Pada tanggal 1 Juli s/d 28 Juli 2015 Pionir Books mengadakan sayembara bertajuk #KLFIniOpiniku. |
- Apa yang kamu rasakan pas nonton berita di TV? (Jawaban peserta.)
- Kamu menimba ilmu di sekolah karena... (Jawaban peserta.)
- Gambarkan politik di Indonesia cukup dengan satu kata. (Jawaban peserta.)
- Apakah kamu mengukur tingkat keberhasilanmu dengan uang? (Jawaban peserta.)
- Apa makna hidup bagi kamu? (Jawaban peserta.)
Pertanyaan disusun berdasarkan nukilan berikut dalam KLF:
"Geert Wilders dan gerakannya merupakan prototipe fasisme masa kini. Mereka tidak lain dan tidak bukan hanyalah konsekuensi politik yang logis dari suatu masyarakat yang menjadi tanggung jawab kita semua. Fasisme masa kini tersebut kembali merupakan akibat dari partai politik yang memungkiri paham mereka sendiri, cendekiawan yang membudayakan nihilisme yang malas, perguruan tinggi yang tidak pantas menyandang predikat tersebut, ketamakan dunia usaha, dan media-massa yang lebih memilih menjadi pembicara perut alih-alih cerminan kritis bangsa. Itulah para elite yang korup, yang membudayakan kehampaan rohaniah tempat fasisme bisa kembali tumbuh besar."
Lanjut Riemen
dalam KLF, solusi atas fasisme adalah:
"... menemukan kembali kecintaan akan hidup dan ingin kembali mengabdikan hidup kepada hal ihwal yang sungguh-sungguh memberikan hidup – kebenaran, kebaikan, keindahan, persahabatan, istikamah, belas kasih, dan kearifan –, hanya setelah itu, dan tidak sebelumnya, kita akan menjadi tahan terhadap basil mematikan yang bernama fasisme."
Untuk dapat memahami filosofi Riemen dengan mudah kita akan mengaitkannya dengan sesuatu yang
dimiliki oleh setiap orang, yaitu hasrat. Hasrat kita ada empat: Kesintasan,
Harta, Kuasa, dan Pengetahuan. Keempat hasrat tersebut menggerakkan hidup
manusia dan melandasi setiap tindakan kita.
Hasrat-hasrat tersebut menggerakkan si insan Egoistis, yaitu
insan yang melulu ingin mengutip. Kita semua terlahir sebagai insan Egoistis,
yang merupakan lawan dari insan Altruistis, yakni insan yang senantiasa ingin
mengganjar. Perbedaan lain antara insan Egoistis dan insan Altruistis adalah: insan
Egoistis terikat oleh hasrat sementara insan Altruistis terbebas dari hasrat.
Tujuan hidup kita di muka bumi ini adalah membebaskan
diri dari hasrat atau, dengan kata lain, mentransformasikan diri dari insan
Egoistis menjadi insan Altruistis. Pada akhir proses tersebut
pertanyaan-pertanyaan besar akan terjawab. (Film Groundhog Day [1993] besutan Harold
Ramis mengisahkan hal ini dengan simpel dan jenaka.)
Pada hasrat pertama – Kesintasan – kita menginginkan
pangan, papan, sandang, pasangan hidup; intinya, segala hal yang dibutuhkan untuk
dapat bertahan hidup. Hasrat tersebut dapat secara kasar digambarkan sebagai 100%
ragawi, 0% rohaniah. Pada hasrat kedua – Harta – kita ingin menghimpun segala
hal yang ada pada hasrat pertama. Hasrat ini bersifat 75% ragawi, 25% rohaniah.
Pada hasrat ketiga – Kuasa – manusia berkeinginan untuk
mengendalikan harta orang lain. Hasrat ini (sekali lagi, hanya sebagai ilustrasi)
bersifat 25% ragawi, 75% rohaniah. Kemudian pada hasrat terakhir – Pengetahuan –
manusia menginginkan jawaban atas alasan dia menghasratkan kuasa, harta,
kesintasan, dan alasan hidup terasa begitu pahit dan getir. Hasrat ini sifatnya
0% ragawi, 100% rohaniah. Perkembangan hasrat merupakan evolusi alamiah yang
memastikan kita kian dalam menjelajahi alam-pikiran sampai kita melepaskan
sifat Egoistis dan mengenakan sifat Altruistis.
Hasrat akan Harta merupakan penghimpunan segala yang ada
pada hasrat akan Kesintasan. Hasrat akan Kuasa merupakan penghimpunan segala yang
ada pada hasrat akan Harta. Hasrat akan Pengetahuan merupakan keinginan manusia
untuk memaknai hasrat akan Kuasa, Harta, dan Kesintasan – pada ranah tersebut
manusia berkehendak menjawab pertanyaan-pertanyaan besar seperti: apa arti
hidup?
Pengetahuan mengenakan pengaruh pada Kuasa, Harta, dan
Kesintasan. Pengetahuan menentukan cara dan bentuk manusia mengejawantahkan
Kuasa, Harta, dan Kesintasan dalam hidup. Kuasa mengenakan pengaruh pada Harta
dan Kesintasan, dan Harta mengenakan pengaruh pada Kesintasan. Yang lebih besar
melingkupi yang lebih kecil, mirip susunan boneka matrioska.
Riemen
berbicara soal fasisme dan solusi dia atas fasisme adalah: kita harus menemukan
kembali kecintaan akan hidup. Untuk itu kita harus mengetahui apa itu hidup (tidak
kenal maka tidak cinta) dan apa sesungguhnya kita – manusia, dan untuk itu,
sebagai prasyarat untuk dapat mengetahui apa itu hidup dan apa itu diri kita,
kita harus dibuat... mampu berpikir secara bebas dan ingin mempertanyakan
segalanya. Begitu kita terlatih berpikir secara bebas dan ingin mempertanyakan
segalanya kita tidak akan terbelenggu oleh '-isme' – -isme apa saja, termasuk
fas-isme. Lalu apabila kita tidak terbelenggu oleh -isme, kita tidak akan
merasa terperangkap dalam setiap dari keempat hasrat yang tengah kita lalui,
dan apabila kita tidak merasa terperangkap dalam hasrat, kita akan menjadi
paham alasan hidup terasa begitu pahit dan getir. Ingat: pemahaman adalah pangkal
kearifan. Jadi, solusi Riemen atas
fasisme sejatinya berlaku untuk setiap -isme yang sifatnya memandekkan
perjalanan kita melewati keempat hasrat tersebut, yang sifatnya menghambat
evolusi kita dari insan Egoistis menjadi insan Altruistis.
Segala upaya yang dirancang untuk menjadikan kita mampu
berpikir secara bebas dan ingin mempertanyakan segalanya – prasyarat itu untuk
menjadi tahu apa itu hidup dan apa itu diri kita – sejati memuliakan manusia. Kita kembali ke sayembara #KLFIniOpiniku.
Menyimpulkan jawaban peserta atas kelima pertanyaan kuis:
media massa, pendidikan, politik, dunia usaha, dan cendekiawan di Indonesia
tidak mengikhtiarkan agar bangsa kita melangkah ke luar dari gua Plato. Mereka tidak memuliakan manusia. Mereka tidak memanfaatkan
kemerdekaan Indonesia untuk membebaskan Indonesia. Ingat: bangsa yang bebas
adalah bangsa yang besar. Pada galibnya, sebab pokok keberadaan bangsa kita dalam
gua Plato adalah ketidaktahuan.
Menjadikan bangsa kita yang tidak-tahu menjadi tahu,
itulah Revolusi Mental yang sesungguhnya. Revolusi yang mesti diujungtombaki
oleh pendidikan.
Untuk info terkini
tentang Kekekalan Laten Fasisme
pantau kicauan ber-tagar #KekekalanLatenFasisme pada Twitter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar