Yth Redaksi:
Perihal "Let My People Vote" (Op-Ed Contributor, 20 Nov): Kearifan politikus Geert Wilders sesungguhnya hanya pantas untuk debat warung kopi; akan tetapi, ajang tempat dia berdebat tidak kurang dari gedung parlemen Belanda. Hasilnya: Pidato-pidato miring tentang pajak taplak kepala, Eurabia, dan agama padang pasir alih-alih tentang kebenaran, kearifan, dan keadilan.
Geert Wilders memiliki pandangan yang cadok atas krisis migran Eropa sehingga jalan keluar yang dia tawarkan pun hal-hal yang terbatas pada prinsip ekonomi. Dia bernalar bahwa dengan menutup perbatasan maka masalah akan selesai. Dia menyerukan dilangsungkannya demokrasi langsung dalam suatu masyarakat yang mengamini kebebasan bicara tetapi belum menginsafi kebebasan berpikir.
Geert Wilders belum dilengkapi kemampuan untuk menggalakkan altruisme di dalam suatu dunia tempat egoisme adalah sifat bawaan. Bukan tanpa alasan Plato mengusulkan pemerintahan di bawah raja filsuf.
Laurens Sipahelut
Penulis seorang penerbit yang berlokasi di bilangan Tangerang Selatan yang baru-baru ini mengeluarkan edisi bahasa Indonesia esai filsuf Belanda Rob Riemen yang berjudul Kekekalan Laten Fasisme.
Kekekalan Laten Fasisme |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar