Ciputat, Tangerang Selatan – 30 September 2014 – Ketika fisikawan David MacKay dari University of Cambridge, Inggris, menulis bukunya yang bertajuk Sustainable Energy – without the hot air, sengaja dia tidak menyentuh wacana perubahan iklim. Baginya, energi lestari tok sebenarnya sudah cukup menarik untuk dibahas, dan selain itu ada baiknya untuk menghindari saja yang namanya polemik.
Dia menulis bukunya lantaran prihatin dengan banyak "Katanya..." yang beredar terkait energi lestari. Bagaimana tidak: ada saja yang mengimbau kita untuk setop menggunakan bahan bakar fosil, untuk "membuat suatu perubahan", tetapi banyak hal yang konon bisa membawa perubahan ternyata tak jelas juntrungannya. Lalu, beredarnya berbagai "Katanya…" saat ini tak lain dan tak bukan ialah karena orang berbicara dengan emosi (soal daya nuklir, misalnya), sementara yang berbicara angka tidak ada. Dan kalaupun ada yang menyebut angka, mereka memakainya untuk menciptakan kesan tertentu, atau untuk mengungguli debat alih-alih membangun diskusi yang berfaedah.
Dalam bukunya ini, MacKay tidak menjagokan rencana energi atau teknologi apa pun juga; yang dia lakukan hanyalah menghitung sumber energi lestari yang tersedia bagi kita, dan dalam jumlah berapa banyak. Prediksi MacKay: seandai hasil perhitungan menunjukkan bahwa angka produksi energi lestari ternyata berada jauh di bawah angka konsumsi energi kita, maka bersiap-siaplah karena sebuah perubahan besar tengah menanti.
Dalam membuat perhitungan-perhitungannya, MacKay mengukur konsumsi dan produksi energi dalam satuan kilowatt-jam (KWh): satu kilowatt-jam (kWh) setara dengan energi yang dipakai oleh satu bohlam 40 W yang dibiarkan menyala terus-menerus selama 24 jam. Orang Eropa mengonsumsi 125 kWh per hari per orang, atau setara dengan 125 bohlam yang dibiarkan menyala terus-menerus sepanjang hari. Orang Amerika memakai 250 kWh per hari: 250 bohlam. Konsumsi energi rata-rata di dunia adalah 56 kWh per hari per orang: 56 bohlam. MacKay sengaja melakukan penyederhanaan ini karena angka-angka simpel lebih mudah dipahami, dibandingkan, dan diingat.
Tujuan MacKay melakukan perhitungan-perhitungan ini ialah untuk mencari tahu apakah kita bisa melepaskan diri dari bahan bakar fosil (BBF) karena: (i) pembakaran BBF menyebabkan konsentrasi CO2 naik, (ii) CO2 merupakan salah satu gas rumah kaca, dan (iii) peningkatan efek rumah kaca meningkatkan suhu rata-rata dunia. Persoalah perubahan iklim sejatinya persoalan energi.
Kesimpulan yang ditarik oleh MacKay berdasarkan hasil perhitungannya ialah: (i) supaya bisa membuat perbedaan nyata, sebuah fasilitas energi terbaruan haruslah dibangun sangat luas dan (ii) bukan urusan mudah menyusun sebuah rencana energi yang masuk akal yang berlandaskan teknologi terbaruan; namun, ia juga bukan suatu kemustahilan. Yang penting, kita harus mulai membangun sekarang juga.
Menghitung untuk Indonesia
MacKay memakai Inggris Raya sebagai contoh kasus karena Inggris Raya bisa mewakili negara-negara Eropa secara baik, sehingga ia menjadi contoh yang baik untuk menjawab pertanyaan "Bagaimana caranya agar sebuah negara yang bertaraf hidup tinggi bisa mendulang kebutuhan energinya secara lestari?" Dengan demikian, yang dibahas ialah sumber-daya terbaruan yang ada di Inggris. Walaupun begitu, pendekatan yang sama bisa kita terapkan pada Indonesia, tetapi tentu dengan menggunakan data yang berlaku untuk Indonesia.
Perubahan iklim merupakan persoalan global yang memerlukan upaya serius dan lestari untuk menghadapinya. Capaian yang telah dibuat oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono perlu dilanjutkan oleh pemerintahan pimpinan Joko Widodo. Pendekatan MacKay terhadap persoalan ini bisa dijadikan rujukan dalam menentukan kebijakan negara pada sektor hutan, lingkungan hidup, dan energi.
Buku MacKay, Sustainable Energy – without the hot air (dalam bahasa Inggris), bisa diunduh secara gratis di www.withouthotair.com. Saduran dalam bahasa Indonesia dengan judul Mari Bicara Angka, Bukan "Katanya..." terbitan Pionir Books bisa diunduh (juga secara gratis) di http://bit.ly/1AK40pH.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar