9 Februari 2016

Memahami Geert Wilders Melalui Sepak Bola



Pendukung fanatik Ajax di Stadion ArenA (7/2/16). Sumber: Parool.nl.

Pd Minggu (7/2) kemarin, Ajax menjamu musuh bebuyutan Feyenoord dl salah satu laga Eredivisie yg selalu ditunggu-tunggu dan yg dikenal sebagai Duel Klasik. Kenneth Vermeer, penjaga gawang Feyenoord, kebetulan merupakan eks pemain Ajax dan secara kebetulan juga berkulit hitam.

Sepanjang pertandingan Vermeer menjadi sasaran bulan-bulanan para pendukung fanatik Ajax yg hadir di stadion. Ulah mereka memuncak ketika mereka menurunkan sebuah boneka berwarna hitam dng tali melingkar pd leher dari sisi tribune. Insiden tsb lantas ramai dibahas dl media massa Belanda, yg menganggapnya antara lain sbg ungkapan sentimen rasisme. Insiden itu betul berbau rasisme, tetapi ada beberapa hal yg perlu diketahui ihwal klub sepak bola dan pendukung mereka:

  1. Klub sepak bola memberikan jati diri kpd si pendukung dl bentuk panji-panji. Panji-panji itulah yg didukung; bukan skuad (yg zaman sekarang berisikan mercenaries atau tentara bayaran).
  2. Mau skuad berisikan laskar suku (tribal warriors) atau tentara bayaran tidak penting bagi pendukung klub sepak bola. Yg penting adalah panji-panji skuad tsb bernaung.
  3. Bagi pendukung klub, panji-panji klub yg penting, yaitu sbg jati diri 'suku' yg memenuhi hasrat akan kesintasan mereka.

Apa yg diperlihatkan oleh pendukung klub Ajax pd hari Minggu itu adalah tribalism (sukuisme). Dl pandangan mereka, salah satu 'laskar' mereka telah 'membelot' kpd 'musuh'. Tindakan tsb dianggap mengancam kesintasan suku. Dng demikian, aksi pendukung klub tsb dapat dibaca sbg pengejawantahan hasrat mereka akan kesintasan. Manusia didorong oleh hasrat. Hasrat akan kesintasan merupakan hasrat pertama dl rangkaian hasrat yg dilalui oleh manusia dl hidupnya. Hasrat kedua adalah harta, hasrat ketiga adalah kekuasaan, dan hasrat keempat adalah pengetahuan. Untuk uraian lebih lengkap tt rangkaian hasrat manusia, baca Makna Sesungguhnya Film "Groundhog Day".

Bila dilihat dr kacamata rangkaian hasrat tsb, bukan rasisme yg menjadi pokok masalah insiden pd Duel Klasik itu. Apa pun warna kulit dan latar belakang si laskar skuad, dia akan diterima oleh pendukung klub (suku) krn dia akan membantu menjaga kesintasan klub. Vermeer (laskar) yg pindah (membelot) ke Feyenoord (musuh) dianggap telah dng sengaja membahayakan kesintasan; oleh anggota klub Ajax warna kulit lantas dijadikan alat untuk membalas dendam kpd Vermeer.

Sesungguhnya, apa yg terjadi pd skala mikro dl lingkungan klub sepak bola Ajax juga tengah terjadi pd skala makro dl lingkungan bangsa negara Belanda. Politikus anti-Islam Belanda Geert Wilders menyerukan masyarakat Belanda untuk mundur ke hasrat-akan-kesintasan alih-alih maju ke hasrat-akan-pengetahuan. Lewat politik yg dia usung Wilders menyatakan: Hai, orang-orang pribumi Belanda. Pendatang dari negara Islam tengah mengancam keselamatan kita! Desa tengah dl ancaman bahaya! Amankan emas kita, anak-anak dan perempuan kita! Amankan lumbung desa kita!

Bahasa yg dipakai oleh Wilders adalah bahasa rasa takut. Dl surat terbuka kepada Wilders, kami mengimbau agar dia melakukan hal sebaliknya, yaitu mengajak masyarakat Belanda untuk bergerak ke depan dl rangkaian hasrat. Pd intinya, kami meminta dia untuk mengedepankan altruisme. Surat terbuka tsb dpt dibaca di sini.

Itulah sesungguhnya pengertian fasisme: ajakan oleh penguasa agar pengikutnya mundur ke hasrat akan kesintasan. Untuk itu si penguasa akan memakai bahasa yg mengobarkan rasa takut.

Dl esai Kekekalan Laten Fasisme filsuf Belanda Rob Riemen menyebut Geert Wilders prototipe fasisme masa kini. Dia menulis: 'Dengan cara itulah para fasis merebut kekuasaan, para demagog yang tanpa gagasan itu, yang mengusung suatu politik yang sarat kebencian dan kesakithatian, yang berakar pada rasa takut akan kebebasan dan kepicikan paling santer, yang tidak dapat tidak hanya bisa berujung dengan kekerasan, kekerasan, dan kekerasan.'

Kekerasan yg dl benak anggota suku dibenarkan krn dianggap sbg perang suku yg harus dilancarkan demi mempertahankan kesintasan.

Ajax akhirnya menang 2-1 atas Feyenoord. Dua gol Ajax disumbangkan oleh Amin Younes (penyerang keturunan Lebanon asal Jerman) dan Riechedly Bazoer (gelandang keturunan Kurasao berkebangsaan Belanda).

Kekekalan Laten Fasisme
Tulisan di atas diturunkan dalam rangka terbitnya Kekekalan Laten Fasisme, esai filsuf Belanda Rob Riemen yang mengingatkan terhadap bahaya laten fasisme di Eropa dan menunjuk politikus Geert Wilders sebagai prototipe fasisme masa kini. Untuk info terkini tentang Kekekalan Laten Fasisme pantau kicauan ber-tagar #KekekalanLatenFasisme pada Twitter. Kekekalan Laten Fasisme dapat dipesan pada Pionir Books dan outlet daring pilihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar