gentile berusaha menjual beberapa di antara lukisan Gardner kepada seorang petugas FBI yang tengah menyamar; pengacara Gentile menyatakan bahwa kliennya cuma membual dan bahwa lukisan itu tidak ada pada dia.

'Orang beranggapan bahwa karena seperempat abad telah lewat, benda-benda itu sudah lama hilang,' ujar Amore. Belum tentu. 'Siapa pun yang waktu itu pegang lukisannya, kemungkinan dia masih memiliki semua atau sebagian dari koleksi itu.'

Sumber: BostonMagazine.com


Palsu. Akan terbit.
Palsu. Akan terbit.
Tulisan di atas diturunkan dalam rangka akan terbitnya Palsu, edisi bahasa Indonesia thriller novelis Belanda Elvin Post. Ikuti perkembangannya pada akun Twitter Pionir Books (@PionirBooks) lewat tagar #PalsuNovelElvinPost.